Pages

Ads 468x60px

Labels

Selasa, 12 April 2011

Makalah Leucaena leucocephala atau Lamtoro

BAB I
PENDAHULUAN

Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan konservasinya.


Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Nama Umum Leucaena Leucocephala
Nama Umum : Petai Cina
Nama Lokal : Kemlandingan, Lamtoro (Jawa); Palanding, Peuteuy selong (Sunda), Kalandingan (Madura);
Nama Ilmiah :Leucaena leucocephala, Lmk. de wit , Leucaena glauca, Benth.
2. Deskripsi Leucaena Leucocephala
Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda. Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Buah petai cina termasuk buah polong, berisi biji-bibji kecil yang jumlahnya cukup banyak. Petai cina oleh para petani di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman pagar, pupuk hijau dan segalanya. Petai cina cocok hidup di dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Petai cina di Indonesia hampir musnah setelah terserang hama wereng. Pengembangbiakannya selain dengan penyebaran biji yang sudah tua juga dapat dilakukan dengan cara stek batang.
Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipinadi akhir abad XVI. dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia; ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh. Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia.
Tanaman semak atau pohon tingggi sampai 18 m, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu dan lenticel yang jelas. Daun bersirip dua dengan 4-9 pasangan sirip, bervariasi dalam panjang sampai 35 cm, dengan glandula besar (sampai 5 mm) pada dasar petiole, helai daun 11-22 pasang/sirip, 8-16 mm x 1-2 mm, akut. Bunga sangat banyak dengan diameter kepala 2-5 cm,stamen (10 per bunga) dan pistil sepanjang 10 mm. Buah polong 14-26 cm x 1,5-2 cm, pendant, coklat pada saat tua. Jumlah biji 18-22 per buah polong, berwarna coklat.
Petai cina (Leucaena glauca, Benth) merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal masyarakat sebagai obat bengkak. Pemanfaatannya dengan cara dikunyah kunyah atau diremas-remas, kemudian ditempelkan pada bagian yang bengkak. Selain itu, masyarakat juga menggunakan petai cina sebagai bahan makanan, lauk-pauk atau makanan ternak.
Biji dari buah petai cina yang sudah tua setiap 100 g mempunyai nilai kandungan kimia berupa zat kalori sebesar 148 kalori, protein 10,6 g, lemak 0,5 g, hidrat arang 26,2 g, kalsium 155 mg, besi 2,2 mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg. Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Dalam petai cina, mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin, leukanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aikon bersifat nonpolar, sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 70% sebagai bahan penyarinya, karena etanol 70% bersifat semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-polar. Selain itu, etanol 70% tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
3. Penggunaan Leucaena Leucocephala
Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13—18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm. Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3—10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akartempatmengikatnitrogen.
Kayu lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet. Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50—52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1—1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat termasuk baik.
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5—8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin. Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok. Daun-daunnya juga kerap digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daun-daun lamtoro lekas mengalami dekomposis.
Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.
Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis. Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.
3. Ekologi Leucaena Leucocephala
Persyaratan tanah
Pada daerah asalnya, tumbuh pada tanah kapur dangkal, pasir pantaiI dan tanah liat kering pH 7-8,5. Pada lokasi yang lain memerlukan tanah berpengairan baik dengan pH (air) diatas 5,5, atau diatas 5 bila Al jenuh sangat rendah. Tidak tahan pada tanah dengan pH rendah, P rendah, Ca rendah, Al jenuh tinggi, salinitas tinggi dan tergenang air. Tahan terhadap salinitas dan basa sedang.
Air
Lebih menyukai iklim basah dan semi basah dengan curah hujan tahunan 650-1500 mm dan sampai 3000 mm dan dapat bertahan sampai 7 bulan musim kering. Tidak tahan tanah tergenang air atau periode banjir yang panjang (>3 minggu).
Suhu
Memerlukan suhu 25-30oC untuk pertumbuhan terbaik. Pertumbuhan terhenti pada suhu dibawah 15-16oC.
Cahaya
Produktif dibawah perkebunan kelapa yang tua di Vanuatu dan Indonesia.
Perkembangan reproduksi
Akan berbungan dan menghasilkan biji sepanjang tahun asal air tanah dan suhu mendukung. Subspesies leucocephala sangat berkembang dan bebas berbiji.
Penggembalaan/pemotongan
Sangat tahan terhadap pemotongan teratur atau penggembalaan ketika tanaman telah tumbuh baik.
Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30 °C); ketinggian di atas 1000 m dpl. dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650—3.000 mm (optimal 800—1.500 mm) pertahun; akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan.
Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus; setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.
Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.
Penanaman lamtoro dua baris pada tanah yang telah diolah secara baik, dengan antara 0,5 meter. Setelah tingginya 3 - 4 meter dipangkas satu meter di atas tanah. Daun dan ranting lamtoro diletakkan di bawah tanaman tahunan atau areal / lajur tanaman pangan. Jarak barisan tanaman lamtoro 4 - 6 meter, tergantung pada kemiringan lahan. Tanaman keras ditanam bersamaan dengan lamtoro dengan cara cemplongan, jarak 4 - 7 meter. Tanaman pangan dimulai setelah batang lamtoro sebesar jari. Pengolahan tanah untuk tanaman pangan dilakukan pada lajur/ lorong yang berselang-seling dengan lajur tanaman keras atau lajur yang tidak diolah.
4. Agronomi Leucaena Leucocephala
Penanaman
Tumbuh lambat, terutama jika berkompetisi dengan gulma. Untuk pertumbuhan terbaik tanam pada tanah berpengaiiran baik dan dalam dengan pH >5,5 dan pertahankan bebas gulma pada area paling tidak 2 m disekitar tanaman. Biji harus diskarifikasi. Sebelumnya, perendaman dengan air panas dianjurkan tetapi hasilnya sangat bervariasi termasuk mengurangi daya hidup (viabilitas) dan germinasi yang tidak merata. Skarifikasi mekanis, dengan menggunakan kertas ampelas (untuk jumlah biji sedikit) atau skarifikar drum sisi abrasif berputar, saat ini lebih disukai. Tanaman ini membutuhkan Rizobium spesifik (misal CB3060, TAL1145, LDK4). Ditanam dalam baris dengan jarak 4-9 m dengan jumlah biji tanam sekkitar 1,5-3 kg/ha. Daerah yang kecil dapat ditanami dengan biji atau bibit. Bibit biasanya dibesarkan pada kantong plastik untuk penanaman pada umur 3-4 bulan. Bibit juga dapat dibesarkan dalam bedengan dan dipindahkan untuk penanaman di tempat lain. Biasanya ditanam dalam baris dengan rumput atau palawija ditanam antar baris. Dapat ditanam sebagai tanaman murni dan digunakan sebagai sumber protein (bank protein).
Spesies pasangan
Rumput: Pada daerah semi basah tropis Australia, ditanam bersama rumput Buffel (Cenchrus ciliaris ), rumput Panikum hijau (Panicum maximum var trichoglume), Rumput Rhodes (Chloris gayana ) atau Panikum bambatsi (Panicum coloratum ). Di Papua New Guinea dan Tropis basah Australia, ditanam bersama rumput Pangola (Digitaria eriantha subsp. decumbens), humidicola (Brachiaria humidicola ), rumput signal (B. decumbens ) atau rumut sabi (Urochloa mosambicensis ).
5. Bahan Kering dan Produksi Ternak Leucaena Leucocephala
Nilai nutrisi
Daun L. leucocephala dikenal karena nilai nutirisinya yang tinggi untuk produksi ternak. Nilai nutrisi bagian yang dimakan memiliki nilai kecernaan 55-70%.
Palatabilitas/kesukaan
L. leucocephala sangat disukai oleh semua ternak, khususnya bila dibandingkan dengan legum pohon lainnya seperti Calliandra calothyrsus dan Gliricidia sepium .


Bahan kering
Produksi hijauan bervariasi tergantung kesuburan tanah, curah hujan, ketinggian, kepadatan dan frekuensi pemotongan dari 1-15 ton/ha/tahun. Produksi daun akan dimaksimalkan dengan interval pemotongan 6-12 minggu pada musim pertumbuhan. Produksi pada baris tanam yang ekstensif di daerah tropis kering dan subtropics biasanya berkisar dari 2-6 ton/ha/tahun.
Produksi sangat tinggi (>15 ton/ha/tahun) di Asia Tenggara dan Hawai, dengan tanaman berjarak 0,5-1 m didalam baris dan jarak atar baris 1-3 m.
Produksi kayu bakar sebanding dengan pohon tropis terbaik, dengan pertambahan tinggi 3-5 m/tahun dan pertambahan kayu 20-60 m3/ha/tahun untuk varitas arboreal.
Produksi ternak
Penambahan berat badan 1,26 kg/ekor/hari pada ternak yang digembalai pada campuran leucaena-rumput buffel (Cenchrus ciliaris ) selama periode 6 bulan dilaporkan di Queensland, Australia, meskipun penambahan berat badan yang lebih umum adalah 250-300 kg/ekor/tahun (0,75-0,85 kg/ekor/hari). Dengan menggunakan irigasi di Barat daya Australia, kenaikan berat badan tahunan sampai 1700 kg/ha/tahun telah dilaporkan pada ternak yang digembalakan dengan jumlah ternak 6 ekor/ha.
5. Produksi Biji Leucaena Leucocephala
Tanaman ini mungkin tidak berbunga pada tahun pertama penanaman. Produksi biji sangat dipengaruhi oleh air, dan dilaporkan bahwa produksi biji sangat sedikit di musim kering. Dengan jarak yang lebar, tanaman yang dipanen manual (dengan tangan) dengan irigasi baik dapat menghasilkan biji sampai 2 ton/ha.
6. Keunggulan Leucaena Leucocephala
- Kualitas nutrisi sangat tinggi bagi ternak ruminansia.
- Produksi tinggi pada tanah yang sesuai.
- Tahan terhadap musim kering yang panjang dan tetap berdaun pada musim kering.
- Menghasilkan berbagai macam produk pada sistem usaha tani yang beragam.
7. Kelemahan Leucaena Leucocephala
- Adaptasi rendah pada tanah asam tidak subur.
- Pertumbuhan rendah pada suhu rendah dan rentan terhadap suhu beku.
- Relatif lemah pada saat masih kecil (bibit) dan lambat tumbuh.
- Keberadaan mimosine dan tannin membatasi penggunaan bagi ternak non ruminansia.





BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Tanaman lamtoro berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, lalu kemudian menyebar ke beberapa daerah tropis, seperti Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Lamtoro mempunyai banyak manfaat kayunya digunakan untuk arang dan daunnya sebagai pakan ternak. Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Tanaman lamtoro juga dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis. Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Petai Cina. http://therealdita.blogspot.com/2011/03/ norm al -0-false-false-false-in-x-none-x.html
Anonimous. 2006. Hijau Manfaat Tanaman Lamtoro. http://alamiindonesia.blogsp ot.com/2009/06/hijau-manfaat-tana man-lamtoro.html
Anonimous. 2010. Khasiat dan Manfaat Lamtoro. http://kiathidupsehat.com/tanam an-obat-manfaat-khasiat-petai-cina-leucaena-leucocephala/
Anonimous. 2010. Manfaat Tanaman Lamtoro. http://kurcaci-la.blogspot.com/2010 /06/manfaat-tanaman-lamtoro.html
Anonimous. 2009. Petai Cina. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id= 146
Nugroho, ahmad. 2009. Potensi Lamtoro. http://arpn88.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

 
 
Blogger Templates