Pages

Ads 468x60px

Labels

Minggu, 02 Agustus 2015

Manajemen Piutang

1.  Pengertian Piutang
Piutang dagang (account receivable) merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan / pembeli atau pihak lain yang membeli produk perusahaan. Piutang dagang muncul karena penjualan secara kredit. Penjual biasanya lebih suka melakukan penjualan secara tunai karena uang hasil penjualan dapat segera diterima, tetapi adanya persaingan memaksa perusahaan untuk menjual secara kredit untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan untuk menarik pelanggan baru. Credit term atau persyaratan kredit dari satu perusahaan dengan yang lainnya berbeda, namun pada perusahaan yang sejenis tidak jauh berbeda. Piutang merupakan  bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu dikelola dengan cara yang seefisien mungkin. Piutang besarnya biasanya mencapai lebih kurang 20% dari nilai aktivanya, sebab pembeli banyak yang lebih suka membeli secara kredit karena dapat menggunakan uang yang relatif lebih kecil bila dibanding membeli secara tunai. Kebijakan penjualan kredit oleh perusahaan akan memunculkan dua pos perkiraan dalam neraca. Bagi penjual, penjualan kredit ini akan menambah pos piutang dan mengurangi persediaan barang, sedangkan bagi pembeli, maka pembelian kredit akan menambah hutang dagang (account payable) dan menambah persediaannya.


