1. Pengertian Piutang
Piutang dagang (account receivable) merupakan
tagihan perusahaan kepada pelanggan / pembeli atau pihak lain yang membeli
produk perusahaan. Piutang dagang muncul karena penjualan secara kredit. Penjual
biasanya lebih suka melakukan penjualan secara tunai karena uang hasil penjualan
dapat segera diterima, tetapi adanya persaingan memaksa perusahaan untuk
menjual secara kredit untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan untuk
menarik pelanggan baru. Credit term atau persyaratan kredit
dari satu perusahaan dengan yang lainnya berbeda, namun pada perusahaan yang
sejenis tidak jauh berbeda. Piutang merupakan
bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu
dikelola dengan cara yang seefisien mungkin. Piutang besarnya biasanya mencapai
lebih kurang 20% dari nilai aktivanya, sebab pembeli banyak yang lebih suka
membeli secara kredit karena dapat menggunakan uang yang relatif lebih kecil
bila dibanding membeli secara tunai. Kebijakan penjualan kredit oleh perusahaan
akan memunculkan dua pos perkiraan dalam neraca. Bagi penjual, penjualan kredit
ini akan menambah pos piutang dan mengurangi persediaan barang, sedangkan bagi
pembeli, maka pembelian kredit akan menambah hutang dagang (account
payable) dan menambah persediaannya.
Kebijakan penjualan kredit merupakan kebijakan yang diambil oleh suatu
perusahaan dalam menentukan apakah seorang pelanggan diberi kredit dan berapa
banyak kredit yang diberikan. Suatu perusahaan tidak hanya mementingkan
penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapannya secara tepat. Berbagai sumber informasi mengenai
pelanggan dan analisis kredit merupakan hal yang sangat penting bagi
keberhasilan manajemen piutang. Kebijakan penjualan kredit yang akan
menimbulkan piutang ini sebenarnya menimbulkan biaya bagi perusahaan. Biaya
tersebut antara lain adalah administrasi piutang, biaya modal atas dana yang
tertanam dalam piutang, biaya penagihan dan biaya piutang yang mungkin tidak
tertagih. Kebijakan kredit ini akan meningkatkan penjualan, maka biaya piutang
tersebut harus diimbangi oleh meningkatnya penjualan, oleh karena itu manajemen
piutang merupakan pengelolaan piutang agar kebijakan kredit mencapai optimal
yaitu tercapainya keseimbangan antara biaya yang diakibatkan oleh kebijakan
kredit dengan manfaat yang diperoleh dari kebijakan tersebut. Piutang yang ada dalam
suatu perusahaan ada juga berbentuk wesel (notes receivable). Wesel
ini merupakan kesanggupan membayar dari pembeli kepada penjual sejumlah uang
tertentu di masa mendatang.
2. Standar Kredit
Standar
Kredit merupakan
kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh seorang langganan sebelum dapat
diberikan kredit. Informasi mengenai nama baik pelanggan dalam membayar hutang
dagang, referensi kredit, rata-rata pembayaran hutang dagang dan rasio keuangan
tertentu sangat penting dalam penilaian sebelum diberi kredit. Dengan
mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut, perusahaan
dapat memperlunak atau memperketat standar kredit yang
diberikan. Keputusan apakah perusahaan memperlunak atau memperketat standar kredit yang diberikan harus dibandingkan
dengan tambahan keuntungan dengan biaya investasi marginal dalam piutang. Jika
keuntungan tambahan lebih besar dari biaya investasi marginal dalam piutang,
maka memperlunak
standar kredit dapat dilaksanakan. Investasi marginal dalam piutang yaitu merupakan
selisih antara rata-rata jumlah investasi dalam piutang sebelum dengan sesudah
diadakan perubahan standar kredit. Investasi marginal menggambarkan jumlah tambahan
rupiah yang terikat dalam piutang jika memperlunak standar kredit dilakukan.
3. Penentuan Besarnya Piutang
Besarnya investasi pada piutang yang
muncul di perusahaan ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah besarnya
persentase penjualan kredit terhadap penjualan total. Kedua, adalah kebijakan
penjualan kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang (jangka waktu penagihan piutang). Kebijakan ini dipengaruhi oleh jangka waktu penjualan kredit, kualitas
pelanggan dan usaha pengumpulan piutang. Cepat lambatnya piutang dapat dikumpulkan juga dipengaruhi oleh kualitas
pelanggan, baik kualitas kemampuan perusahaan pelanggan maupun kualitas
karakter pelanggan itu sendiri. Penilaian kualitas pelanggan ini
dimaksudkan untuk mengurangi risiko kemungkinan piutang tidak tertagih (bad
debt) dan memperkecil biaya penagihan piutang. Jika kualitas
pelanggan menurun maka biaya penagihan akan meningkat. Informasi kualitas
pelanggan ini dapat diperoleh dari laporan keuangan, operasi perusahaan,
sejarah pengembalian kredit pelanggan, asosiasi pedagang, pesaing, referensi
bank dsb. Salah satu cara untuk menilai kualitas pelanggan tersebut adalah
dengan menggunakan penilaian kredit (credit scoring).
Perusahaan yang memiliki banyak pelanggan sering kali
menggunakan cara-cara statistik untuk menentukan kualitas pelanggan dengan
memberi nilai (skor) tertentu pada pelanggan. Skor ini akan menunjukkan
kemungkinan seseorang pelanggan membayar hutangnya. Misalnya, skor 1 adalah
bagi pelanggan yang memiliki kemungkinan hutangnya macet sebesar di bawah 10%,
skor 2 kemungkinan macet sebesar 10% sampai 20%, skor 3 kemungkinan macet
antara 20% sampai 30% dan seterusnya. Pelanggan-pelanggan tersebut
dikelompokkan dalam skornya masing-masing, sehingga perusahaan akan mudah dalam
memprediksi kemungkinan piutangnya macet.
Prinsip pemberian kredit. Untuk menilai pelanggan dapat juga digunakan sistem 5 K atau 5 C yaitu Karakter (Character), Kapasitas (Capacity), Kapital
(Capital), Kolateral atau jaminan (Collateral), dan Kondisi (Condition).
Penilaian karakter pelanggan ditujukan untuk melihat sejauh mana pelanggan
akan memenuhi kewajiban kreditnya. Karakter merupakan data tentang kepribadian
calon pelang-gan contohnya sifat pribadi, kebiasaannya, cara hidup keadaan dan
latar belakang keluarga maupun hobinya. Penilaian ini sangat tergantung pada
moral pelanggan, kejujuran untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sebagai faktor terpenting dalam evaluasi
kredit. Kapasitas pelanggan merupakan penilaian yang bersifat subyektif
mengenai kemampuan membayar hutangnya. Kapasitas merupakan kemampuan calon
pelanggan dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pengalaman mengelola
usaha (business record)-nya, sejarah
perusahaan yang pernah dikelola, tingkat pendidikannya. Kemampuan ini dapat dianalisis
dari laporan keuangan perusahaan pelanggan yang bersangkutan. Kapasitas merupakan
ukuran dari ability to pay atau
kemampuan dalam membayar. Penilaian
kapital dan kolateral (agunan) perusahaan juga dapat dilihat dari laporan
keuangannya. Dari laporan tersebut akan terlihat kemampuan perusahaan untuk
membayar hutang-hutangnya maupun aktiva yang digunakan sebagai jaminan. Kapital
merupakan kondisi modal atau kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dikelolanya
dan nampak pada neraca, laporan rugi-laba, struktur modal dan berbagai rasio
keuangan serta rasio profitabilitas seperti ROI dan ROE. Kolateral (agunan) merupakan
jaminan yang mungkin bisa disita jika calon pelanggan benar-benar tidak bisa
memenuhi kewajibannya. Penilaian yang terakhir mengenai kondisi ekonomi yang
terkait dengan prospek usaha calon pelanggan. Kondisi ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi perekonomian pada umumnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
keadaan pelanggan. Secara skematis, penentuan besarnya piutang dapat dilihat
pada gambar berikut:
![]() |
Gambar
1. Faktor-faktor yang Menentukan Besarnya Piutang
Kebijakan pemberian
kredit dan lamanya pengumpulan piutang sebagaimana dijelaskan di atas sangat
mempengaruhi pengelolaan piutang. Kebijakan pemberian kredit dan jangka waktu
pengumpulan piutang tersebut pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan
besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total.
Besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam piutang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
a). Besar-kecilnya volume penjualan kredit, semakin besar volume penjualan
kredit akan semakin besar investasi pada piutang.
b). Syarat Pembayaran, dalam penjualan kredit selalu tertera kapan piutang
jatuh tempo dan apakah ada diskon yang diberikan. Misalnya ada syarat pembayaran
5/10 –n/60 artinya jika piutang dibayar paling lambat 10 hari dari tanggal
penjualan akan diberi diskon sebesar 5 % dan batas akhir pembayaran selama 60
hari. Semakin panjang jangka waktu kredit yang diberikan akan semakin besar
investasi pada piutang.
c). Plafon Kredit, dalam penjualan
kredit masing-masing pelanggan diberi batas maksimal kredit yang bisa diambil
(plafon kredit) dan besarnya tidak harus sama tergantung dari besarnya usaha
serta tingkat kepercayaan perusahaan terhadap pelanggan.
d). Kebiasaan Pembayaran Pelanggan, jika kebiasaan pelanggan dalam membayar
memanfaat-kan masa diskon, maka investasi pada piutang semakin kecil, tetapi
jika kebiasaan pelanggan membayar saat jatuh tempo maka investasi pada piutang
semakin besar.
e). Kebijakan dalam Pengumpulan Piutang, ada perusahaan yang menerapkan kebijakan
dalam pengumpulan piutang secara ketat dan ada yang longgar. Jika menerapkan kebijakan
sangat ketat, maka jika ada pelanggan yang belum melunasi piutang saat jatuh
tempo, tidak diberi kredit sampai dilunasinya piutang tersebut. Jika menerapkan
kebijakan longgar walaupun belum melunasi piutang saat jatuh tempo masih diberi
kredit. Semakin ketat kebijakan pengumpulan piutang semakin kecil investasi
pada piutang dan sebaliknya.
Contoh:
Persahan “ A “ mulai tanggal 1 Januari 2010 menetapkan kebijakan
kredit sebesar 20% dari penjualan total dengan jangka waktu pengembalian 10
hari. Apabila penjualan rata-rata per hari sebesar Rp. 100.000, maka besarnya
penjualan kredit pada tanggal 1 Januari 2010 adalah sebesar Rp. 20.000. Oleh
karena itu, pada tanggal 1 Januari tersebut muncul piutang sebesar Rp. 20.000.
Piutang tersebut akan bertambah sebesar Rp. 20.000 setiap hari (asumsinya
penjualan per hari tetap sebesar Rp. 100.000), Selama 10 hari, maka piutang
kita menjadi 10 x Rp. 20.000 = Rp. 200.000. Pada hari kesebelas (Tanggal 11
Januari 2001) piutang kita bertambah sebesar Rp. 20.000, namun ada pengembalian
piutang sebesar Rp. 20.000 dari penjualan yang terjadi Tanggal 1 Januari 2001.
Demikian juga pada Tanggal 12 Januari dan seterusnya, piutang kita bertambah
Rp. 20.000, namun ada pelunasan piutang Rp. 20.000, sehingga piutang kita akan
konstan sebesar Rp. 200.000. Jika keadaan ini terus stabil, maka besarnya
piutang juga stabil, yaitu sebesar penjualan kredit per hari x jangka waktu
penagihan. Untuk contoh di atas, maka jumlah piutang adalah sebesar Rp. 20.000
x 10 = Rp. 200.000.
Bagaimana dengan biaya dan penghasilan yang muncul dengan
kebijakan kredit?. Untuk melangsungkan usaha perlu membeli persediaan. Untuk
membeli persediaan tersebut, memerlukan dana yang dapat diperoleh dari modal
sendiri maupun pinjaman kepada bank atau suplier. Dana tersebut akan dibelikan
persediaan, kemudian persediaan akan dijual dan menimbulkan piutang (yang
dijual secara kredit), karena penjual menginginkan keuntungan maka harga
jualnya akan lebih tinggi dari harga belinya. Jadi, jika harga pokok penjualan
(terdiri dari harga beli ditambah biaya-biaya operasi yang lain) rata-rata per
hari mencapai Rp. 100.000 dan kita menginginkan laba 25%, maka penjualannya
menjadi 125% x Rp. 100.000 = Rp
125.000.
Piutang yang
ditimbulkan karena penjualan kredit akan menentukan besarnya tingkat perputaran
piutang. Perputaran piutang (receivable turnover) merupakan periode
terikatnya piutang sejak terjadinya piutang tersebut sampai piutang tersebut
dapat ditagih dalam bentuk uang kas dan akhirnya dapat dibelikan kembali
menjadi persediaan dan dijual secara kredit menjadi piutang kembali. Secara
skematis perputaran piutang dapat dilihat pada skema berikut:
![]() |
Gambar
2. Skema Perputaran Piutang
Tingkat
perputaran piutang dapat dicari dengan membagi jumlah penjualan kredit bersih (net
credit sales) per tahun dengan rata-rata piutang (average
receivables).
|
Perputaran piutang tersebut dihitung dalam jangka waktu satu
tahun. Jika perputaran piutang sebanyak 5 kali, artinya bahwa dalam satu tahun
piutang perusahaan tersebut berputar sebanyak 5 kali. Jika satu tahun dihitung
360 hari, maka hari rata-rata pengumpulan piutangnya adalah 360 hari : 5 kali =
72 hari untuk setiap kali perputaran. Tingkat perputaran piutang ini mempunyai
efek terhadap besar kecilnya modal yang tertanam dalam piutang. Semakin tinggi
perputaran piutang berarti modal yang tertanam dalam investasi makin kecil, karena
dana yang tertanam dalam piutang semakin cepat kembali sebagai kas masuk. Kas
masuk ini selanjutnya digunakan lagi untuk membeli persediaan barang yang
kemudian dijual lagi, demikian seterusnya.
4. Pengelolaan Pengumpulan
Piutang
Pengelolaan pengumpulan
piutang perlu melihat bagaimana prosedur yang digunakan untuk menagih piutang.
Perjanjian yang tertera pada jual beli juga harus ditetapkan secara jelas dan
rinci. Dalam perjanjian tersebut meliputi tentang jumlah piutang, besarnya
diskon, periode diskon, jangka waktu penagihan dan sangsi yang dikenakan
terhadap pembeli dan atau penjual jika barang yang di perjual belikan tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Surat teguran atau penagihan dapat diberikan kepada debitur apabila sampai
dengan tanggal tertentu debitur belum mengangsur atau melunasi hutangnya.
Proses penagihan piutang memerlukan biaya. Besar kecilnya biaya penagihan
piutang akan tergantung pada besar kecilnya tagihan dan sifat debitur yang ada
pada 5K di atas (Karakter, Kapasitas,
Kolateral, Kapital dan Kondisi). Banyaknya kredit yang macet (piutang
tidak tertagih) akan menyulitkan kelangsungan usaha, oleh karena itu perlu
sikap tegas agar pengembalian piutang tidak terganggu. Perusahaan perlu
memperhitungkan keseimbangan antara manfaat dan biaya yang mungkin diderita
dalam kebijakan pengumpulan piutang. Kebijakan pengumpulan piutang sebenarnya
dapat diubah pada periode tertentu. Perubahan kebijakan tersebut membawa
implikasi terhadap jumlah penjualan, periode pengumpulan piutang, persentase piutang
yang tidak tertagih, laba perusahaan, kebijakan diskon, umur piutang dan
perputaran piutang.
4.1 Pengumpulan
Piutang untuk Penjualan yang Tidak Berdiskon
Kebijakan kredit yang
optimal yaitu keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan dalam pemberian kredit tergantung pada kondisi masing-masing
perusahaan. Manajer kredit harus memantau secara teratur jangka waktu
pengumpulan piutang dan skedul umur piutang dari masing-masing debitur.
Pemantauan langsung memperlihatkan pola arus kas yang dapat dikelola, tanpa
pemantauan yang teratur kemungkinan besar pola arus kas masuk dari pengumpulan
piutang akan kacau. Arus kas dari pengumpulan piutang ini dapat digunakan untuk
menganggarkan jumlah aliran kas yang masuk. Dengan anggaran aliran kas masuk,
maka perusahaan dapat memperkirakan berapa pengeluaran yang mampu dibiayai oleh
perusahaan. Jika dana yang berasal dari penjualan tidak mencukupi, perusahaan
juga dapat merencanakan berapa besarnya dana yang harus dipinjam dari pihak lain
atau bank.
Contoh
Perusahaan “A”
melakukan kebijakan kredit untuk tahun 2010, perusahaan ini menetapkan
penjualan kreditnya sebesar 60% dari total penjualan dengan jangka waktu kredit
selama 4 bulan. Dari kredit yang diberikan tersebut pembeli harus mengangsur
hutangnya dengan ketentuan masing-masing sebesar 30 % dibayar pada bulan
pertama dan kedua, dan sebesar 20% masing-masing dibayar pada bulan ketiga dan
keempat setelah bulan penjualan. Penjualan kredit yang direncanakan selama 6
bulan pertama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Bulan
|
Penjualan
Total
|
Penjualan
Tunai
|
Penjualan
Kredit
|
Januari
|
Rp. 5.000.000
|
Rp. 2.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Pebruari
|
Rp.
