Disusun Oleh :
Kelompok : 2C
Anggota :
Lestari
Kusumah Dewi (105050100111010)
Adhitya
Wahyu U (105050100111011)
M.
Faishal H (105050100111012)
Ferdiansyah
R (105050100111014)
Yulianto
Nugroho (105050100111015)
Taufik
Ali Akbar (105050100111023)
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Pola
integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu adalah
memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah
menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di
lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena
limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan
ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh
hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan
tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling
menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha
taninya.
Agar
proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan.
Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun
perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan
tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak
akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.
Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi
sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
Selain hemat energi, keunggulan lain dari
pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem
Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang
petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam
sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk
sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih
bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk
mendapatkan penghasilan.
Pertanian terpadu merupakan pilar
kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi
rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat
menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan
sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah
terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain
itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi
biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomassa yang besar.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana analisis
usaha dari sistem tumpang sari?
2.
Bagaimana analisis
usaha dari sistem produksi
tanaman-ternak?
3.
Bagaimana analisis
usaha dari model pertanian tekno ekologis baik di lahan sawah maupun di lahan
perkebunan?
1.3 Tujuan
Tujuan umum :
1. Memberikan
pengetahuan praktis kepada
mahasiswa tentang peran faktor lingkungan (biotik dan abiotik) dalam sistem
pertanian.
2.
Menganalisa
komponen-komponen dalam sistem pertanian berupa
analisis keuntungan, produktivitas pertanian, dan sustainbilitas pertanian.
3. Mengetahui interaksi terhadap komponen dalam sistem
pertanian dan menelusuri peran lingkungan di setiap tipe sistem pertanian.
Tujuan
khusus :
1. Untuk
memenuhi kewajiban Tugas Praktikum Mata Kuliah “ Sistem Pertanian Terpadu”
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pemilihan tanaman jagung
sebagai naungan cukup ideal karena jagung berbatang lurus dan tata letak
daunnya teratur sehingga persentase intensitas kerapatan sinar matahari dapat
diatur melalui kerapatan jarak tanam, sertadapat meningkatkan produktivitas
lahan dan menambah pendapatan petani. Pertumbuhan tanaman jagung di Malang pada
ketinggian tempat 435 m dpl dan pada
jarak tanam jagung (150cmx20cm), (120cmx20cm) dan (90cmx20cm) Menghasilkan intensitas
naungan 14, 26 dan 68% lebih rendah dibandingkan di Bogor yang berada pada ketinggian
tempat 240 m dpl. Berbagai pola penanaman tumpangsari sudah terbukti bagus pada
lahan yang kering. Disamping sebagai usaha diversifikasi kommoditas, pola
tumpang sari dilihat dapat memanfaatkan lahan dan energy dengan baik. (Pribadi,
Ekwasita Rini. 2007)
System penanaman tumpang
sari dapat pula dilakukan antara tanaman hutan dengan tanaman biasa. Seperti
pada pinus dan tanaman sayuran. System penanaman ini, dapat meningkatkan
produksi kedua tanaman tersebut. Jenis tanaman sayur yang bisa digunakan
diantaranya adalah jagung, kol, kentang, bawang-daun, dan seledri. (Basuki,
Suwidji. 2000)
Dengan mengintegrasikan
tanaman dan ternak dalam suatu sistem usaha tani terpadu, petani dapat
memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus menekan risiko kegagalan
usaha. SITT pada dasarnya tidak terlepas dari kaidah-kaidah ilmu usaha tani
yang berkembang lebih lanjut. Ilmu usaha tani itu sendiri merupakan suatu
proses produksi biologis yang memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya
manusia, modal, dan manajemen yang jumlahnya terbatas. Karena sumber daya
tersebut jumlahnya terbatas maka penerapan SITT dalam proses produksi pertanian
tidak terlepas dari prinsip dan teori ekonomi. Dengan pola usaha tani tanaman-ternak,
petani mampu mengolah lahan 1,5-2,0 ha, yang biasanya hanya mampu 0,7 ha. Di
samping itu, pendapatan petani meningkat hampir dua kali lipat. Bahkan kontribusi
ternak terhadap pendapatan rumah tangga petani menggeser tanaman pangan menjadi
urutan kedua setelah karet. (Kusnadi, Uka. 2008)
Dalam sistem integrasi
tanaman-ternak, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak
menjadi pupuk dan sumber energi alternatif merupakan potensi yang perlu
dikembangkan. Inovasi teknologi pakan ternak dalam Sistem Integrasi
Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) memberikan peluang yang menggembirakan
menuju green and clean agricultural development. Pengembangan usaha tani
tanaman dan ternak secara bersama-sama menambah pendapatan petani. Potensi
limbah pertanian tanaman pangan dalam bentuk jerami padi yang sangat besar, dan
sebagian besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, memberi inspirasi
kegiatan penelitian berikutnya ke arah integrasi tanaman pangan (padi) dan
ternak (sapi). Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan
dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain
melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem
ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang yang
merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah.
Bahkan semua limbah ternak dan pakan dapat diproses secara in situ untuk menghasilkan biogas sebagai
energi alternatif. Residu pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan
sumber pupuk organic bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil
amendment). Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang
terbuang akan bermakna melestarikan perputaran unsure hara dari tanah-tanaman-ternak-kembali
ke tanah secara sempurna. Kearifan lingkungan ini perlu ditumbuhkembangkan secara
luas sehingga mampu menjaga kelestarian sumber daya alam. (Haryanto, Budi.
2009)
Gambaran keterkaitan
antara tanaman dan ternak dalam kerangka usaha tani tradisional adalah
pemanfaatan sumber daya lahan, tenaga kerja, dan modal secara optimal untuk
menghasilkan produk seperti hijauan pakan ternak, tenaga ternak, dan padang
penggembalaan, serta produk akhir seperti tanaman serat, tanaman pangan, dan
daging. Namun demikian, vegetasi sebagai sumber hijauan sangat berfluktuasi
baik produksi maupun komposisinya. Hal ini merupakan risiko dari usaha ternak
dalam suatu system tanaman-ternak, sehingga diperlukan sinkronisasi atau sinergisme
antara pola pemeliharaan ternak dan dinamika vegetasi agar dicapai sasaran yang
optimal. Pada sistem seperti ini, tanaman menghasilkan hijauan pakan ternak
untuk menghidupi ternak yang akan menghasilkan tenaga untuk pengolahan lahan (membajak),
pupuk, dan daging. Adapula beberapa macam resiko, yang ada pada bidang
pertanian, diantaranya adalah produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial,
teknologi, kerusakan, social dan hukum, serta manusia. (Soedjana, Tjeppy D.
2007)
Perkembangan konversi
lahan didisagregasi menjadi dua. Pertama, perkembangan konversi lahan menurut wilayah
administratif, dalam hal ini pulau. Kedua,
perkembangan konversi lahan menurut jenis irigasi, dalam hal ini irigasi
teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Konversi
lahan sawah didefinisikan sebagai konversi lahan neto. Artinya luas lahan tahun t (Lt)
adalah luas lahan tahun sebelumnya (Lt-1) ditambah pencetakan sawah baru (Ct)
dikurangi alih fungsi lahan sawah (At). Dengan 5 berjalannya waktu dan
penerapan teknologi, diharapkan lahan
baru tersebut akan meningkat kualitasnya.
Saat ini banyak lahan sawah pada sentra produksi padi di Luar Jawa yang
mampu menghasilkan produksi gabah sama dengan lahan sawah di Jawa. (Ilham,
Nyak. 2000)
Dalam proses
penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh ha-sil samping berupa (1)
sekam (15-20%), yaitu bagian pembungkus/ku-lit luar biji, (2) dedak/bekatul
(8-12%) yang merupakan kulit ari, di-hasilkan dari proses penyosohan, dan (3)
menir (±5%) merupakan bagian beras yang hancur. Apabila produksi gabah kering
giling nasio-nal 49,8 juta t/tahun (pada tahun 1996), maka akan diperoleh sekam
7,5-10 juta ton, dedak/bekatul 4-6 juta ton, dan menir 2,5 juta ton. sistem
penggilingan padi, baik ditinjau dari kapasitas giling maupun teknik
penggilingan akan berpengaruh terhadap mutu beras. Sistem penggilingan padi
secara tidak langsung juga menentukan jumlah dan mutu hasil sampingnya,
terutama bekatul dan menir. Penggilingan dengan kapasitas besar dan kontinu,
umumnya menghasilkan beras dengan mutu bagus dan rendemen beras keseluruhan
tinggi (63-67%). Penggilingan kapasitas besar biasanya dilengkapi dengan
grader, sehingga menir langsung dipisahkan dari beras ke-pala. Ditinjau dari
menir yang terpi-sahkan, maka dari sistem penggi-lingan ini diperoleh menir
bermutu baik dengan jumlah yang banyak (3-5%). Bekatul yang dihasilkan dari
sistem penggilingan ini mutunya ku-rang baik, karena masih tercampur dengan
dedak dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala sedang, de-ngan sistem semi
kontinu maupun diskontinu akan menghasilkan be-katul dengan jumlah cukup banyak
dan mutu baik. Hal ini karena bekatul, yang dihasilkan dari mesin sosoh kedua,
terpisah dengan dedak, yang dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Apabila
bekatul akan digunakan sebagai bahan pangan, maka sebaiknya hanya diambil dari
hasil mesin sosoh kedua, karena tidak lagi tercampur dengan dedak (bekatul
kasar) dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala kecil, yang hanya
menggunakan satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh umumnya
menghasilkan bekatul dengan mutu kurang baik dan jumlah sedikit. Penggilingan
padi skala besar, yaitu penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak
lebih dari 60 HP (Horse Power) dan ka-pasitas produksi lebih dari 1000 kg/j,
baik menggunakan sistem kontinu maupun diskontinu. PPB sistem kontinu terdiri dari
satu unit penggiling padi lengkap, semua mesin pecah kulit, ayakan, dan
penyosoh berjalan secara kontinu, dengan kata lain masuk gabah keluar beras
giling. PBB diskontinu minimal terdiri dari empat unit mesin pemecah kulit dan
empat unit mesin penyosoh yang dioperasikan tidak sinambung atau masih
menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan
dari satu tahapan proses ke tahapan lain. Penggilingan padi skala sedang
menggunakan tenaga penggerak 40-60 HP, dengan kapasitas produksi 700-1000 kg/j.
Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh.
PPS ini menggunakan sistem semi kontinu, yaitu mesin pecah kulitnya kontinu,
sedangkan mesin sosoh-nya masih manual. Penggilingan padi skala kecil ialah
penggilingan padi yang meng-gunakan tenaga penggerak 20-40 HP, dengan kapasitas
produksi 300-700 kg/j. Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit
mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh ini sering disebut Rice Milling Unit (RMU). Di pedesaan masih
terdapat Huller, yaitu peng-gilingan
padi yang menggunakan tenaga penggerak kurang dari 20 HP dan kapasitasnya
kurang dari 300 kg/j. Huller terdiri dari satu unit mesin pemecah kulit dan
satu unit penyosoh. Beras yang dihasilkan mutu gilingnya kurang baik, umumnya
untuk dikonsumsi sendiri di pedesaan. Berdasarkan teknik penggilingannya,
penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan kontinu, semi
kontinu, dan diskontinu. Sistem penggilingan kontinu ialah sistem penggilingan di
mana seluruh tahapan proses berjalan langsung/ban berjalan. Mesin ini sangat
lengkap, terdiri dari mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras pecah
kulit (paddy separation), penyosoh (polisher), dan ayakan beras (grader). Sistem
semi kontinu, yaitu sistem penggilingan padi di mana mesin pemecah kulitnya
dioperasikan secara kontinu, namun mesin penyosohannya masih manual. Umumnya
sistem ini terdapat pada PPS. Pada sistem diskontinu seluruh proses dilakukan
secara manual, umumnya digunakan pada PPK. (Widowati, Sri. 2001)
Pemanfaatan teknologi
alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang ramah lingkungan dan mengacu kepada
perbedaan kondisi spesifik wilayah merupakan keharusan dan unsur penting untuk
meningkatkan efisiensi produksi persatuan lahan dan persatuan waktu,
meningkatkan intensitas tanam dan mendukung pengolahan hasil dengan produk
olahan berkualitas dan berdaya saing tinggi. Kekurangan tenaga kerja pada saat
demikian mendorong beberapa petani mengatasi masalah dengan menggunakan
traktor. Ada alat bernama alat tanam benih langsung, Alat ini dapat
memperpendek lama masa tanam serta mengurangi biaya tanam. Alat ini berkembang
dengan baik bahkan masyarakat sendiri melakukan berbagai modifikasi yang
diperlukan, misalnya modifikasi bahan.
Bahan atabela yang tadinya terbuat dari logam diganti dengan bahan
paralon. Modifikasi lainnya dilakukan terhadap
bentuk dan sistem penggunaannya, misalnya bentuk menjadi lebih kecil dan sangat
portable dan sistem knock down. Penyiang cakar beroda, dikerjakan dengan tenaga
manusia, tetapi dapat mengurangi beban fisik karena pekerja tidak perlu
membungkuk pada saat menyiang gulma. Alat perontok gabah untuk melayani
kegiatan pascapanen (power dan pedal tresher).
Kebutuhan tenaga kerja pada usaha tani padi kadang-kadang bersifat
musiman. Periode sibuk adalah bulan-bulan musim tanam, panen dan perontokan
gabah. Pada periode tersebut, petani sering kekurangan tenaga kerja, sehingga
bantuan alat mesin perontok gabah diperlukan. Alat pengering (dryer)
penggunaannya masih relatif sedikit. Untuk pengeringan kebanyakan petani-petani
masih lebih banyak memanfaatkan lantai
jemur. Alat pertanian yang lain seperti unit penggilingan padi, pembuatan tapioka, penepung beras, perajang singkong
dan penggilingan tahu tempe. Masih
sedikit alat ini yang dioperasikan untuk memudahkan pekerjaan
perempuan. Alat penumbuk padi. Di
beberapa desa kaum perempuan mulai segan melakukan pekerjaan menumbuk padi,
walaupun secara tradisional pekerjaan ini dilakukan mereka. Menumbuk padi
sekarang dilakukan oleh penggilingan padi (huller). Untuk pekerjaan itu mereka
harus membayar dan pemilik mesin penggilingan juga memperoleh dedak yang dihasilkan.
(Suhaeti, Rita Nur. 2012)
Industri kelapa sawit
menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti
sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid Bungkil inti sawit mempunyai
nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan
protein kasar 15% dan energy kasar 4.230 kkal/kg sehingga dapat berperan
sebagai pakan penguat (konsentrat). (Utomo, Bambang Ngaji. 2004)
Di areal perkebunan
kelapa sawit dan karet, vegetasi bawah tumbuh disela-sela tanaman utama dan
menjadi pengganggu jika terlalu dekat dengan tanaman tersebut. Namun terkadang
vegetasi ini dibiarkan tumbauh meliar karena dapat mencegah terjadinya erosi,
mengatur tata air, mengurangi evaporasi dan membnetuk iklim mikro. Bahkan golongantertetnu sperti
kacang-kacangan sengaja ditanam untuk membantu dalam pengikatan nitrogen tanah.
(Athathorick, T. Alief. 2005)
Factor pendukung usaha
tani antara lain adalah lahan (termasuk kesuburan tanah), tanaman dan hewan
(termasuk factor genetis dan fisiologis), energy matahari, suhu lingkungan,
yang baik serta air yang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman dan hewan.
Beberapa benutk usaha
tani yang dikenal adalah penanaman dengan satu macam tanaman, bisa berupa
tanaman perkebunan, hutan rakyat maupun tanaman buah-buahan. Bentuk yang kedua
adalah bila sudah memasukkan satu jenis tanaman lain dalam penanamn tunggal,
suatu bentuk penanaman dengan dua macam tanamn, yang disisipkan pada tnaaman
utama. Bentuk kedua dalah, tanaman yang sama tapi waktu penanaman yang berbeda.
Biasanya bagi perkebunan. Bentuk ketiga adalah tanaman ganda dimana dalam suatu
lahan ditanam dua jenis tanaman atau lebih secara bersama-sama. Bentuk keempat
adalah perkembangan dari tanaman ganda dan tanaman sisipan adalah menanam
beberapa tanaman dalam satu area dimana bisa bersamaan waktunya maupun tidak
yang mana masing0masing tanaman memiliki tujuan yang berbeda.
Pola penanaman
tumpangsari, adalah dimana penanaman dilakukan dengan satu atau lebih tanaman
pada lahan yang sama dan waktu yang sama. Biasanya dilakukan pada lahan yang
sempit. Keuntungan tumpangsari adalah : peningkatan total produktifitas tanaman
dapat tercapai bila menggunakan manajeman yang baik dan kombinasi dalam
tumpangsari merupakan contoh keseimbangan pengambilan hara pada lapisan tanah
yang berbeda. Keberhasilan pola ini,bergantung pada : iklim, kondisi tanah,
irigasi, drainase, jenis tanaman dan variasainya, tenaga kerja, kredit dan
pemasaran hasil. (Sukamto, Benedictus,dkk. 2007)
Pola integrasi antara
tanaman dan ternak atau yang sering
disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan
dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang
di lahan pertanian, sehingga pola ini
sering disebut pola peternakan tanpa
limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. contoh
sederhana pertanian terpadu adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung,
maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman merupakan limbah yang
harus dibuang oleh petani. Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep
pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan
luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep
ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan
sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma.
Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan
pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. hewan atau ternak bisa beragam
fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk,
seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki
fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan
sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. (Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian.
2012)
BAB
III
MATERI
DAN METODE
1.
MATERI
A. Praktikum
I : Usaha Tani Campuran (MIXED FARMING
SYSTEM)
Nama Petani : Bpk. Solikan
Jenis Tanaman: Rumput
Gajah, Jagung
B. Praktikum
I : SISTEM Produksi Tanaman Ternak
Nama Petani : Bpk. Solikan
Jenis Tanaman: Rumput
Gajah, Jagung
Jenis Ternak : Sapi
C. Praktikum
I : Model Pertanian Tekno-Ekologis (di
Kawasan Lahan Sawah)
Nama Petani : Bpk. H. Komsin
Jenis Tanaman: Padi
Jenis Ternak : Ayam
D. Praktikum
I : Model Pertanian Tekno-Ekologis (di
Kawasan Lahan Perkebunan)
Nama Petani : Bpk. Nur Jannah
Jenis Tanaman: Kopi
2. METODE
Observasi adalah suatu
cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek
dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis
tentang hal-hal tertentu yang diamati. Banyaknya periode observasi yang perlu
dilakukan dan panjangnya waktu pada setiap periode observasi tergantung kepada
jenis data yang dikumpulkan. Apabila observasi itu akan dilakukan pada
sejumlah orang, dan hasil observasi itu akan digunakan untuk mengadakan
perbandingan antar orang-orang tersebut, maka hendaknya observasi terhadap
masing-masing orang dilakukan dalam situasi yang relatif sama.
BAB
III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
observasi serta wawancara dengan petani tumpang sari / 3 strata dan juga
sebagai peternak, yang bernama bapak Solikan 31 tahun yang bertempat di jalan
Mawar RT 01 RW 03 Watugede Singosari Malang. Dalam rumah beliau tinggal bersama
istri dan anaknya yang masih kecil.Bapak Solikan memiliki luar areal pertanian
sekitar 1000 M2, dan luas areal peternakan sekitar 200M2.Seluruh
tanah yang dimiliki oleh bapak Solikan merupakan warisan dari orang tuanya yang
dulunya juga sebagai petani.
Komoditi
pertanian yang diproduksi oleh bapak Solikan adalah rumput gajah sebagai pakan
ternak, jagung untuk dijual dan jika yang masih tebon dapat juga digunakan
sebagai pakan ternak. Selain itu pak Solikan juga menanam ketela pohon sebagai
pagar/pembatas antara tanaman jagung dengan rumput gajah. Sedangkan komoditi
peternakan yang dipelihara oleh pak Solikan ini adalah sapi pedaging yang
berjumlah 8 ekor
Lokasi
pertanian milik pak Solikan berada di timur sekitar 200 meter dari rumahnya
sedangkan lokasi peternakan milik beliau berada tepat disamping rumahnya.
Jagung yang ditanam oleh pak Solikan seluas 500 M2 dan untuk rumput
gajah juga sama yaitu 500 M2 sedangkan untuk pembatas antara rumput
gajah dengan jagung ditanami ketela pohon, hingga pinggir sampai memutari areal
ladang jagung dan rumput gajah tersebut.Hal ini sesuai dengan pendapat (Basuki
Suwidji 2000) yang menyatakan bahwa System penanaman tumpang sari dapat
meningkatkan produksi kedua tanaman tersebut jenis tanaman sayur yang bisa
digunakan diantaranya adalah jagung, ketela pohon, kol, kentang, bawang-daun,
dan seledri.
Selain
itu pendapat dari Basuki juga disanggah dengan (Pribadi, Ekwasita Rini. 2007)
Berbagai pola penanaman tumpangsari sudah terbukti bagus pada lahan yang
kering. Disamping sebagai usaha diversifikasi komoditas, pola tumpang sari
dilihat dapat memanfaatkan lahan dan energy dengan baik.
Analisis usaha dari sistem
tumpang sari/ 3 strata
Tanaman
yang ditanam antara lain jagung, rumput gajah dan ketela pohon sebagai pagar.
Setiap kali panen tanaman jangung bisa menghasilkan 3,5 ton jagung, pak solikan
melakukan pemupukan untuk tanaman jagung 3 kali pada setiap masa tanam yaitu
pupuk Urea, KCl, dan TSP. Untuk jagung tidak memakai pupuk kandang karena jika
menggunakan pupuk kandang dari hasil limbah ternak akan mengakibatkan tumbuhnya
tanaman lain seperti gulma. Tapi sebaliknya untuk rumput gajah, pak Solikan menggunakan
pupuk kandang dari hasil limbah ternak miliknya untuk meningkatkan pertumbuhan
dari rumput gajahnya untuk menghemat biaya produksi.
Hal
ini sesuai dengan pendapat (Haryanto, Budi. 2009) Pemanfaatan limbah tanaman
sebagaipakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif
merupakan potensi yang perlu dikembangkan.
Teknik Penanaman Jagung
1. Penentuan
Pola Tanam
Pola
tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam
ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang tersedia (tanah,
tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di
daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan
memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya
tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu
disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
Pola tanam yang digunakan oleh pak
Solikin yaitu Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1
tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung
dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, rumput gajah.
2. Cara Penanaman
Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap
lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga digunakan jarak tanam 75 x 50 cm,
setiap lubang ditanam dua tanaman. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik
pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau
waktu musim hujan hampirberakhir, benih jagung ini dapat ditanam. Tetapi air
hendaknya cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat penanaman
sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering,
perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun.
Pembuatan lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang
membuat lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk dasar
dan menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung yang
dikehendaki, bila dikehendaki 2 tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan 3
biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang
dimasukkan 2 butir benih per lubang.
3.
Pemeliharaan
Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman.
1. Penjarangan dan Penyulaman.
Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah
tanaman per lubang sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang
tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman
tersebut harus dikurangi.
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati.
Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam.
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati.
Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam.
2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembubunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman.
Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman.
Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
4.
Pemupukan
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50- 100 kg.Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap.
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50- 100 kg.Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap.
·
Pada
tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam.
·
Pada
tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur
3-4 minggu setelah tanam.
·
Pada
tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur
8 minggu atau setelah mulai keluar.
5.
Pengairan
dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan
penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab. Pengairan berikutnya
diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman tidak layu. Namun
menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu
dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanamanjagung.
6.
Waktu
Penyemprotan Pestisida
Penggunaan pestisida hanya diperkenankan
setelah terlihat adanya hama yang dapat membahayakan proses produksi jagung.
Adapun pestisida yang digunakan yaitu pestisida yang dipakai untuk
mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya memperlihatkan
kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga
perlakuan ini akan lebih efisien.
7.
Panen
Ciri
jagung yang siap dipanen adalah:
a)
Umur
panen adalah 86-96 hari setelah tanam (3bulan)
b)
Jagung
siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan
adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c)
Biji
kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.Jagung untuk sayur
(jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu
diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen
ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji
dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk
makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai
keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya:
sebagian besar daun dan kelobot telah menguning.
Apabila bijinya dilepaskan akan ada
warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol).
Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
Biaya produksi
·
Bibit:
benih jagung 10 kg @ Rp. 50.000,- → Rp. 1000.000,-
·
Pupuk
- Urea: 250 kg @ Rp. 1.800,- → Rp. 450.000,-
- TSP 36: 75 kg @ Rp.2.000,- → Rp. 150.000,-
- KCl: 40 kg @ Rp. 1.950,- → Rp. 78.000,-
- Urea: 250 kg @ Rp. 1.800,- → Rp. 450.000,-
- TSP 36: 75 kg @ Rp.2.000,- → Rp. 150.000,-
- KCl: 40 kg @ Rp. 1.950,- → Rp. 78.000,-
·
Pestisida
- Insektisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- → Rp. 100.000,-
- Insektisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- → Rp. 100.000,-
·
Tenaga
kerja
- Pengolahan lahan4 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 480.000,- (3 hari)
- Penanaman: 3 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 240.000,- (2 hari)
- Penyiangan dan pembumbunan (borongan) →Rp. 100.000,-
- Pemupukan: 2 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 320.000,- (2 hari x 2)
- Pemeliharaan lain →Rp. 100.000,-
- Pengolahan lahan4 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 480.000,- (3 hari)
- Penanaman: 3 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 240.000,- (2 hari)
- Penyiangan dan pembumbunan (borongan) →Rp. 100.000,-
- Pemupukan: 2 orang @ Rp. 40.000,- →Rp. 320.000,- (2 hari x 2)
- Pemeliharaan lain →Rp. 100.000,-
·
Panen
Rp. 150.000,-
·
Biaya
lain-lain Rp. 100.000,-
·
Total
: Rp. 2.418.000,-
8.
Pendapatan
3,5 ton @ Rp. 2.500,- → Rp. 8.750.000,-
9.
Keuntungan
Bersih →Rp. 6.332.000,- (setiap panen)
Teknik Penanaman Rumput Gajah integrasi dengan
ternak Sapi
o Penentuan
Pola Tanam
Pola
tanam yang dilakukan oleh pak Solikan yaitu pola monoculture/tunggal atau
secara merapat.Hal ini tentu
berkaitan dengan treatment dan perawatan yang optimal yang perlu diberikan.
o
Persiapan
Lahan
a. Persiapan Lahan
Tanaman pakan ternak menghendaki tanah
yang gembur dan subur. Tanah yang miskin hara sebaiknya dipupuk terlebih dahulu
dengan pupuk kandang. Waktu pengolahan/persiapan lahan sebaiknya pada akhir
musim kemarau menjelang musim penghujan.
b. Pengolahan Tanah
Pada tahapan ini yang dilakukan adalah
melakukan pembersihan, pembajakan dan penggaruan untuk menggemburkan tanah.
Pembersihan dilakukan terhadap pohon-pohonan semak belukar dan alang-alang.
o
Penanaman
Penanaman bibit rumput gajah dapat
melalui biji, sobekan rumpun (pols) batang atau stek. Penanaman yang lebih
mudah melalui sobekan rumpun dan stek. Pada penggunaan sobekan rumpun dapat
diambil 3 – 4 akar rumpun yang ukurannya tidak terlalu kecil. Jarak tanam yang
ideal adalah 30 X 50 cm. Apabila batang/stek yang digunakan maka harus dipilih
umur batang yang cukup tua (sekitar 2 bulan) dengan jumlah mata ruas 2- 3 buah.
Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 x 30 cm dengan posisi batang ditancapkan
miring 30˚ untuk mempermudah pertumbuhan akar. Pemupukan dapat dilakukan pada
saat umur rumput 2 – 3 minggu.
o
Pemeliharaan
Pemeliharaan berkala dapat dilakukan
dengan penyulaman dan penyiangan atau merapikan rumpun yang tumbuh subur di
luar jalur tanam. Pengairan dapat dilakukan sebelum pemupukan pada saat kondisi
lahan terlalu kering.
o
Pemupukan
·
Pupuk
Dasar dan Penanaman setelah melakukan pengolahan lahan, dilanjutkan dengan
pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang (manure sapi) (±1 ton/ha) dan
dilanjutkan dengan mengguludkan lahan tanam. Kemudian dilakukan penanaman
dengan metoda stek batang.
·
Pemupukan
KeduaPemupukan kedua dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan menggunakan pupuk
NPK (16:16:16) dengan dosis 60 kg / hektar. Pemupukan kedua ini biasanya
dibarengi dengan penyaueran (menimbunkan tanah dan rumput liar untuk
meninggikan guludan).
·
Pemupukan
Lanjutan
Pemupukan kimia selanjutnya dilakukan pada musim hujan yang akan datang. Untuk selanjutnya diharapkan pemupukan cukup dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kali per tahun, 1 kali pada musim hujan, dan 1 kali pada musim kemarau.
Pemupukan kimia selanjutnya dilakukan pada musim hujan yang akan datang. Untuk selanjutnya diharapkan pemupukan cukup dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kali per tahun, 1 kali pada musim hujan, dan 1 kali pada musim kemarau.
o
Pemanenan/pemotongan
Rumput gajah dapat dipanen pada umur 30-40
hari atau sebelum rumput berbunga. Umumnya pada umur lebih dari 50 hari, rumput
akan mulai berbunga dan mengeras batangnya, hal ini harus dihindari karena
dapat menurunkan nilai gizi dari rumput yang akan dikonsumsi ternak. Pemotongan
dilakukan pada ruas batang terbawah dengan menyisakan batang sepanjang 5-10 cm.
Biaya
Produksi Rumput gajah
·
Bibit
500 kg @ Rp. 1000,-
·
Pupuk
o Pupuk kandang I 500 kg @ Rp. 500,- → Rp. 250.000,-
o NPK 30 kg @ Rp. 2.300,- → Rp. 69.000,-
·
Tenaga
kerja
o
Pengolahan
lahan3 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 360.000,- (3 hari)
o
Penanaman:
2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 160.000,-
(2 hari)
o
Penyiangan
dan pembumbunan (borongan) → Rp. 100.000,-
o
Pemupukan:
2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 320.000,-(2 hari x 2)
o
Pemeliharaan
lain →
Rp. 100.000,-
·
Total
Rp.
1.359.000,-
o
Panen
10 ton 2 x dalam sebulan
a.
Diberikan
ternak sapi 8 ekor 160 kg setiap hari
Sebulan @ 160 x 30
hari →
4,8 ton.
b.
Sisa
5200 kg dijual @ Rp. 350,- → Rp. 1.820.000,-
o
Keuntungan
bersih setiap bulan → Rp.
461.000,-
1.
Biaya
Produksi ternak sapi
a.
Bibit
8 ekor @ Rp. 2.000.000,- → Rp. 16.000.000,-
b.
Pakan
konsentrat 48 Sak @ Rp. 225.000,-
Total : Rp.
10.800.000,-
c.
Pakan
Hijauan 4,8 ton @ didapat dari rumput gajah miliknya sendiri.
d.
Harga
jual @ Rp. 7.500.000,-
e.
Suplement
Rp. 100.000,-
f.
Tenaga
kerja Rp. 40.000,- per hari → Rp. 1.200.000,-
g.
Lain
lain Rp. 1.000.000,-
h.
Total
biaya produksi →Rp. 36.600.000,-
2.
Harga
jual
8
ekor sapi : Rp. 60.000.000
3.
Keuntungan
bersih →Rp.23.400.000,-
Untuk
praktikum pertama, yakni pada lahan tumpangsari, dari data jagung dan rumput
gajah didapatkan R/C Ratio sebesar sebagai berikut:
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 10.570.000/Rp 3777000
= 2,8
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha
dengan sistem tumpangsari tersebut bersifat menguntungkan.
Untuk
praktikum kedua, masih sama dengan praktikum pertama hanya saja ditambah dengan
hasil penghitungan dari ternaknya, sehingga didapat R/C Ratio sebesar :
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 70.570.000/Rp 40.377.000
= 1,75
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha
dengan sistem tanaman-ternak tersebut bersifat menguntungkan.
Untuk
pelaksanaan praktikum ketiga, dilakukan padaa petani/peternak yang memiliki
lahan sawah besertaperalatan teknologis untuk mengolah hasil sawah tersebut,
dan dari hasil sampingnya bisa diberikan kepada ternak yang dipeliharanya.
Praktikum ini dilaksanakan didaerah Singosari. Sementara itu petani/peternak
yang kami wawancarai bernama Bapak H. Kosim. Beliau memiliki lahan sawah yang
ditanami padi varietas membramo. Untuk ternak yang dipelihara adalah ayam.
Bapak Kosim ini, memiliki alat teknologis, diantaranya adalah alat pemecah
gabah, yang berfungsi untuk memecah padi atau mengupas kulitnya. Hasil samping
dari penggunaan alat ini adalah sekam padi yang kosong. Mesin ini berkekuatan
6-12 pk. Kemudian ada polesor yang berfungsi untuk memutihkan gabah, mesin ini
berkekuatan 10 pk. Cara kerjanya adalah dengan memasukkan padi alat, untuk
menghidupkan alat, dapat dilakukan dengan memutar karetnya. Masa pakai
alat-alat tersebut kurang lebih sekitar 5 tahun. Hasil samping dari selepan
tersebut, biasanya akan diberikan pada ayam dengan ditambahkan nasi. Ayam
tersebut hanya dikonsumsi untuk keluarga Bapak Kosim sendiri. Jadi tidak
dibutuhkan data produksinya.
Hal
diatas mengenai peralatan pertanian, ssesuai dengan yang diungkapkan pada
literature, yakni oleh (Widowati Sri. 2001), bahwa dalam
proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa sekam
(15-20%), (2) dedak/bekatul (8-12%) yang merupakan kulit ari, di-hasilkan dari
proses penyosohan, dan (3) menir (±5%) merupakan bagian beras yang hancur. Umumnya
PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS
ini menggunakan sistem semi kontinu, yaitu mesin pecah kulitnya kontinu,
sedangkan mesin sosoh-nya masih manual. Di pedesaan masih terdapat Huller, yaitu peng-gilingan padi yang
menggunakan tenaga penggerak kurang dari 20 HP. Karena sesuai data yang
didapat, pak Kosim hanya memiliki alat penggilingan padi berkekuatan dibawah
20, yakni masih 6-12 pk.
Biaya produksi padi
·
Bibit:
benih padi 20 kg @ Rp. 9750,- → Rp. 195.000,-
·
Pupuk
- Urea: 75 kg @ Rp. 1.800,- → Rp. 135.000,-
- TSP 36: 50 kg @ Rp.2.000,- → Rp. 100.000,-
- phonska: 200 kg @ Rp. 2300,- → Rp. 460.000,-
- Urea: 75 kg @ Rp. 1.800,- → Rp. 135.000,-
- TSP 36: 50 kg @ Rp.2.000,- → Rp. 100.000,-
- phonska: 200 kg @ Rp. 2300,- → Rp. 460.000,-
- ZA: 175 kg @
Rp 1400,- → Rp. 245.000,-
- organik : 400
kg @ Rp. 500,- → Rp. 200.000,-
·
Pestisida
- Insektisida: 2 liter @ Rp. 100.000,- → Rp. 200.000,-
- Insektisida: 2 liter @ Rp. 100.000,- → Rp. 200.000,-
- Herbisida: 1
liter @ Rp. 225.000,- → Rp. 225.000
·
Tenaga
kerja
- Pengolahan lahan 4 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 480.000,- (3 hari)
- Penanaman: 7 orang (borongan) → Rp. 540.000,- (1 hari)
- Penyiangan dan pembumbunan (borongan) → Rp. 200.000,-
- Pemupukan: 2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 80.000,- (1 hari )
- Pemeliharaan lain → Rp. 200.000,-
- Pengolahan lahan 4 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 480.000,- (3 hari)
- Penanaman: 7 orang (borongan) → Rp. 540.000,- (1 hari)
- Penyiangan dan pembumbunan (borongan) → Rp. 200.000,-
- Pemupukan: 2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 80.000,- (1 hari )
- Pemeliharaan lain → Rp. 200.000,-
·
Panen
Rp. 100.000,-
·
Biaya
lain-lain Rp. 100.000,-
·
Total
: Rp. 3.460 .000,-
10. Pendapatan 5,2 ton @ Rp. 3.900,- → Rp. 20.280.000,-
11. Keuntungan Bersih →Rp.16.820.000,- (setiap panen)
Untuk praktikum ketiga
ini, didapatkan R/C Ratio sebesar :
R/C
Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 20.280.000/Rp
3.460.000
= 5,86
Jadi,
karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.
Untuk system perkebunan,
jadi pemilik perkebunan tidak hanya mengolah perkenbunannya, jadi ia juga
memiliki ternak yang dapat memanfaatkan hasil samping dari perkebunan. Selain
itu, ia juga memilki alat teknologis, yang dapat digunakan untuk mengolah hasil
perkebunan.
Dari hasil observasi,
jenis tanaman yang ditanaman dilahan perkebunan milik ibu Nurjanah adalah pohon
kopi yang diselingi dengan lamtoro sebagai pagar. Lahan itu seluas 0,15 ha.
Tanmana dipupuk dengan pupuk urea, kcl dan tsp yang masing-masing berjumlah ½
kg. terkadang juga ditambah dengan pupk kandang sebagai hasil limbah dari
ternak yang dipelihara, yakni 12 ekor domba. Untuk kopi dipanen 1 tahun sekali,
dengan jumlah kurang lebih adalah 3 ton, yang dijual dengan harga Rp 15.000,00/kg. Pohon kopi yang
ditanam kurang lebih berjumlah 450 pohon. Pemasaran dilakukan dengan
pengambilan oleh tukang pembeli kopi, atau sebagian diselep, yang hasilnya
kemudian dijual. Namun kwalitas hasil selepan tidak terlalu bagus, biasanya
kopi tersebut pecah karena kwalitasnya yang jelek. Untuk lamtoro di panen 1
kwintal dalam setahun. Yang dijual dengan harga Rp 5.000,00/kg. selain itu
pemilik juga mempunyai ternak domba sebanyak 12 ekor. Yang terdiri dari 2
pejantan dan 10 ekor induk.
Sesuai dengan pernyataan
pada literature (Athathorick, T. Alief. 2005), bahwa disela-sela tumbuhan
perkebunan bisa ditanami dengan tanamn lain. Sementara sesuia dengan observasi
kami, sela-selanya ditanami dengan lamtoro yang sekaligus berfungsi sebagai
pagar.
Biaya produksi kebun kopi
·
Bibit:
450 batang kopi @ Rp. 3000,- → Rp. 1.350.000,-
·
Pupuk
- Urea: 10 kg @ Rp. 1.800 → Rp. 90.000,-
- Urea: 10 kg @ Rp. 1.800 → Rp. 90.000,-
- NPK: 15 kg @
Rp. 8.000,- → Rp. 120.000,-
·
-
Herbisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- → Rp. 200.000
·
Tenaga
kerja
- Pengolahan lahan 2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 80.000,-
- Penanaman: 3 orang (borongan) → Rp. 200.000,-
- Pemupukan: 1 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 40.000,-
- Pemeliharaan lain → Rp. 100.000,-
- Pengolahan lahan 2 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 80.000,-
- Penanaman: 3 orang (borongan) → Rp. 200.000,-
- Pemupukan: 1 orang @ Rp. 40.000,- → Rp. 40.000,-
- Pemeliharaan lain → Rp. 100.000,-
·
Panen
Rp. 150.000,-
·
Biaya
lain-lain Rp. 100.000,-
·
Total
: Rp. 2.530 .000,-
12. Pendapatan 3 ton @ Rp. 15.000,- → Rp. 45.000.000,-
13. Keuntungan Bersih →Rp.42.470.000,- (setiap panen)
Tanaman Lamtoro sebagai pagar kebun kopi
menghasilkan 100kg/ tahun. Harga per kg Rp.5.000 sehingga dalam setahun
menghasilkan Rp. 500.000,-.
Produksi domba 10 ekor induk, 2 ekor pejantan. Satu
induk melahirkan rata-rata 2 ekor anak, satu ekor domba anaknya sebesar Rp.
300.000. jadi jika 10 ekor domba betina melahirkan 2 ekor anak, maka 20 ekor x
Rp 300.000 = Rp 6.000.000
a.
Pakan
konsentrat 32 Sak @ Rp. 225.000,-
Total : Rp. 7.200.000,-
b.
Pakan
Hijauan 3,8 ton – Rp 2000,-/kg = Rp 7.600.000
c.
Suplement
Rp. 100.000,-
d.
Tenaga
kerja Rp. 40.000,- per hari → Rp. 1.200.000,-
e.
Lain
lain Rp. 1.000.000,-
f.
Total
biaya produksi →Rp. 17.100.000
Jadi R/C Ratio yang didapat adalah
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 51.500.000/Rp 19.630.000
= 2,62
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut
dikatakan menguntungkan.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
·
Usaha tani campuran
adalah suatu system dimana dalam satu lahan bisa ditanami dengan lebih dari
satu jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan.
·
System produksi
tanaman-ternak adalah dimana ada lebih dari satu komoditi yang saling
berinteraksi dan member keuntungan, baik antara tanaman pangan, pakan dan
ternak itu sendiri.
ü Untuk
kedua system ini, data dari petani yang kami wawancarai adalah sebagai berikut
:
1. Nama
petani/peternak : Bapak
Solikan
2. Luas
lahan : 800
m2 (milik sendiri)
3. Jenis
tanaman : jagung,
rumput gajah dan ketela pohon.
4. Jenis
pupuk :
kompos, kandang dan urea (6 kg untuk urea)
5. Ternak
yang dimiliki : 8 ekor sapi
potong
6. R/C
ratio (tanaman) : 2,8 (menguntungkan)
7. R/C
ratio (tanaman-ternak) : 1,75
(menguntungkan)
·
Model pertanian
tekno-ekologis adalah dimana ketika seorang petani yang memiliki lahan juga
mempunyai peralatan teknologi yang dapat ia gunakan untuk mengolah hasil
sawahnya, sementara itu, hasil samping dari pengolahan tadi dapat diberikan
pada ternak yang dipeliharanya.
ü Untuk
system ini, data dari petani yang kami wawancarai adalah sebagai berikut :
1. Nama
petani/peternak : Bapak H. Kosim
2. Luas
lahan : 1 ha
3. Jenis
tanaman : padi
(membramo)
4. Jenis
pupuk :
urea,Tsp, phonska, ZA, organik
5. Ternak
yang dimiliki : ayam
6. Teknologi
yang dimilki : pemecah gabah,
polesor
7. R/C
ratio :
5,86 (menguntungkan)
·
Selain di lahan sawah,
system tekno-ekologis dapat dilakukan dilahan perkebunan. Terjadi ketika ada
interaksi antara tanaman hasil perkebunan dengan ternak, dan pemilik perkebunan
memiliki alat teknologis untuk mengolah hasil kebunnya.
ü Untuk
system ini, data dari petani yang kami wawancarai adalah sebagai berikut :
1. Nama
pemilik perkebunan : Ibu Nurjanah
2. Luas
lahan : 0,
15 ha
3. Jenis
tanaman : kopi
dan lamtoro (sebagai pagar)
4. Jenis
pupuk :
kandang dan urea
5. Ternak
yang dimiliki : domba 12
ekor
6. Teknologi
yang dimilki : alat penggiling
kopi
7. R/C
ratio :
2,62 (menguntungkan)
5.2
Saran
Untuk penghitungan
analisa keuangan, ada baiknya bila diberi bimbingan terlebih dahulu, agar hasil
yang didapatkan sesuai dengan kemauan yang diinginkan oleh asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Athathorick, T.
Alief. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan
Bawah Pada Beberapa Tipe Ekosistem
Perkebunan Di Kabupaten Labuhan Batu. Sumatera Utara. Departemen Biologi FMIPA USU. http://www.googlecendikia.com
Badan Ketahan
Pangan Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan
Kesejahteraan Petani Kecil . Jakarta. Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian
Basuki, Suwidji.
2000. Optimasi Pola Usaha Tumpang Sari
Dengan Program Tujuan Ganda Pada Areal
Tananaman Pinus. Bogor. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan. http://www.googlecendikia.com
Haryanto, Budi.
2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak
Dalam Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. http://www.googlecendikia,com
Ilham, Nyak.
dkk. 2000. Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya.
Bogor. Fakultas Pertanian IPB. http://www.googlecendikia.com
Kusnadi, Uka. 2008.
Inovasi Teknologi Peternakan Dalam Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak Untuk
Menunjang Swasembada Daging Sapi. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petrenakan. http://www.googlecendikia.com
Pribadi, Ekwasita
Rini. 2007. Kajian Kelayakan Usaha Tani
Pola Tanam Sambiloto Dengan Jagung.
Bogor. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. http://www.jurnallittri.com
Soedjana, Tjeppy D.
2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi
Tanaman -Ternak Sebagai Respon Petani
Terhadap Faktor Resiko. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. http://www.linkpdf.com
Suhaeti, Rita Nur.
2012. Inkorporasi Perspektif Gender Dalam
Pengembangan Rekayasa Alat dan Mesin
Pertanian. Bogor. Puslitbang Sosek. http://www.linkpdf.com
Sukamto,
Benadictus. dkk. Produksi Tanaman Pakan
Pada Sistem Konservasi Dan Rehabilitasi Lahan.
Semarang. Fakultas Petrnakan Universitas Diponegoro
Utomo, Bambang
Ngaji. dkk. 2004. Limbah Padat Pengolahan
Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber
Nutrisi Ternak Ruminansia. Palangkaraya. Balai pengkajian teknologi
pertanian. http://www.limkpdf.com
Widowati, Sri.
2001. Pemanfaatan Hasil Samping
Penggilingan Padi Dalam menunjang Sistem Agroindustri
di Pedesaan. Bogor. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. http://www.BuletinAgroBio.com
Makalah Full Text
Makalah Full Text
2 komentar:
maksi kawan atas artikelnya
sama-sama :)
Posting Komentar