Kebijakan penjualan kredit merupakan kebijakan yang diambil oleh suatu perusahaan dalam menentukan apakah seorang pelanggan diberi kredit dan berapa banyak kredit yang diberikan. Suatu perusahaan tidak hanya mementingkan penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapannya secara tepat. Berbagai sumber informasi mengenai pelanggan dan analisis kredit merupakan hal yang sangat penting bagi keberhasilan manajemen piutang. Kebijakan penjualan kredit yang akan menimbulkan piutang ini sebenarnya menimbulkan biaya bagi perusahaan. Biaya tersebut antara lain adalah administrasi piutang, biaya modal atas dana yang tertanam dalam piutang, biaya penagihan dan biaya piutang yang mungkin tidak tertagih. Kebijakan kredit ini akan meningkatkan penjualan, maka biaya piutang tersebut harus diimbangi oleh meningkatnya penjualan, oleh karena itu manajemen piutang merupakan pengelolaan piutang agar kebijakan kredit mencapai optimal yaitu tercapainya keseimbangan antara biaya yang diakibatkan oleh kebijakan kredit dengan manfaat yang diperoleh dari kebijakan tersebut. Piutang yang ada dalam suatu perusahaan ada juga berbentuk wesel (notes receivable). Wesel ini merupakan kesanggupan membayar dari pembeli kepada penjual sejumlah uang tertentu di masa mendatang.
2. Standar Kredit
Standar Kredit merupakan kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh seorang langganan sebelum dapat diberikan kredit. Informasi mengenai nama baik pelanggan dalam membayar hutang dagang, referensi kredit, rata-rata pembayaran hutang dagang dan rasio keuangan tertentu sangat penting dalam penilaian sebelum diberi kredit. Dengan mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut, perusahaan dapat memperlunak atau memperketat  standar kredit yang diberikan. Keputusan apakah perusahaan memperlunak atau memperketat  standar kredit yang diberikan harus dibandingkan dengan tambahan keuntungan dengan biaya investasi marginal dalam piutang. Jika keuntungan tambahan lebih besar dari biaya investasi marginal dalam piutang, maka memperlunak standar kredit dapat dilaksanakan. Investasi marginal dalam piutang yaitu merupakan selisih antara rata-rata jumlah investasi dalam piutang sebelum dengan sesudah diadakan perubahan standar kredit. Investasi marginal menggambarkan jumlah tambahan rupiah yang terikat dalam piutang jika memperlunak standar kredit dilakukan.
3. Penentuan Besarnya Piutang
Besarnya investasi pada piutang yang muncul di perusahaan ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total. Kedua, adalah kebijakan penjualan kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang (jangka waktu penagihan piutang). Kebijakan ini dipengaruhi oleh jangka waktu penjualan kredit, kualitas pelanggan dan usaha pengumpulan piutang. Cepat lambatnya piutang dapat dikumpulkan juga dipengaruhi oleh kualitas pelanggan, baik kualitas kemampuan perusahaan pelanggan maupun kualitas karakter pelanggan itu sendiri. Penilaian kualitas pelanggan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko kemungkinan piutang tidak tertagih (bad debt) dan memperkecil biaya penagihan piutang. Jika kualitas pelanggan menurun maka biaya penagihan akan meningkat. Informasi kualitas pelanggan ini dapat diperoleh dari laporan keuangan, operasi perusahaan, sejarah pengembalian kredit pelanggan, asosiasi pedagang, pesaing, referensi bank dsb. Salah satu cara untuk menilai kualitas pelanggan tersebut adalah dengan menggunakan penilaian kredit (credit scoring).
Perusahaan yang memiliki banyak pelanggan sering kali menggunakan cara-cara statistik untuk menentukan kualitas pelanggan dengan memberi nilai (skor) tertentu pada pelanggan. Skor ini akan menunjukkan kemungkinan seseorang pelanggan membayar hutangnya. Misalnya, skor 1 adalah bagi pelanggan yang memiliki kemungkinan hutangnya macet sebesar di bawah 10%, skor 2 kemungkinan macet sebesar 10% sampai 20%, skor 3 kemungkinan macet antara 20% sampai 30% dan seterusnya. Pelanggan-pelanggan tersebut dikelompokkan dalam skornya masing-masing, sehingga perusahaan akan mudah dalam memprediksi kemungkinan piutangnya macet.
Prinsip pemberian kredit. Untuk menilai pelanggan dapat juga digunakan sistem 5 K atau 5 C yaitu Karakter (Character), Kapasitas (Capacity), Kapital (Capital), Kolateral atau jaminan (Collateral), dan Kondisi (Condition). Penilaian karakter pelanggan ditujukan untuk melihat sejauh mana pelanggan akan memenuhi kewajiban kreditnya. Karakter merupakan data tentang kepribadian calon pelang-gan contohnya sifat pribadi, kebiasaannya, cara hidup keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Penilaian ini sangat tergantung pada moral pelanggan, kejujuran untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sebagai faktor terpenting dalam evaluasi kredit. Kapasitas pelanggan merupakan penilaian yang bersifat subyektif mengenai kemampuan membayar hutangnya. Kapasitas merupakan kemampuan calon pelanggan dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pengalaman mengelola usaha (business record)-nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola, tingkat pendidikannya. Kemampuan ini dapat dianalisis dari laporan keuangan perusahaan pelanggan yang bersangkutan. Kapasitas merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.  Penilaian kapital dan kolateral (agunan) perusahaan juga dapat dilihat dari laporan keuangannya. Dari laporan tersebut akan terlihat kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya maupun aktiva yang digunakan sebagai jaminan. Kapital merupakan kondisi modal atau kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dikelolanya dan nampak pada neraca, laporan rugi-laba, struktur modal dan berbagai rasio keuangan serta rasio profitabilitas seperti ROI dan ROE. Kolateral (agunan) merupakan jaminan yang mungkin bisa disita jika calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Penilaian yang terakhir mengenai kondisi ekonomi yang terkait dengan prospek usaha calon pelanggan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada umumnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan pelanggan. Secara skematis, penentuan besarnya piutang dapat dilihat pada gambar berikut:
 











 



Gambar 1. Faktor-faktor yang Menentukan Besarnya Piutang


Kebijakan pemberian kredit dan lamanya pengumpulan piutang sebagaimana dijelaskan di atas sangat mempengaruhi pengelolaan piutang. Kebijakan pemberian kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang tersebut pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total.
Besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a). Besar-kecilnya volume penjualan kredit, semakin besar volume penjualan kredit akan semakin besar investasi pada piutang.
b). Syarat Pembayaran, dalam penjualan kredit selalu tertera kapan piutang jatuh tempo dan apakah ada diskon yang diberikan. Misalnya ada syarat pembayaran 5/10 –n/60 artinya jika piutang dibayar paling lambat 10 hari dari tanggal penjualan akan diberi diskon sebesar 5 % dan batas akhir pembayaran selama 60 hari. Semakin panjang jangka waktu kredit yang diberikan akan semakin besar investasi pada piutang.
c).  Plafon Kredit, dalam penjualan kredit masing-masing pelanggan diberi batas maksimal kredit yang bisa diambil (plafon kredit) dan besarnya tidak harus sama tergantung dari besarnya usaha serta tingkat kepercayaan perusahaan terhadap pelanggan.
d). Kebiasaan Pembayaran Pelanggan, jika kebiasaan pelanggan dalam membayar memanfaat-kan masa diskon, maka investasi pada piutang semakin kecil, tetapi jika kebiasaan pelanggan membayar saat jatuh tempo maka investasi pada piutang semakin besar.
e). Kebijakan dalam Pengumpulan Piutang, ada perusahaan yang menerapkan kebijakan dalam pengumpulan piutang secara ketat dan ada yang longgar. Jika menerapkan kebijakan sangat ketat, maka jika ada pelanggan yang belum melunasi piutang saat jatuh tempo, tidak diberi kredit sampai dilunasinya piutang tersebut. Jika menerapkan kebijakan longgar walaupun belum melunasi piutang saat jatuh tempo masih diberi kredit. Semakin ketat kebijakan pengumpulan piutang semakin kecil investasi pada piutang dan sebaliknya.
Contoh:
Persahan “ A “ mulai tanggal 1 Januari 2010 menetapkan kebijakan kredit sebesar 20% dari penjualan total dengan jangka waktu pengembalian 10 hari. Apabila penjualan rata-rata per hari sebesar Rp. 100.000, maka besarnya penjualan kredit pada tanggal 1 Januari 2010 adalah sebesar Rp. 20.000. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Januari tersebut muncul piutang sebesar Rp. 20.000. Piutang tersebut akan bertambah sebesar Rp. 20.000 setiap hari (asumsinya penjualan per hari tetap sebesar Rp. 100.000), Selama 10 hari, maka piutang kita menjadi 10 x Rp. 20.000 = Rp. 200.000. Pada hari kesebelas (Tanggal 11 Januari 2001) piutang kita bertambah sebesar Rp. 20.000, namun ada pengembalian piutang sebesar Rp. 20.000 dari penjualan yang terjadi Tanggal 1 Januari 2001. Demikian juga pada Tanggal 12 Januari dan seterusnya, piutang kita bertambah Rp. 20.000, namun ada pelunasan piutang Rp. 20.000, sehingga piutang kita akan konstan sebesar Rp. 200.000. Jika keadaan ini terus stabil, maka besarnya piutang juga stabil, yaitu sebesar penjualan kredit per hari x jangka waktu penagihan. Untuk contoh di atas, maka jumlah piutang adalah sebesar Rp. 20.000 x 10 = Rp. 200.000.
Bagaimana dengan biaya dan penghasilan yang muncul dengan kebijakan kredit?. Untuk melangsungkan usaha perlu membeli persediaan. Untuk membeli persediaan tersebut, memerlukan dana yang dapat diperoleh dari modal sendiri maupun pinjaman kepada bank atau suplier. Dana tersebut akan dibelikan persediaan, kemudian persediaan akan dijual dan menimbulkan piutang (yang dijual secara kredit), karena penjual menginginkan keuntungan maka harga jualnya akan lebih tinggi dari harga belinya. Jadi, jika harga pokok penjualan (terdiri dari harga beli ditambah biaya-biaya operasi yang lain) rata-rata per hari mencapai Rp. 100.000 dan kita menginginkan laba 25%, maka penjualannya menjadi 125% x   Rp. 100.000 = Rp 125.000.
Piutang yang ditimbulkan karena penjualan kredit akan menentukan besarnya tingkat perputaran piutang. Perputaran piutang (receivable turnover) merupakan periode terikatnya piutang sejak terjadinya piutang tersebut sampai piutang tersebut dapat ditagih dalam bentuk uang kas dan akhirnya dapat dibelikan kembali menjadi persediaan dan dijual secara kredit menjadi piutang kembali. Secara skematis perputaran piutang dapat dilihat pada skema berikut:
 






Gambar 2. Skema Perputaran Piutang


Tingkat perputaran piutang dapat dicari dengan membagi jumlah penjualan kredit bersih (net credit sales) per tahun dengan rata-rata piutang (average receivables).

Perputaran Piutang =  x 1
 
 





Perputaran piutang tersebut dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Jika perputaran piutang sebanyak 5 kali, artinya bahwa dalam satu tahun piutang perusahaan tersebut berputar sebanyak 5 kali. Jika satu tahun dihitung 360 hari, maka hari rata-rata pengumpulan piutangnya adalah 360 hari : 5 kali = 72 hari untuk setiap kali perputaran. Tingkat perputaran piutang ini mempunyai efek terhadap besar kecilnya modal yang tertanam dalam piutang. Semakin tinggi perputaran piutang berarti modal yang tertanam dalam investasi makin kecil, karena dana yang tertanam dalam piutang semakin cepat kembali sebagai kas masuk. Kas masuk ini selanjutnya digunakan lagi untuk membeli persediaan barang yang kemudian dijual lagi, demikian seterusnya.
4. Pengelolaan Pengumpulan Piutang
Pengelolaan pengumpulan piutang perlu melihat bagaimana prosedur yang digunakan untuk menagih piutang. Perjanjian yang tertera pada jual beli juga harus ditetapkan secara jelas dan rinci. Dalam perjanjian tersebut meliputi tentang jumlah piutang, besarnya diskon, periode diskon, jangka waktu penagihan dan sangsi yang dikenakan terhadap pembeli dan atau penjual jika barang yang di perjual belikan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Surat teguran atau penagihan dapat diberikan kepada debitur apabila sampai dengan tanggal tertentu debitur belum mengangsur atau melunasi hutangnya. Proses penagihan piutang memerlukan biaya. Besar kecilnya biaya penagihan piutang akan tergantung pada besar kecilnya tagihan dan sifat debitur yang ada pada 5K di atas (Karakter, Kapasitas, Kolateral, Kapital dan Kondisi). Banyaknya kredit yang macet (piutang tidak tertagih) akan menyulitkan kelangsungan usaha, oleh karena itu perlu sikap tegas agar pengembalian piutang tidak terganggu. Perusahaan perlu memperhitungkan keseimbangan antara manfaat dan biaya yang mungkin diderita dalam kebijakan pengumpulan piutang. Kebijakan pengumpulan piutang sebenarnya dapat diubah pada periode tertentu. Perubahan kebijakan tersebut membawa implikasi terhadap jumlah penjualan, periode pengumpulan piutang, persentase piutang yang tidak tertagih, laba perusahaan, kebijakan diskon, umur piutang dan perputaran piutang.
4.1  Pengumpulan Piutang untuk Penjualan yang Tidak Berdiskon
Kebijakan kredit yang optimal yaitu keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam pemberian kredit tergantung pada kondisi masing-masing perusahaan. Manajer kredit harus memantau secara teratur jangka waktu pengumpulan piutang dan skedul umur piutang dari masing-masing debitur. Pemantauan langsung memperlihatkan pola arus kas yang dapat dikelola, tanpa pemantauan yang teratur kemungkinan besar pola arus kas masuk dari pengumpulan piutang akan kacau. Arus kas dari pengumpulan piutang ini dapat digunakan untuk menganggarkan jumlah aliran kas yang masuk. Dengan anggaran aliran kas masuk, maka perusahaan dapat memperkirakan berapa pengeluaran yang mampu dibiayai oleh perusahaan. Jika dana yang berasal dari penjualan tidak mencukupi, perusahaan juga dapat merencanakan berapa besarnya dana yang harus dipinjam dari pihak lain atau bank.
Contoh
Perusahaan “A” melakukan kebijakan kredit untuk tahun 2010, perusahaan ini menetapkan penjualan kreditnya sebesar 60% dari total penjualan dengan jangka waktu kredit selama 4 bulan. Dari kredit yang diberikan tersebut pembeli harus mengangsur hutangnya dengan ketentuan masing-masing sebesar 30 % dibayar pada bulan pertama dan kedua, dan sebesar 20% masing-masing dibayar pada bulan ketiga dan keempat setelah bulan penjualan. Penjualan kredit yang direncanakan selama 6 bulan pertama tahun 2010 adalah sebagai berikut:


Bulan
Penjualan Total
Penjualan Tunai
Penjualan Kredit

Januari

     Rp. 5.000.000
       Rp. 2.000.000
     Rp. 3.000.000
Pebruari
Rp. 5.000.000
Rp. 2.000.000
Rp. 3.000.000
Maret
Rp. 6.000.000
Rp. 2.400.000
Rp. 3.600.000
April
Rp. 6.000.000
Rp. 2.400.000
Rp. 3.600.000
Mei
Rp. 8.000.000
Rp. 3.200.000
Rp. 4.800.000
Juni
Rp. 8.000.000
Rp. 3.200.000
Rp. 4.800.000

Dari data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan piutangnya selama 6 bulan pertama Tahun 2010.
Tabel 1.      Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d Juni 2001 (dalam jutaan rupiah)
Bulan Penjualan
Penjualan Kredit
Bulan Pengumpulan Piutang
Jan.
Peb.
Maret
April
Mei
Juni
Juli

Januari

3.000
-
9001)
9001)
6002)
6002)
-
-
Pebruari
3.000
-
-
900
900
600
600
-
Maret
3.600
-
-
-
1.080
1.080
720
720
April
3.600
-
-
-
-
1.080
1.080
720
Mei
4.800
-
-
-
-
-
1.440
1.440
Juni
4.800
-
-
-
-
-
-
1.440
Jumlah
22.800
-
900
1.800
2.580
3.360
3.840
4.320

Keterangan:

Penjualan kredit Bulan Januari                                                   = Rp. 3.000.000

1) Penerimaan Piutang Bulan Pebruari   = 30% x Rp. 3.000.000   = Rp.    900.000
1) Penerimaan Piutang Bulan Maret       = 30% x Rp. 3.000.000   = Rp.    900.000
2) Penerimaan Piutang Bulan April         = 20% x Rp. 3.000.000   = Rp.    600.000
2) Penerimaan Piutang Bulan Mei          = 20% x Rp. 3.000.000   = Rp.    600.000
dan seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.

4.2.  Pengumpulan Piutang untuk Penjualan yang Berdiskon
Untuk meningkatkan penjualan, perusahaan sering memberikan diskon (potongan tunai) kepada pembeli yang mampu membayar pada periode waktu yang ditentukan. Lamanya jangka waktu penjualan kredit mengindikasikan kemungkinan adanya diskon bagi pembeli yang membayar lebih awal, periode diskon, dan periode kredit. Kemungkinan adanya diskon ditunjukkan oleh syarat pembayaran seperti 2 / 10 – net / 30. Artinya, pembeli akan memperoleh diskon sebesar 2% apabila dibayar maksimal 10 hari setelah pembelian. Jangka waktu pembayaran kredit selama 10 hari sampai 30 hari, pembeli tidak memperoleh diskon (dibayar bersih sebesar pembeliannya), dan periode pembayaran kredit tersebut maksimal selama 30 hari setelah pembelian. Dengan adanya diskon tersebut menguntungkan bagi penjual dalam 2 hal. Pertama, penjual dapat memperbanyak pembeli baru yang menganggap bahwa diskon merupakan suatu penurunan harga. Diskon ini akan benar-benar menguntungkan penjual apabila pembeli mematuhi syarat pembayaran kreditnya. Kedua, diskon akan memperpendek penagihan piutang karena pembeli akan segera membayar hutangnya pada periode diskon yang ditawarkan.
Sebagai ilustrasi pengumpulan piutang untuk penjualan kredit yang berdiskon, berikut ini diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas.

Contoh 2.
Apabila perusahaan “A” sebagaimana Contoh 1  melakukan kebijakan penjualan kredit yang berdiskon dengan syarat pembayaran 5 / 20, net / 60, maka untuk Tahun 2010 perusahaan menetapkan penjualan kreditnya sebesar 60 % dari total penjualan dengan jangka waktu kredit selama 4 bulan. Dari pengalaman penjualan kredit dengan diskon yang diberikan kepada pembeli, cara pembayarannya adalah sebagai berikut:
a. Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 1 s/d 20 hari setelah bulan penjualan.
b. Sebanyak 20% pembeli membayar dalam waktu 21 s/d 30 hari setelah bulan penjualan
c. Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 31 s/d 60 hari setelah bulan penjualan
d. Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 61 s/d 90 hari setelah bulan penjualan.
e. Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 91 s/d 120 hari setelah bulan penjualan.
Penjualan kredit yang direncanakan selama 6 bulan pertama Tahun 2010 sebagai berikut:
Bulan
Penjualan Total
Penjualan Tunai
Penjualan Kredit

Januari

      Rp. 5.000.000
       Rp. 2.000.000
      Rp. 3.000.000
Pebruari
Rp. 5.000.000
Rp. 2.000.000
Rp. 3.000.000
Maret
Rp. 6.000.000
Rp. 2.400.000
Rp. 3.600.000
April
Rp. 6.000.000
Rp. 2.400.000
Rp. 3.600.000
Mei
Rp. 8.000.000
Rp. 3.200.000
Rp. 4.800.000
Juni
Rp. 8.000.000
Rp. 3.200.000
Rp. 4.800.000

Dari data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan piutangnya yang telah memperhitungkan diskon selama 6 bulan pertama Tahun 2010 sebagai berikut:

Tabel 2.      Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d Juni 2007 (dalam jutaan rupiah)
Bulan Penjualan
Penjualan Kredit
Bulan Pengumpulan Piutang
Jan.
Peb.
Maret
April
Mei
Juni
Juli

Januari

3.000
-
1.4551)
9001)
3001)
3001)
-
-
Pebruari
3.000
-
-
1.4552)
9002)
3002)
3002)
-
Maret
3.600
-
-
-
1.7463)
1.0803)
3603)
3603)
April
3.600
-
-
-
-
1.746
1.080
360
Mei
4.800
-
-
-
-
-
2.3284)
1.4404)
Juni
4.800
-
-
-
-
-
-
2.328
Jumlah
22.800
-
1.455
1.355
2.946
3.426
4.068
4.488
Keterangan:

Penjualan Kredit Bulan Januari                                                       = Rp. 3.000.000

1) Penerimaan Piutang Bulan Pebruari:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000            = Rp.    900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000                                                            = Rp.      45.000
                                                                                                        = Rp.    855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000     = Rp.    600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Pebruari                                  = Rp. 1.455.000
1) Penerimaan piutang Bulan Maret   = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
1) Penerimaan piutang Bulan April     = 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
1) Penerimaan piutang Bulan Mei      = 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000

 

Penjualan Kredit Bulan Pebruari                                                     = Rp. 3.000.000

2) Penerimaan Piutang Bulan Maret:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000            = Rp.    900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000                                                            = Rp.      45.000
                                                                                                        = Rp.    855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000     = Rp.    600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Maret                                      = Rp. 1.455.000
2) Penerimaan piutang Bulan April     = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
2) Penerimaan piutang Bulan Mei      = 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
2) Penerimaan piutang Bulan Juni     = 10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000

Penjualan Kredit Bulan Maret                                                          = Rp. 3.600.000

3) Penerimaan Piutang Bulan April:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.600.000            = Rp. 1.080.000
Diskon = 5% x Rp. 1.080.000                                                         = Rp.      54.000
                                                                                                        = Rp. 1.026.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.600.000     = Rp.    720.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan April                                         = Rp. 1.746.000
3) Penerimaan piutang Bulan Mei      = 30% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.080.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juni     = 10% x Rp. 3.600.000 = Rp.    360.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juli       = 10% x Rp. 3.600.000 = Rp.    360.000

Penjualan Kredit Bulan Mei                                                             = Rp. 4.800.000

4) Penerimaan Piutang Bulan Juni:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 4.800.000            = Rp. 1.440.000
Diskon = 5% x Rp. 1.440.000                                                         = Rp.      72.000
                                                                                                        = Rp. 1.368.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 4.800.000     = Rp.    600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Juni                                         = Rp. 1.455.000
4) Penerimaan piutang Bulan Juli       = 30% x Rp. 4.800.000 = Rp. 1.440.000
dan seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.

4.  RISIKO PENJUALAN KREDIT
Keberhasilan atau kegagalan kebijakan penjualan kredit yang ditetapkan perusahaan terutama tergantung pada permintaan atas produk yang dijualnya. Semakin tinggi permintaan atas produk yang ditawarkan, maka semakin menguntungkan penjualan produk yang bersangkutan. Kebijakan penjualan secara kredit akan meningkatkan penjualan perusahaan, tetapi juga menimbulkan risiko. Namun, beberapa risiko yang mungkin timbul dengan kebijakan kredit ini adalah: periode pengumpulan piutang yang tidak tepat, piutang yang tidak tertagih atau pembeli tidak membayar hutangnya kepada perusahaan (kredit macet) dan besarnya investasi yang tertanam dalam piutang tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari kebijakan kredit tersebut.
Untuk mengurangi dan memperkecil risiko kredit di atas, perusahaan dapat menilai calon debitur berdasar 5K (Karakter, Kapital, Kolateral, Kapasitas dan Kondisi Ekonomi) sebagaimana telah dijelaskan di muka. Di samping itu, perusahaan juga perlu memperkirakan besarnya risiko yang mungkin akan dialami berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lain dengan menganalisa persentase besarnya piutang yang tidak tertagih dan mengklasifikasikan pelanggan menurut lamanya umur piutang.

Contoh 3.
Suatu perusahaan akan meningkatkan penjualan kreditnya sebesar Rp. 10.000.000 dengan jangka waktu kredit maksimal 4 bulan (120 hari). Berdasarkan pengalaman, piutang yang tidak dapat ditagih (kredit macet) dikaitkan dengan umur piutang adalah sebagai berikut:


Tabel 3. Umur Piutang, Penjualan Kredit dan Kredit Macet
Umur Piutang
(hari)
Penjualan Kredit
Piutang Tidak Tertagih
%
Jumlah
%
Jumlah
0 – 20
50 %
Rp.   5.000.000
1 %
Rp.   50.000
21 – 30
20 %
Rp.   2.000.000
2 %
Rp.   40.000
31 – 60
10 %
Rp.   1.000.000
4 %
Rp.   40.000
61 – 90
15 %
Rp.   1.500.000
4 %
Rp.   60.000
     91 – 120
5 %
Rp.      500.000
10 %
Rp.   50.000
Jumlah
Rp. 10.000.000

Rp. 240.000

Tabel di atas menunjukkan bahwa risiko besarnya piutang yang tidak tertagih (bad debt) adalah = Rp. 240.000 atau sebesar (Rp. 240.000 : Rp. 10.000.000) x 100% = 2,4%. Apabila tambahan barang yang dijual secara kredit tersebut memiliki harga pokok penjualan sebesar Rp. 7.000.000 dan mengakibatkan bertambahnya biaya operasi sebesar Rp. 1.000.000, maka manfaat (keuntungan) yang diperoleh adalah:

Tambahan Penjualan Kredit

=
Rp. 10.000.000
Harga Pokok Penjualan
=
Rp.   7.000.000
Tambahan Laba Kotor
=
Rp.   3.000.000
Tambahan Biaya Operasi
=
Rp.   1.000.000
Tambahan Keuntungan
=
Rp.   2.000.000
Piutang Tidak Tertagih
=
Rp.      240.000
Tambahan Keuntungan Bersih
=
Rp.   1.760.000
Apabila risiko piutang tidak tertagih sudah dapat diperkirakan, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan arus kas masuk dari piutang, yaitu dengan mengurangkan piutang yang ada dengan perkiraan risiko yang tidak tertagih.

5. KEBIJAKAN PENAMBAHAN JANGKA WAKTU KREDIT
Kebijakan perusahaan untuk menambah penjualan kredit dapat dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian kredit. Kebijakan ini akan meningkatkan penjualan yang berasal dari pelanggan lama dan masuknya pelanggan baru. Namun demikian, perpanjangan jangka waktu kredit akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan, misalnya tambahan dana untuk investasi pada modal kerja, investasi pada aktiva tetap dan investasi pada piutang itu sendiri.
Perpanjangan jangka waktu kredit dibenarkan apabila hasil (return) yang diharapkan dari perpanjangan waktu kredit tersebut lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan akibat kebijakan tersebut. Sebaliknya apabila perpanjangan jangka waktu kredit mengakibatkan biaya yang harus ditanggung lebih besar daripada hasil yang diperoleh, maka kebijakan tersebut tidak menguntungkan. Untuk lebih jelasnya, kita lihat contoh berikut.
Contoh  4.
Perusahaan “A” dalam Tahun 2010 telah melakukan penjualan hasil produksinya sebanyak 80.000 unit. Seluruh penjualan dilakukan secara kredit dengan jangka waktu 30 hari, Perusahaan merencanakan meningkatkan penjualannya pada tahun-tahun yang akan datang dengan mengubah jangka waktu kreditnya menjadi 60 hari. Dengan mengubah jangka waktu kredit, penjualan Tahun 2001 diharapkan akan naik sebesar 25%. Biaya produksi yang ditanggung perusahaan meliputi biaya tetap sebesar Rp. 22.000.000, biaya variabel per unit Rp. 150,-. Sedangkan harga penjualan per unit adalah Rp. 500,-. Apabila jangka waktu diperpanjang menjadi 60 hari, maka biaya tambahan modal yang diperhitungkan sebesar 30%. Apakah kebijakan perpanjangan jangka waktu kredit tersebut perlu dilaksanakan?
Untuk menyelesaikan masalah di atas, perlu kita lakukan penghitungan manfaat kenaikan penjualan dan biaya yang dikeluarkan dengan perpanjangan waktu kredit, yaitu:

1. Menghitung laba Tahun 2010 : Penjualan 80.000 unit
Penjualan = 80.000 x Rp. 500                                          = Rp. 40.000.000
Biaya Tetap                                        = Rp. 22.000.000
Biaya Variabel = 80.000 x Rp. 150    = Rp. 12.000.000
Harga Pokok Penjualan                                                   = Rp. 34.000.000
Laba                                                      = Rp.   6.000.000

2. Menghitung laba Tahun 2011 : Penjualan 125% x 80.000 unit = 100.000 unit
Penjualan = 100.000 x Rp. 500                                        = Rp. 50.000.000
Biaya Tetap                                        = Rp. 22.000.000
Biaya variabel - 100.000 x Rp. 150   = Rp. 15.000.000
Harga pokok penjualan                                                    = Rp. 37.000.000
Laba                                                      = Rp. 13.000.000

3. Menghitung Tambahan laba dan biaya modal Tahun 2011
Dengan perpanjangan waktu kredit dari 30 hari menjadi 60 hari, maka tambahan laba yang diperoleh adalah = Rp. 13.000.000 – Rp. 6.000.000 = Rp. 7.000.000,-Sedangkan tambahan biaya modal dengan tambahan investasi piutang dapat dihitung sebagai berikut:
       Investasi Piutang Tahun 2010 =  = Rp. 2.833.333
       Investasi Piutang Tahun 2011 =  = Rp. 6.166.667

Tambahan modal investasi = Rp. 6.166.667 – Rp. Rp 2.833.333 = Rp. 3.333.333
Tambahan biaya modal = 30% x Rp. 3.333.333 = Rp. 999.999,99 = Rp. 1.000.000
Dari penghitungan tambahan laba dan tambahan biaya di atas ternyata perpanjangan jangka waktu kredit akan menghasilkan tambahan laba (Rp. 7.000.000) lebih besar dibanding tambahan biaya modalnya, yakni Rp. 1.000.000. Oleh karena itu, kebijakan memperpanjang jangka waktu kredit dapat dibenarkan.



Tidak ada komentar:

 
 
Blogger Templates