5.000.000
|
Rp.
2.000.000
|
Rp.
3.000.000
|
Maret
|
Rp.
6.000.000
|
Rp.
2.400.000
|
Rp.
3.600.000
|
April
|
Rp.
6.000.000
|
Rp.
2.400.000
|
Rp.
3.600.000
|
Mei
|
Rp.
8.000.000
|
Rp.
3.200.000
|
Rp.
4.800.000
|
Juni
|
Rp.
8.000.000
|
Rp.
3.200.000
|
Rp.
4.800.000
|
Dari
data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan piutangnya selama 6 bulan
pertama Tahun 2010.
Tabel 1. Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d
Juni 2001 (dalam jutaan rupiah)
Bulan
Penjualan
|
Penjualan
Kredit
|
Bulan Pengumpulan Piutang
|
||||||
Jan.
|
Peb.
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
||
Januari
|
3.000
|
-
|
9001)
|
9001)
|
6002)
|
6002)
|
-
|
-
|
Pebruari
|
3.000
|
-
|
-
|
900
|
900
|
600
|
600
|
-
|
Maret
|
3.600
|
-
|
-
|
-
|
1.080
|
1.080
|
720
|
720
|
April
|
3.600
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.080
|
1.080
|
720
|
Mei
|
4.800
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.440
|
1.440
|
Juni
|
4.800
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.440
|
Jumlah
|
22.800
|
-
|
900
|
1.800
|
2.580
|
3.360
|
3.840
|
4.320
|
Keterangan:
Penjualan
kredit Bulan Januari =
Rp. 3.000.000
1)
Penerimaan Piutang Bulan Pebruari = 30%
x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
1)
Penerimaan Piutang Bulan Maret = 30%
x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
2)
Penerimaan Piutang Bulan April =
20% x Rp. 3.000.000 = Rp. 600.000
2)
Penerimaan Piutang Bulan Mei =
20% x Rp. 3.000.000 = Rp. 600.000
dan
seterusnya untuk penerimaan piutang bulan-bulan selanjutnya.
4.2. Pengumpulan Piutang untuk Penjualan yang
Berdiskon
Untuk meningkatkan penjualan, perusahaan sering
memberikan diskon (potongan tunai) kepada pembeli yang mampu membayar pada
periode waktu yang ditentukan. Lamanya jangka waktu penjualan kredit
mengindikasikan kemungkinan adanya diskon bagi pembeli yang membayar lebih
awal, periode diskon, dan periode kredit. Kemungkinan adanya diskon ditunjukkan
oleh syarat pembayaran seperti 2 / 10 – net / 30. Artinya, pembeli akan
memperoleh diskon sebesar 2% apabila dibayar maksimal 10 hari setelah
pembelian. Jangka waktu pembayaran kredit selama 10 hari sampai 30 hari,
pembeli tidak memperoleh diskon (dibayar bersih sebesar pembeliannya), dan
periode pembayaran kredit tersebut maksimal selama 30 hari setelah pembelian.
Dengan adanya diskon tersebut menguntungkan bagi penjual dalam 2 hal. Pertama,
penjual dapat memperbanyak pembeli baru yang menganggap bahwa diskon merupakan
suatu penurunan harga. Diskon ini akan benar-benar menguntungkan penjual
apabila pembeli mematuhi syarat pembayaran kreditnya. Kedua, diskon akan
memperpendek penagihan piutang karena pembeli akan segera membayar hutangnya
pada periode diskon yang ditawarkan.
Sebagai ilustrasi
pengumpulan piutang untuk penjualan kredit yang berdiskon, berikut ini
diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas.
Contoh 2.
Apabila perusahaan “A” sebagaimana Contoh 1 melakukan kebijakan penjualan kredit yang
berdiskon dengan syarat pembayaran 5 / 20, net / 60, maka untuk Tahun 2010
perusahaan menetapkan penjualan kreditnya sebesar 60 % dari total penjualan
dengan jangka waktu kredit selama 4 bulan. Dari pengalaman penjualan kredit dengan
diskon yang diberikan kepada pembeli, cara pembayarannya adalah sebagai
berikut:
a. Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 1 s/d 20
hari setelah bulan penjualan.
b.
Sebanyak 20% pembeli membayar dalam waktu 21 s/d 30 hari setelah bulan penjualan
c.
Sebanyak 30% pembeli membayar dalam waktu 31 s/d 60 hari setelah bulan
penjualan
d.
Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 61 s/d 90 hari setelah bulan
penjualan.
e.
Sebanyak 10% pembeli membayar dalam waktu 91 s/d 120 hari setelah bulan penjualan.
Penjualan kredit yang
direncanakan selama 6 bulan pertama Tahun 2010 sebagai berikut:
Bulan
|
Penjualan
Total
|
Penjualan
Tunai
|
Penjualan
Kredit
|
Januari
|
Rp.
5.000.000
|
Rp. 2.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Pebruari
|
Rp.
5.000.000
|
Rp.
2.000.000
|
Rp.
3.000.000
|
Maret
|
Rp.
6.000.000
|
Rp.
2.400.000
|
Rp.
3.600.000
|
April
|
Rp.
6.000.000
|
Rp.
2.400.000
|
Rp.
3.600.000
|
Mei
|
Rp.
8.000.000
|
Rp.
3.200.000
|
Rp.
4.800.000
|
Juni
|
Rp.
8.000.000
|
Rp.
3.200.000
|
Rp.
4.800.000
|
Dari data tersebut, maka dapat dibuat rencana pengumpulan
piutangnya yang telah memperhitungkan diskon selama 6 bulan pertama Tahun 2010
sebagai berikut:
Tabel 2. Perusahaan “A” Rencana Pengumpulan Piutang Periode Januari s/d
Juni 2007 (dalam jutaan rupiah)
Bulan
Penjualan
|
Penjualan
Kredit
|
Bulan Pengumpulan
Piutang
|
||||||
Jan.
|
Peb.
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
||
Januari
|
3.000
|
-
|
1.4551)
|
9001)
|
3001)
|
3001)
|
-
|
-
|
Pebruari
|
3.000
|
-
|
-
|
1.4552)
|
9002)
|
3002)
|
3002)
|
-
|
Maret
|
3.600
|
-
|
-
|
-
|
1.7463)
|
1.0803)
|
3603)
|
3603)
|
April
|
3.600
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.746
|
1.080
|
360
|
Mei
|
4.800
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.3284)
|
1.4404)
|
Juni
|
4.800
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.328
|
Jumlah
|
22.800
|
-
|
1.455
|
1.355
|
2.946
|
3.426
|
4.068
|
4.488
|
Keterangan:
Penjualan Kredit Bulan Januari =
Rp. 3.000.000
1) Penerimaan Piutang Bulan Pebruari:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000 =
Rp. 45.000
=
Rp. 855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Pebruari =
Rp. 1.455.000
1) Penerimaan piutang Bulan Maret =
30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
1) Penerimaan piutang Bulan April =
10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
1) Penerimaan piutang Bulan Mei =
10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
Penjualan Kredit Bulan Pebruari =
Rp. 3.000.000
2) Penerimaan Piutang Bulan Maret:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
Diskon = 5% x Rp. 900.000 =
Rp. 45.000
=
Rp. 855.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.000.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Maret =
Rp. 1.455.000
2) Penerimaan piutang Bulan April =
30% x Rp. 3.000.000 = Rp. 900.000
2) Penerimaan piutang Bulan Mei =
10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
2) Penerimaan piutang Bulan Juni =
10% x Rp. 3.000.000 = Rp. 300.000
Penjualan Kredit Bulan Maret =
Rp. 3.600.000
3) Penerimaan Piutang Bulan April:
Pada periode diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.080.000
Diskon = 5% x Rp. 1.080.000 =
Rp. 54.000
=
Rp. 1.026.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 3.600.000 = Rp.
720.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan April =
Rp. 1.746.000
3) Penerimaan piutang Bulan Mei =
30% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.080.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juni =
10% x Rp. 3.600.000 = Rp. 360.000
3) Penerimaan piutang Bulan Juli =
10% x Rp. 3.600.000 = Rp. 360.000
Penjualan Kredit Bulan Mei =
Rp. 4.800.000
4) Penerimaan
Piutang Bulan Juni:
Pada periode
diskon (1 – 20 hari) = 30% x Rp. 4.800.000 =
Rp. 1.440.000
Diskon = 5% x Rp.
1.440.000 =
Rp. 72.000
=
Rp. 1.368.000
Periode tidak berdiskon (21 – 30 hari) = 20% x Rp. 4.800.000 = Rp.
600.000
Jumlah penerimaan piutang Bulan Juni = Rp.
1.455.000
4) Penerimaan piutang Bulan Juli =
30% x Rp. 4.800.000 = Rp. 1.440.000
dan seterusnya untuk penerimaan
piutang bulan-bulan selanjutnya.
4. RISIKO PENJUALAN KREDIT
Keberhasilan atau
kegagalan kebijakan penjualan kredit yang ditetapkan perusahaan terutama
tergantung pada permintaan atas produk yang dijualnya. Semakin tinggi
permintaan atas produk yang ditawarkan, maka semakin menguntungkan penjualan
produk yang bersangkutan. Kebijakan penjualan secara kredit akan meningkatkan
penjualan perusahaan, tetapi juga menimbulkan risiko. Namun, beberapa risiko
yang mungkin timbul dengan kebijakan kredit ini adalah: periode pengumpulan
piutang yang tidak tepat, piutang yang tidak tertagih atau pembeli tidak
membayar hutangnya kepada perusahaan (kredit macet) dan besarnya investasi yang
tertanam dalam piutang tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari
kebijakan kredit tersebut.
Untuk mengurangi dan
memperkecil risiko kredit di atas, perusahaan dapat menilai calon debitur
berdasar 5K (Karakter, Kapital, Kolateral, Kapasitas dan Kondisi Ekonomi)
sebagaimana telah dijelaskan di muka. Di samping itu, perusahaan juga perlu
memperkirakan besarnya risiko yang mungkin akan dialami berdasarkan
pengalaman-pengalaman masa lain dengan menganalisa persentase besarnya piutang
yang tidak tertagih dan mengklasifikasikan pelanggan menurut lamanya umur
piutang.
Contoh
3.
Suatu perusahaan akan
meningkatkan penjualan kreditnya sebesar Rp. 10.000.000 dengan jangka waktu
kredit maksimal 4 bulan (120 hari). Berdasarkan pengalaman, piutang yang tidak
dapat ditagih (kredit macet) dikaitkan dengan umur piutang adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Umur Piutang, Penjualan Kredit dan Kredit Macet
Umur
Piutang
(hari)
|
Penjualan
Kredit
|
Piutang
Tidak Tertagih
|
||
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
|
0
– 20
|
50
%
|
Rp. 5.000.000
|
1
%
|
Rp. 50.000
|
21
– 30
|
20
%
|
Rp. 2.000.000
|
2
%
|
Rp. 40.000
|
31
– 60
|
10
%
|
Rp. 1.000.000
|
4
%
|
Rp. 40.000
|
61
– 90
|
15
%
|
Rp. 1.500.000
|
4
%
|
Rp. 60.000
|
91 – 120
|
5
%
|
Rp. 500.000
|
10
%
|
Rp. 50.000
|
Jumlah
|
Rp.
10.000.000
|
|
Rp.
240.000
|
Tabel
di atas menunjukkan bahwa risiko besarnya piutang yang tidak tertagih (bad
debt) adalah = Rp. 240.000 atau sebesar (Rp. 240.000 : Rp. 10.000.000) x
100% = 2,4%. Apabila tambahan barang yang dijual secara kredit tersebut
memiliki harga pokok penjualan sebesar Rp. 7.000.000 dan mengakibatkan
bertambahnya biaya operasi sebesar Rp. 1.000.000, maka manfaat (keuntungan)
yang diperoleh adalah:
Tambahan Penjualan Kredit
|
=
|
Rp.
10.000.000
|
Harga Pokok
Penjualan
|
=
|
Rp. 7.000.000
|
Tambahan Laba Kotor
|
=
|
Rp. 3.000.000
|
Tambahan Biaya
Operasi
|
=
|
Rp. 1.000.000
|
Tambahan Keuntungan
|
=
|
Rp. 2.000.000
|
Piutang Tidak
Tertagih
|
=
|
Rp. 240.000
|
Tambahan Keuntungan
Bersih
|
=
|
Rp. 1.760.000
|
Apabila risiko piutang tidak tertagih sudah dapat
diperkirakan, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan arus
kas masuk dari piutang, yaitu dengan mengurangkan piutang yang ada dengan
perkiraan risiko yang tidak tertagih.
5. KEBIJAKAN PENAMBAHAN JANGKA WAKTU KREDIT
Kebijakan perusahaan untuk menambah
penjualan kredit dapat dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian
kredit. Kebijakan ini akan meningkatkan penjualan yang berasal dari pelanggan
lama dan masuknya pelanggan baru. Namun demikian, perpanjangan jangka waktu
kredit akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan, misalnya
tambahan dana untuk investasi pada modal kerja, investasi pada aktiva tetap dan
investasi pada piutang itu sendiri.
Perpanjangan jangka
waktu kredit dibenarkan apabila hasil (return) yang diharapkan dari
perpanjangan waktu kredit tersebut lebih besar daripada biaya yang harus
dikeluarkan akibat kebijakan tersebut. Sebaliknya apabila perpanjangan jangka
waktu kredit mengakibatkan biaya yang harus ditanggung lebih besar daripada
hasil yang diperoleh, maka kebijakan tersebut tidak menguntungkan. Untuk lebih
jelasnya, kita lihat contoh berikut.
Contoh 4.
Perusahaan “A” dalam
Tahun 2010 telah melakukan penjualan hasil produksinya sebanyak 80.000 unit.
Seluruh penjualan dilakukan secara kredit dengan jangka waktu 30 hari,
Perusahaan merencanakan meningkatkan penjualannya pada tahun-tahun yang akan
datang dengan mengubah jangka waktu kreditnya menjadi 60 hari. Dengan mengubah
jangka waktu kredit, penjualan Tahun 2001 diharapkan akan naik sebesar 25%.
Biaya produksi yang ditanggung perusahaan meliputi biaya tetap sebesar Rp.
22.000.000, biaya variabel per unit Rp. 150,-. Sedangkan harga penjualan per
unit adalah Rp. 500,-. Apabila jangka waktu diperpanjang menjadi 60 hari, maka
biaya tambahan modal yang diperhitungkan sebesar 30%. Apakah kebijakan
perpanjangan jangka waktu kredit tersebut perlu dilaksanakan?
Untuk menyelesaikan
masalah di atas, perlu kita lakukan penghitungan manfaat kenaikan penjualan dan
biaya yang dikeluarkan dengan perpanjangan waktu kredit, yaitu:
1. Menghitung laba
Tahun 2010 : Penjualan 80.000 unit
Penjualan = 80.000 x Rp. 500 = Rp. 40.000.000
Biaya Tetap =
Rp. 22.000.000
Biaya Variabel = 80.000 x Rp. 150 = Rp. 12.000.000
Harga Pokok Penjualan =
Rp. 34.000.000
Laba =
Rp. 6.000.000
2. Menghitung laba Tahun 2011 : Penjualan 125% x
80.000 unit = 100.000 unit
Penjualan = 100.000 x Rp. 500 = Rp. 50.000.000
Biaya Tetap =
Rp. 22.000.000
Biaya variabel - 100.000 x Rp. 150 = Rp. 15.000.000
Harga pokok penjualan =
Rp. 37.000.000
Laba =
Rp. 13.000.000
3. Menghitung Tambahan laba dan biaya modal Tahun
2011
Dengan perpanjangan
waktu kredit dari 30 hari menjadi 60 hari, maka tambahan laba yang diperoleh
adalah = Rp. 13.000.000 – Rp. 6.000.000 = Rp. 7.000.000,-Sedangkan tambahan
biaya modal dengan tambahan investasi piutang dapat dihitung sebagai berikut:
Investasi Piutang Tahun 2010 =
= Rp. 2.833.333

Investasi Piutang Tahun 2011 =
= Rp. 6.166.667

Tambahan modal
investasi = Rp. 6.166.667 – Rp. Rp 2.833.333 = Rp. 3.333.333
Tambahan biaya modal
= 30% x Rp. 3.333.333 = Rp. 999.999,99 = Rp. 1.000.000
Dari penghitungan
tambahan laba dan tambahan biaya di atas ternyata perpanjangan jangka waktu
kredit akan menghasilkan tambahan laba (Rp. 7.000.000) lebih besar dibanding
tambahan biaya modalnya, yakni Rp. 1.000.000. Oleh karena itu, kebijakan
memperpanjang jangka waktu kredit dapat dibenarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar