Penyakit Pada Peternakan Ayam Petelur
Penyakit pada ayam petelur diartikan
sebagai disfungsi organ, yakni tidak berfungsinya secara normal organ ayam yang
terinfeksi oleh mikroorganisme penyebab penyakit, baik itu organ pencernaan,
pernafasan, central neuro system (CNS) maupun organ reproduksi yang secara
langsung berhubungan dengan pembentukan dan distribusi telur.
Diantara jenis penyakit tersebut
adalah ND, AI, AE Virus, IB, Mycoplasma gallisepticum dan Paramyxoviruses
lainnya, namun yang sering menjadi buah bibir peternak layer, Technical
Services, Praktisi Perunggasan dan Akademisi adalah IB, ND dan Egg Drop
Syndrome (EDS 76).
Waspadai
EDS 76
EDS 76 merupakan
penyakit pada ayam petelur yang menyerang ayam petelur pada periode pertumbuhan
dan periode bertelur. Penyakit ini disebabkan oleh Hemagglutinating adenovirus.
Agen ini mampu mengaglutinasi eritrosit ayam, sehingga ayam yang terinfeksi
akan mengalami anemia, hal ini terlihat dari penampakan luar tubuh ayam, yakni
kepucatan pada vial dan jengger. Secara ekonomi, penyakit ini menimbulkan
kerugian pada peternak karena tidak tercapainya produksi yang optimal.
Ayam yang terinfeksi agent EDS 76
tidak memperlihatkan gejala yang spesifik. Secara umum ayam kelihatan sehat,
tetapi produksi telur dapat turun sampai 40% selama 4-10 minggu. Pakar
perunggasan Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD
menyatakan, “Gejala awal EDS 76 tersifat dari kehilangan warna kerabang pada
telur yang berwarna coklat. Gejala ini diikuti oleh adanya telur yang mempunyai
kerabang tipis, kerabang lembek atau tanpa kerabang sama sekali. Telur dengan
kerabang tipis biasanya bertekstur kasar menyerupai kertas pasir atau bergranula
pada salah satu ujungnya.”
Pada infeksi alami ditemukan adanya
penurunan ukuran telur, sedangkan pada infeksi buatan ukuran telur tetap
normal. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ayam yang terinfeksi
Hemagglutinating adenovirus dapat menurunkan viskositas pada putih telur, yakni
putih telur yang berada pada bagian luar menjadi lebih encer menyerupai air,
sedangkan putih telur yang terletak pada bagian dalam di sekitar kuning telur
relatif normal. Disamping itu, umur ayam saat terinfeksi agent EDS 76 pun dapat
mempengaruhi kualitas putih telur. Hal ini sering dilaporkan oleh para pakar
perunggasan dunia bahwa anak ayam yang terinfeksi pada umur sehari (DOC) akan
menghasilkan telur yang mempunyai putih telur lebih encer dengan ukuran telur
yang lebih kecil. Gejala klinik lainnya yang juga dapat teramati pada kasus EDS
76 adalah kegagalan ayam mencapai target produksi telur atau tertundanya waktu
produksi telur. Gejala ini muncul akibat ayam terinfeksi agent EDS 76 dapat
memproduksi antibody sebelum periode laten infeksi muncul. Menurut Prof
Charles, periode laten infeksi ditandai dengan terjadinya penurunan produksi
telur yang bisa mencapai kisaran 50% dan terjadinya halangan untuk mencapai
puncak produksi.
Penyakit ini menyebar melalui kontak
langsung dengan unggas lain seperti itik dan angsa yang terpapar virus EDS 76.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa itik dan angsa merupakan inang yang
baik untuk virus EDS 76, artinya keberadaan itik dan angsa dapat mempercepat
proses penyebaran EDS 76 ke unggas lain yang belum tertular. Perpindahan virus
EDS 76 juga bisa melalui pemakaian jarum suntik yang telah terkontaminasi virus
EDS 76.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan
dengan cara memilih DOC dari telur yang induknya tidak tertular EDS 76. Hal ini
beralasan bahwa EDS 76 dapat menular secara vertikal yakni melalui telur. Namun
ditegaskannya bahwa kebanyakan breeder telah mengeliminasi virus EDS 76,
sehingga kemungkinan penularan secara vertikal menjadi sangat kecil. Penularan
secara horizontal perlu mendapat perhatian peternak. Hal terkait dapat
dilakukan kegiatan berupa penerapan praktek manajemen seoptimal mungkin di
kandang.
Praktek manajemen yang dianjurkan Guru Besar staff dan pengajar bagian Patologi FKH UGM ini adalah sanitasi dan desinfeksi yang ketat. Disamping itu, peternak dianjurkan untuk tidak menggunakan air minum dari sumber yang pernah tercemar oleh feses atau leleran tubuh lainnya dari itik, angsa dan beberapa jenis unggas lainnya.
Namun, bila kondisi usaha peternakan mengharuskan tetap menggunakan sumber air yang tercemar feses unggas yang terinfeksi, maka peternak diminta untuk melakukan sanitasi dan desinfeksi terlebih dahulu dengan cara klorinasi sebelum air tersebut diberikan kea yam peliharaannya. Tindakan lain yang dapat dilakukan peternak untuk mencegah meluasnya EDS 76 adalah dengan melalui vaksinasi. Saat ini vaksin yang tersedia adalah vaksin killed atau vaksin in aktif yang diberikan pada ayam dara dalam kurun waktu 3-4 minggu sebelum bertelur atau pada kisaran umur 14-16 minggu.
Praktek manajemen yang dianjurkan Guru Besar staff dan pengajar bagian Patologi FKH UGM ini adalah sanitasi dan desinfeksi yang ketat. Disamping itu, peternak dianjurkan untuk tidak menggunakan air minum dari sumber yang pernah tercemar oleh feses atau leleran tubuh lainnya dari itik, angsa dan beberapa jenis unggas lainnya.
Namun, bila kondisi usaha peternakan mengharuskan tetap menggunakan sumber air yang tercemar feses unggas yang terinfeksi, maka peternak diminta untuk melakukan sanitasi dan desinfeksi terlebih dahulu dengan cara klorinasi sebelum air tersebut diberikan kea yam peliharaannya. Tindakan lain yang dapat dilakukan peternak untuk mencegah meluasnya EDS 76 adalah dengan melalui vaksinasi. Saat ini vaksin yang tersedia adalah vaksin killed atau vaksin in aktif yang diberikan pada ayam dara dalam kurun waktu 3-4 minggu sebelum bertelur atau pada kisaran umur 14-16 minggu.
Infectious
Bronchitis
Infectious Bronchitis (IB) merupakan
penyakit akut pada ayam petelur yang menyerang saluran pernafasan ayam dan
sangat mudah menular pada ayam dalam satu kelompok atau antar kelompok lainnya.
Penyakit ini tersifat oleh adanya ngorok basah akibat adanya cairan dalam
trachea, batuk dan bersin. Kejadian penyakit pada anak ayam tersifat oleh
adanya gejala kesulitan bernafas yang ditandai oleh pernafasan melalui mulut
atau gasping sedang pada ayam petelur tersifat oleh adanya penurunan produksi
telur yang terjadi secara mendadak. Dikalangan
peternak, kasus IB dipandang cukup serius. Hal ini disebabkan karena IB dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan efisiensi pakan dan merupakan salah
satu penyakit kompleks pada saluran pernafasan terutama bila terjadi kolaborasi
dengan E. coli dan Mycoplasma gallisepticum. Disamping itu, penurunan produksi
telur dalam jumlah dan mutu sering terjadi, serta biaya penanggulangan penyakit
yang tinggi dan kompleks menjadikan IB sebagai penyakit strategis pada ayam
petelur.
Virus IB dapat menyebar secara cepat
dari ayam yang satu ke ayam lainnya dalam suatu kandang. Gejala sakit pada ayam
yang terinfeksi dapat dilihat dalam waktu 48 jam. Penularan virus IB dapat
terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Penularan secara langsung
terjadi melalui leleran tubuh ataupun feses ayam yang sakit kepada ayam yang
peka dengan virus ini. Salah satu cara penularan yang penting adalah penularan
melalui udara yang tercemar oleh virus IB. Penularan secara tidak langsung
biasanya melalui anak kandang, alat atau perlengkapan peternakan, tempat telur
(egg tray), kandang bekas ayam sakit, bangkai ayam sakit dan keberadaan
rodensia di sekitar lingkungan kandang.
Kejadian IB pada ayam berlangsung cepat, yakni dengan masa inkubasi 18-36 jam, hal ini tergantung pada dosis virus dan rute infeksi. Infeksi dapat bersifat asimptomatik dengan menunjukkan gejala gangguan pernafasan atau yang berhubungan dengan abnormalitas pada system reproduksi. Disamping itu, dapat juga ditemukan adanya penurunan berat badan yang disertai oleh depresi dan gangguan pertumbuhan yang dapat dihubungkan dengan lesi-lesi pada saluran pernafasan dan ginjal.
Gejala penyakit IB berbeda pada setiap tingkatan umur. Pada anak ayam gejala klinik yang sering muncul adalah (1) batuk, sesak nafas, ngorok dan keluar lendir dari hidung, (2) mata berair yang diikuti dengan pembengkakan sinus, (3) anak ayam yang terpapar menunjukkan lemah dan lesu serta cenderung berkerumun di bawah pemanas, (4) lendir dan eksudat yang menyerupai keju terkumpul dalam trakea bagian bawah dan bronki, kondisi ini dapat menimbulkan kematian, (5) penyakit dapat berlangsung selama 5-21 hari dengan angka kematian 0-40%.
Kejadian IB pada ayam berlangsung cepat, yakni dengan masa inkubasi 18-36 jam, hal ini tergantung pada dosis virus dan rute infeksi. Infeksi dapat bersifat asimptomatik dengan menunjukkan gejala gangguan pernafasan atau yang berhubungan dengan abnormalitas pada system reproduksi. Disamping itu, dapat juga ditemukan adanya penurunan berat badan yang disertai oleh depresi dan gangguan pertumbuhan yang dapat dihubungkan dengan lesi-lesi pada saluran pernafasan dan ginjal.
Gejala penyakit IB berbeda pada setiap tingkatan umur. Pada anak ayam gejala klinik yang sering muncul adalah (1) batuk, sesak nafas, ngorok dan keluar lendir dari hidung, (2) mata berair yang diikuti dengan pembengkakan sinus, (3) anak ayam yang terpapar menunjukkan lemah dan lesu serta cenderung berkerumun di bawah pemanas, (4) lendir dan eksudat yang menyerupai keju terkumpul dalam trakea bagian bawah dan bronki, kondisi ini dapat menimbulkan kematian, (5) penyakit dapat berlangsung selama 5-21 hari dengan angka kematian 0-40%.
Sementara itu, kasus pada ayam
dewasa dicirikan dengan (1) tingkat produksi telur akan menurun yang diikuti
dengan perubahan bentuk kerabang telur, yakni kasar dan lembek, (2) kualitas
telur yang dihasilkan jelek, (3) ayam yang tertular pada bagian akhir dari
tahun produksi biasanya memperlihatkan produksi telur yang sangat menurun,
biasanya berlanjut ke peristiwa ganti bulu, (4) membutuhkan waktu yang panjang
untuk proses penyembuhan (recovery), (5) pada pemeriksaan patologi, ditemukan
saluran telur yang mengeras atau sebagian menutup yang menunjukkan petelur
palsu, (6) jalan penyakit berkisar antara 4-10 hari dengan angka kematian 0,5%.
Pencegahan IB dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan pengamanan biologis dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya
secara optimal. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan faktor pendukung atau
sumber infeksi virus IB. Pembatasan umur dalam satu flok pemeliharaan diperlukan
untuk menghindari kemungkinan penularan virus IB dari kelompok umur yang satu
ke kelompok umur lainnya.
Pencegahan yang efektif adalah dengan program vaksinasi. Program vaksinasi harus mempertimbangkan 3 titik kritis yakni type vaksin, waktu dan cara vaksinasi. Yang terpenting dari ketiganya adalah waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi. Penentuan kapan vaksinasi itu dilakukan adalah penting karena campur tangan yang kuat antara maternal antibodi dan virus vaksin. Artinya, jika vaksin diberikan dimana level maternal antibodi masih tinggi, virus vaksin akan dinetralisir dan konsekuensinya flok tersebut tidak dilindungi. Sebaliknya, jika pemberian vaksin terlambat, virus lapangan akan menginfeksi ayam tersebut hingga terjadilah wabah.
Pencegahan yang efektif adalah dengan program vaksinasi. Program vaksinasi harus mempertimbangkan 3 titik kritis yakni type vaksin, waktu dan cara vaksinasi. Yang terpenting dari ketiganya adalah waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi. Penentuan kapan vaksinasi itu dilakukan adalah penting karena campur tangan yang kuat antara maternal antibodi dan virus vaksin. Artinya, jika vaksin diberikan dimana level maternal antibodi masih tinggi, virus vaksin akan dinetralisir dan konsekuensinya flok tersebut tidak dilindungi. Sebaliknya, jika pemberian vaksin terlambat, virus lapangan akan menginfeksi ayam tersebut hingga terjadilah wabah.
Penyakit
ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit dan
kotorannya. Penularan lainnya dapat juga melalui ransum, air minum, kandang,
tempat ransum atau tempat minum, peralatan kandang lainnya yang tercemar,
melalui pengunjung, serangga, burung liar dan angin atau udara yang dapat
mencapai radius 5 Km. Virus ND ditemukan juga dalam jumlah tinggi selama masa
inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus ini terdapat pada udara yang keluar dari
pernafasan ayam, kotoran, telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan
dalam karkas selama infeksi akut sampai kematian.
Gejala ND dapat diamati melalui (1) gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok, (2) gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir yang merupakan gejala khas penyakit ini dan (3) gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
Gejala ND dapat diamati melalui (1) gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok, (2) gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir yang merupakan gejala khas penyakit ini dan (3) gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
Sejauh
ini belum ada satu jenis obat yang efektif yang dapat menyembuhkan ayam yang
menderita penyakit ini. Penanggulangan penyakit ND hanya dapat dilakukan dengan
dengan tindakan pencegahan (preventif) melalui program vaksinasi yang baik. Ada
dua jenis vaksin yang dapat diberikan yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif.
Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang telah dilemahkan, diantaranya yang banyak
digunakan adalah strain Lentogenic terutama vaksin Hitchner B-1 dan Lasota.
Vaksin aktif ini dapat menimbulkan kekebalan dalam kurun waktu yang lama
sehingga penggunaan vaksin aktif lebih dianjurkan dibanding vaksin inaktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar