MANAJEMEN KAS
1. Pengertian Kas
Kas merupakan salah satu bagian
dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar (paling likuid) dan paling mudah
berpindah tangan dalam suatu transaksi. Transaksi tersebut misalnya untuk
pembayaran gaji atau upah pekerja, membeli aktiva tetap, membayar hutang,
membayar dividen dan transaksi lain yang diperlukan perusahaan. Kas merupakan
aktiva yang tidak dapat langsung menghasilkan ‘laba’, dalam arti tidak bisa
untuk mendapatkan laba secara langsung dalam operasi perusahaan. Kas perlu
dikelola secara efektif dan efisien supaya pemanfaatan kas dapat optimal.
Kas dibutuhkan untuk operasional sehari-hari (sebagai modal kerja) maupun
untuk pembelian aktiva tetap memiliki sifat kontinyu dan tidak kontinyu.
Kebutuhan kas kontinu atau yang terus menerus misalnya bagian produksi untuk
membeli bahan baku, bahan penolong, membayar upah tenaga kerja harian dan gaji
karyawan tetap, membayar biaya pemeliharaan, membeli suplies kantor habis pakai
atau perlengkapan pabrik dan pengeluaran tunai lainnya. Tanpa ada kas yang
cukup kegiatan produksi akan terganggu dan akibatnya mengganggu bagian lain
yang terkait. Bagian pemasaran membutuhkan kas untuk membayar biaya iklan,
promosi, membayar biaya angkut dsb. Tanpa
ada kas yang cukup kegiatan pemasaran terganggu dalam menjual produk yang
dihasilkan. Kebutuhan kas untuk berbagai pembayaran tersebut merupakan aliran
kas keluar (cash outflow) atau termasuk dalam pembelanjaan aktif.
Sedangkan kebutuhan kas yang tidak kontinyu atau tidak rutin untuk pembelian
aktiva tetap, pembayaran angsuran hutang, pembayaran dividen, pembayaran pajak,
dsb.
Aliran kas masuk (cash inflow)
atau termasuk dalam pembelanjaan pasif merupakan aliran sumber-sumber dari mana
kas diperoleh. Aliran kas masuk juga ada yang sifatnya terus menerus (rutin)
dan tidak terus menerus (tidak rutin). Aliran kas masuk yang kontinyu (rutin)
sebagian besar berasal dari penjualan produk utama perusahaan yang dijual
secara tunai, dan juga dari penerimaan piutang yang telah dijadwalkan sesuai dengan
penjualan kredit yang dilakukan. Penerimaan kas yang tidak rutin antara lain
penerimaan dari uang sewa gedung, penjualan aktiva yang tidak terpakai,
penerimaan modal saham dari para investor, penerimaan hutang atau kredit dari
bank, dan penerimaan bunga.
Dengan adanya aliran kas masuk
dan aliran kas keluar yang kontinyu dan tidak kontinyu, maka sangat penting
usaha pengelolaan kas ini. Perimbangan pengeluaran dan penerimaan kas harus
disesuaikan dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan harus menentukan berapa
besarnya kas minimal yang harus ada, dan menentukan berapa kas yang ideal boleh
disimpan sehingga operasi perusahaan tidak terganggu dan kas yang ada tidak
menganggur terlalu lama.
2. Persediaan Kas Minimal
Jumlah uang kas minimal yang
harus ada di perusahaan berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya, hal ini
sangat tergantung pada besar kecilnya dan kemampuan perusahaan. Di samping itu
kas minimal juga tergantung pada prediksi atau estimasi besarnya aliran kas
masuk dan kas keluar beserta penyimpangannya. Estimasi aliran kas keluar perlu
mempertimbangkan adanya biaya yang keluar secara tunai dan biaya yang tidak
tunai. Dalam perencanaan kas, biaya yang tidak tunai seperti penyusutan tidak
diperhitungkan dalam menentukan jumlah kas minimal perusahaan. Hubungan baik
dengan pihak perbankan, suplier dan perantara juga mempengaruhi besarnya
persediaan kas minimal yang harus dijaga oleh perusahaan.
Perusahaan harus memiliki
persediaan kas minimal yang harus ada setiap saat, atau sering disebut persediaan
besi (safety cash). Persediaan minimal kas pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan persediaan minimal pada persediaan barang. Persediaan kas
minimal ini bertujuan untuk menjaga agar kelangsungan operasi perusahaan tetap
terjamin dan dapat memenuhi kewajiban finansial perusahaan apabila
sewaktu-waktu harus dibayar. Kewajiban finansial ini dapat berupa hutang lancar
maupun biaya-biaya baik biaya tetap maupun biaya variabel yang harus segera
harus dibayar untuk kelangsungan operasi perusahaan. Ketersediaan kas dalam
perusahaan merupakan hal yang mutlak.
Kas merupakan salah satu aktiva yang memiliki likuiditas
paling tinggi. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. Kewajiban
perusahaan kepada pihak kreditur jangka pendek maupun kewajiban dalam
pembiayaan operasi perusahaan sehari-hari demi kelangsungan produksi. Aktiva lancar sebagai modal kerja akan
dibandingkan dengan jumlah hutang lancar sebagai kewajiban finansial yang harus
segera dipenuhi perusahaan. Likuiditas, khususnya dilihat dari kas yang
tersedia dapat juga dibandingkan dengan hutang lancar yang ada. Perbandingan
antara kas dengan hutang lancar disebut rasio kas (cash ratio). Rasio
kas yang tinggi menunjukkan kemampuan membayar hutang lancar juga tinggi.
Besarnya kas yang cukup baik dan aman menurut HG. Guthmann adalah antara 5% s/d 10% dari aktiva lancar
yang ada. Jumlah kas yang kurang dari 5% dari aktiva lancar akan menyulitkan
operasi perusahaan. Standar jumlah kas 5% sampai dengan 10% ini biasanya layak
untuk perusahaan manufaktur. Bagi perusahaan jasa perbankan, jumlah kas
biasanya akan lebih besar lagi. Semakin besar jumlah kas yang tersedia
di perusahaan, maka makin tinggi pula likuiditasnya. Persediaan kas yang
terlalu besar yang berarti likuiditasnya tinggi bukan berarti perusahaan
tersebut baik, sebab kas yang terlalu besar berakibat pemanfaatan kas tersebut
kurang efisien karena kas tersebut menganggur dan tidak menghasilkan
keuntungan.
3
Motif Memiliki Kas
Perusahaan memiliki kas pada
dasarnya sesuai dengan teori “ Liquidity
preference” dari J.M. Keynes yaitu menguasai atau memiliki uang berbentuk
tunai ada tiga motif atau tiga tujuan.
Pertama, motif transaksi (transaction
motive) atau kebutuhan kas untuk transaksi artinya perusahaan memiliki kas
untuk keperluan realisasi berbagai transaksi bisnisnya, baik transaksi yang
bersifat rutin maupun yang tidak rutin. Memiliki kas yang cukup untuk transaksi
sangat diperlukan dalam operasional sehari-hari seperti pembayaran upah,
pembelian bahan baku, pembelian bahan penolong, biaya administrasi, biaya
kantor dan pembayaran tunai lainnya. Pembelian aktiva tetap dan kegiatan lain
merupakan kegiatan transaksi perusahaan yang pengeluaran kasnya direncanakan untuk
jangka panjang.
Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary
motive) atau kebutuhan kas untuk berjaga-jaga artinya perusahaan memiliki
kas untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan yang mendadak. Kebutuhan kas untuk
berjaga-jaga dimaksudkan untuk mengantisipasi aliran kas masuk dan keluar yang
tidak kontinyu dan sulit diperkirakan. Pengeluaran yang mendadak atau tiba-tiba
muncul dan harus dibayar akan menyulitkan perusahaan apabila tidak memiliki
cadangan kas yang cukup. Pengeluaran kas untuk keperluan yang mendadak biasanya
tidak diperkirakan sebelumnya, oleh karena itu perusahaan perlu memiliki kas yang
cukup untuk berjaga-jaga. Pada motif berjaga-jaga perusahaan menetapkan saldo
kas minimum yang besarnya tergantung pada indikator dari penyimpangan aliran
kas yang dianggarkan. Penerimaan dan pengeluaran perusahaan diprediksi melalui
anggaran kas atau cash budget. Jika penerimaan
dan pengeluaran dapat diprediksi dengan tepat, maka kebutuhan kas yang bersifat
mendadak bisa ditentukan sekecil mungkin berarti saldo kas minimum kecil,
tetapi jika penerimaan dan pengeluaran tidak dapat diprediksi dengan tepat,
maka membutuhkan saldo kas minimum yang cukup besar.
Ketiga, motif spekulasi (speculatif
motive) atau kebutuhan kas untuk berspekulasi. Kebutuhan kas untuk
spekulasi dimaksudkan agar perusahaan dapat memanfaatkan kesempatan apabila ada
barang yang dapat dibeli secara lebih murah. Perusahaan berspekulasi dalam
pembelian bahan mentah yang jumlahnya melebihi kebutuhan, karena menurut
prediksi bahan mentah tersebut harganya akan naik secara signifikan di masa
yang akan datang. Untuk mengurangi risiko kenaikan harga tersebut, maka
perusahaan dapat membelinya saat ini, dengan sendirinya harus dipertimbangkan
biaya-biaya yang muncul akibat penyimpanan barang tersebut dan risiko
kerusakannya. Contoh lain, perusahaan memiliki kas untuk memperoleh keuntungan
yang besar dari kesempatan investasi yang bersifat likuid. Dalam kondisi
ekonomi yang lesu dan harga saham turun drastis, maka perusahaan membeli saham
dengan harapan harga saham meningkat setelah kondisi ekonomi membaik.
Pentingnya kas bagi operasi
perusahaan telah diketahui, namun sulit menentukan berapa besarnya kas yang
harus disediakan dan kapan waktu yang tepat, agar pemanfaatan kas tersebut
dapat efektif dan efisien. Ditinjau dari waktu kapan terjadinya kas masuk dan
kas keluar, kebutuhan dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan kas jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Kebutuhan kas keluar jangka pendek biasanya
akan menghasilkan kas masuk dalam jangka pendek. Kebutuhan kas untuk jangka
panjang juga akan menghasilkan kas masuk dalam jangka panjang. Contoh, investasi
penambahan mesin, merupakan kebutuhan kas untuk masa waktu yang lama dan hasil
yang diharapkan juga dalam waktu yang panjang. Kebutuhan kas untuk melaksanakan
promosi berupa iklan akan menghasilkan kenaikan kas masuk dari kenaikan
penjualan dalam jangka waktu yang panjang di masa yang akan datang.
4 Model Manajemen
Kas
Model manajemen kas, ada dua macam
yaitu pertama model yang dikembangkan oleh William J. Baumol dan kedua model yang dikembangkan oleh
Merton H. Miller dan Daniel Orr.
A. Model Baumol
Model manajemen kas yang dikemukakan
oleh William Baumol sering disebut dengan Model
Persediaan. Baumol mengakui ada
kesamaan antara manajemen kas dengan manajemen persediaan, jika ditinjau dari
aspek keuangan. Baumol menyatakan bahwa saldo kas yang ada dalam perusahaan
diperlakukan sama dengan persediaan barang. Model Economic Order Quantity
(EOQ) yang digunakan untuk menghitung pesanan barang yang paling ekonomis.
Konsep EOQ ini juga berlaku dalam perhitungan persediaan kas yang paling ekonomis atau saldo kas yang ditargetkan. Model
Baumol ini mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan kas dengan pola yang konstan baik kebutuhan kas, aliran kas
masuk maupun aliran kas keluarnya. Misalnya rencana penggunaan kas suatu perusahaan selama
seminggu sebesar Rp. 5.000.000. Aliran
kas masuk diperkirakan
sebesar Rp. 4.000.000 per minggu, oleh karena itu kebutuhan kas bersih
atau kas keluar bersih sebesar Rp. 5.000.000 - Rp. 4.000.000 = Rp. 1.000.000,-.
Keadaan posisi kas
tersebut akan terlihat sebagai berikut:

Gambar 1. Saldo
Kas Menurut Model Baumol
Gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila
perusahaan mulai bekerja (awal waktu) dengan saldo kas sebesar C = Rp.
3.000.000 (saldo kas maksimum). Jika kas keluar bersih per minggu sebesar Rp.
1.000.000, maka saldo kasnya akan menjadi nol pada akhir minggu ketiga.
Rata-rata saldo kas yang ada sebesar C / 2 = Rp. 3.000.000 : 2 = Rp. 1.500.000.
Pada awal minggu ketiga, perusahaan harus mengisi kasnya kembali dengan jumlah
yang tetap yaitu sebesar Rp. 3.000.000 demikian seterusnya. Apabila jumlah kas
maksimum dinaikkan menjadi sebesar Rp.
6.000.000 dan kebutuhan kas keluar bersih tetap sebesar Rp. 1.000.000 per
minggu, maka jangka waktu pemakaiannya akan lebih lama yaitu selama 6 minggu.
Dengan demikian saldo kas rata-ratanya akan naik menjadi Rp. 6.000.000 : 2 =
Rp. 3.000.000,-. Apabila kas tersebut diperoleh dari pinjaman, maka biaya transaksi
peminjaman akan lebih kecil apabila frekuensi peminjamannya lebih kecil atau
jumlah saldo kas yang dimiliki diperbesar. Artinya apabila jumlah uang kas yang
dipinjam besar dalam sekali pinjam, maka frekuensi peminjamannya kecil sehingga
biaya administrasinya juga kecil. Di lain pihak terjadi sebaliknya, dengan
saldo kas yang semakin besar maka pendapatan yang diperoleh akan semakin kecil
karena banyak kas yang menganggur. Hal ini karena kas yang menganggur tidak
dapat menghasilkan pendapatan, kecuali kas menganggur tersebut diinvestasikan
dalam surat berharga atau deposito bank. Oleh karena itu perlu ditentukan
berapa besarnya jumlah kas yang optimal bagi perusahaan. Baumol memberikan
formula untuk menentukan jumlah kas yang optimal dengan konsep EOQ tersebut di
atas, yaitu:
|
di mana: C = jumlah kas yang optimal
F = biaya
tetap untuk memperoleh pinjaman atau menjual sekuritas
T = jumlah
kas untuk transaksi selama periode tertentu
k = biaya kesempatan dari kas yang
dimiliki. Biaya kesempatan merupakan penghasilan yang seharusnya dapat
diperoleh dari kas yang menganggur.
Berikut ini
diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas:
Suatu perusahaan mengeluarkan
biaya tetap berupa bunga per tahun sebesar Rp. 150.000. Jumlah kebutuhan kas
untuk kegiatan perusahaan per minggu sebesar Rp. 1.000.000, sehingga setahun =
52 x Rp. 1.000.000 = Rp. 52.000.000,-. Besarnya penghasilan investasi yang
diharapkan sebesar 15% per tahun. Sehingga jumlah kas optimal yang diperlukan
perusahaan adalah:
C = 

C =
= Rp. 10.198.039,-

Jadi kas optimal perusahaan tersebut adalah sebesar Rp. 10.198.039,-.
Jumlah frekuensi transaksi yang harus dilakukan sebanyak = Rp. 52.000.000 / Rp.
10.198.039 = 5,09 kali atau sebanyak 5 kali. Sedangkan rata-rata saldo kas =
Rp. 10.198.039 : 2 = Rp. 5.099.019,5 atau sebesar Rp. 5.099.020,-. Dari contoh tersebut,
model Baumol terlalu sederhana, terutama dengan asumsi mengenai aliran kas
masuk dan keluar yang dianggap konstan
dan diperkirakan dengan tepat tanpa mengindahkan adanya situasi musiman atau
fluktuasi ekonomi. Pada model Baumol ada asumsi yang sulit untuk dipenuhi yaitu
pemakaian kas setiap waktunya sama atau konstan,
oleh karena itu tidak cocok untuk kondisi ketidakpastian pemakaian kas. Untuk
mengatasi perubahan aliran kas masuk dan kas keluar yang tidak konstan, dapat dilakukan dengan model Miller dan Orr.
B. Model Miller
and Orr
Model Miller dan Orr merupakan
model penentuan persediaan apabila aliran kas masuk dan keluar tidak konstan. Konsep Miller dan Orr menyatakan
bahwa perusahaan harus menetapkan jumlah saldo kas yang paling tinggi sebagai
batas atas dan saldo kas terendah sebagai batas bawah. Apabila saldo kas telah
mencapai batas atas, maka perusahaan hendaknya merubah sebagian kas tersebut ke
dalam bentuk surat berharga agar saldo kas kembali pada jumlah yang ideal.
Sebaliknya, apabila jumlah saldo kas telah mencapai batas minimal (batas
bawah), maka perusahaan dapat merubah sekuritas yang ada menjadi kas sehingga
mencapai jumlah saldo kas yang ideal.
Apabila saldo kas mengalami
penurunan hingga mencapai nol, maka perusahaan harus segera mengubah
sekuritasnya menjadi kas senilai saldo kas optimal. Apabila saldo kas semakin
membesar, maka pada batas atas uang kas harus diubah menjadi sekuritas.
Rumus model
Miller dan Orr untuk menentukan jumlah saldo kas yang optimal sebagai berikut:
|
di mana: T = biaya tetap untuk melakukan transaksi
s2 = varian dari aliran kas masuk bersih
sebagai penyebaran arus kas
i = tingkat bunga harian untuk
investasi pada surat berharga (sekuritas)
Nilai maksimal sebagai batas atas (diberi notasi h) adalah sebesar 3 z.
Sedangkan rata-rata saldo kas kurang lebih sebesar (z + h) / 3. Jumlah saldo kas sebagai batas
minimal besarnya adalah nol. Untuk lebih jelasnya kita lihat gambar berikut
ini.
![]() |
Gambar 2.
Batas-batas Pengawasan Kas Model Miller dan Orr
Contoh Suatu perusahaan mengeluarkan
biaya transaksi sebesar Rp. 5.000 setiap kali transaksi. Deviasi standar (s) aliran kas masuk sebesar Rp.
100.000. Tingkat bunga per tahun sebesar 12%. Batas minimal kas yang tersedia
sebagai batas bawah sebesar nol rupiah. Satu tahun dihitung 360 hari. Maka
jumlah persed iaan kas yang diinginkan perusahaan adalah:
Z = 

Z
=
= Rp. 482.745,-

Jadi jumlah kas yang diinginkan
perusahaan sebesar Rp. 482.745,-. Nilai batas atas adalah 3 z yaitu = 3 (Rp.
482.745) = Rp. 1.448.235,-. Batas atas jumlah kas tersebut menunjukkan batas
maksimal kas yang optimal tersedia di perusahaan. Ketika kas mencapai batas
atas tersebut (Rp. 1.448.235), maka perusahaan harus merubah sebagian kas
tersebut sebesar Rp. 965.490 (dari Rp. 1.448.235 – Rp. 482.745) menjadi surat
berharga agar saldo kas kembali sebesar Rp. 482.475 sesuai dengan yang
diinginkan perusahaan. Sedangkan ketika kas perusahaan sampai batas minimal,
dalam hal ini nol rupiah, maka perusahaan harus menjual surat berharganya
sebesar Rp. 482.475 agar
saldo kas kembali ke jumlah Rp. 482.475 sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan. Untuk menentukan besarnya kas yang harus disediakan dan kapan waktu
yang tepat, agar pemanfaatan kas dapat efektif dan efisien perlu mengetahui
anggaran kas atau Cash budget.
5. Anggaran Kas atau Cash budget
Anggaran kas atau cash budget merupakan
skedul yang menyajikan perkiraan aliran kas masuk dan kas keluar suatu
perusahaan selama periode tertentu pada waktu yang akan datang. Anggaran kas, sebagai
proyeksi posisi kas yang berupa penerimaan dan pengeluaran kas pada saat tertentu di masa yang akan datang. Periode penyusunan anggaran kas ini dapat disusun untuk waktu tahunan,
triwulanan, bulanan, mingguan atau bahkan harian. Perusahaan pada umumnya
menggunakan anggaran kas bulanan yang disusun untuk jangka waktu 3 bulan, 6
bulan sampai 12 bulan. Anggaran kas untuk jangka waktu yang lebih panjang
digunakan untuk perencanaan yang bersifat umum dan menyeluruh, sedangkan
anggaran dalam jangka waktu yang lebih pendek biasanya untuk pengendalian kas
yang lebih riil dan spesifik.
Anggaran
kas sangat penting untuk menjaga likuiditas dan kelangsungan
usaha, sebab dengan menyusun anggaran kas dapat diprediksi
waktu atau kapan perusahaan mengalami defisit dan kapan mengalami surplus kas.
Pada periode yang mengalami defisit kas, bisa segera disiapkan sumber dana
menutupnya. Defisit dapat ditutup dari pinjaman pihak bank
atau dengan mencari modal sendiri. Apabila
mengalami surplus kas bisa direncanakan untuk investasi pada instrumen
investasi yang sesuai likuiditasnya atau merencanakan pemanfaatan
kas untuk kegiatan yang lebih menguntungkan. Hal ini dilakukan agar jangan sampai terjadi kelebihan kas terlalu besar,
sehingga ada sejumlah kas yang menganggur yang tidak mendatangkan pendapatan
serta tidak efisien. Keberadaan kas sebagai bagian dari aktiva lancar akan
berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan.
Fokus anggaran kas meliputi dua
bagian yaitu: 1. penerimaan kas yang direncanakan dan 2. pengeluaran kas yang
direncanakan. Merencanakan aliran uang kas masuk dan kas keluar memberikan
saldo posisi awal dan saldo akhir kas yang direncanakan untuk jangka waktu
tertentu.
1. Penerimaan
kas yang direncanakan atau estimasi
penerimaan kas yaitu proyeksi penerimaan pada waktu tertentu baik yang
berasal dari penerimaan penjualan tunai, penerimaan piutang, penerimaan bunga,
hasil penjualan aktiva tetap maupun penerimaan lainnya.
2. Pengeluaran kas yang direncanakan
atau estimasi pengeluaran kas yaitu
proyeksi pengeluaran yang dilakukan perusahaan, seperti pembelian bahan baku,
pembayaran upah dan gaji, pengeluaran tunai biaya pemasaran, biaya
administrasi, pembayaran hutang, pembayaran pajak dan pembayaran lainnya yang
bersifat tunai.
Setelah mengadakan estimasi pada masing-masing periode, langkah selanjutnya
membandingkan hasil estimasi penerimaan dengan estimasi pengeluaran kas.
Perencanaan aliran uang kas masuk dan keluar akan menunjukkan:
1. Kebutuhan untuk membiayai kekurangan kas yang
mungkin terjadi, atau
2. Kebutuhan
terhadap perencanaan investasi atas kelebihan uang pada penggunaan yang
mendatangkan keuntungan.
Anggaran kas secara langsung
berhubungan dengan rencana lainnya, seperti anggaran penjualan, anggaran
piutang, anggaran biaya-biaya, dan anggaran pengeluaran modal, namun anggaran
tersebut tidak secara otomatis langsung berpengaruh terhadap anggaran kas. Anggaran
kas menekankan arus kas masuk dan keluar pada saat tertentu, oleh karena itu,
tujuan anggaran kas yaitu:
1. Membuat taksiran posisi kas pada setiap akhir periode dari kegiatan
operasi perusahaan baik periode bulanan ataupun tahunan.
2. Mengetahui adanya kelebihan atau kekurangan kas yang terjadi pada
periode tertentu.
3. Merencanakan besarnya kas untuk menutup kekurangan (defisit) yang
terjadi.
4. Menentukan besarnya kas untuk pembayaran-pembayaran dan kelebihan
kas yang dapat digunakan untuk melakukan investasi.
5. Mengetahui waktu kapan suatu pinjaman atau kewajiban lainnya harus
dibayar.
6. Penyusunan Anggaran Kas
Penyusunan anggaran kas memberikan
gambaran tentang sumber penerimaan kas, pos-pos pengeluaran kas, saat
terjadinya kelebihan atau kekurangan kas, dan saat pembayaran pinjaman dan bunga
pinjaman. Penyusunan anggaran kas ini dilakukan melalui beberapa tahap:
1. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran dari operasi
perusahaan (transaksi operasi). Rencana penerimaan berasal dari penjualan
tunai, penerimaan piutang, pendapatan bunga, pendapatan sewa, dan pendapatan
lain yang diperoleh perusahaan. Sedangkan estimasi pengeluaran meliputi
pembelian tunai, pembayaran hutang, pembayaran gaji, pembayaran bunga dan
pembayaran biaya-biaya lainnya. Dengan estimasi penerimaan dan pengeluaran ini
dapat diketahui pula adanya defisit atau surplus yang terjadi.
2. Menyusun estimasi atau rencana transaksi finansial, yaitu transaksi
yang berhubungan dengan estimasi kebutuhan dana yang diperoleh dari pinjaman
untuk menutup defisit yang terjadi beserta estimasi pembayaran pinjaman
tersebut beserta bunganya.
3. Menyusun anggaran kas final, yaitu meliputi transaksi operasi dan
transaksi fmansial. Di sini terlihat anggaran kas secara keseluruhan dari estimasi
penerimaan dan pengeluaran kas.
Contoh penyusunan anggaran kas,
supaya dapat memberikan gambaran yang jelas.
Pada
Tahun 2010 perusahaan “PT A” menyusun anggaran kas. Estimasi penerimaan kas dan
pengeluaran kas selama enam bulan pertama (bulan Januari s/d Juni) sebagai
berikut:
1. Estimasi atau Rencana Penerimaan:
Penerimaan setiap bulan dari penjualan yang dilakukan secara tunai sebanyak
25 % dan secara kredit 75 % dari penjualan. Dari penjualan
kredit, 60 % diterima pada satu bulan setelah bulan penjualan dan sisanya
diterima 2 bulan setelah bulan penjualan.
Total penerimaan piutang bulan
Januari dan Pebruari masing-masing Rp. 1.900.000 dan Rp. 2.600.000. Estimasi atau rencana penerimaannya adalah:
a. Besarnya penjualan yaitu:
Januari ......... Rp. 4.000.000 April
.............. Rp. 5.200.000
Pebruari
....... Rp. 5.500.000 Mei
................ Rp. 5.400.000
Maret ........... Rp. 5.600.000 Juni
................ Rp. 6.500.000
b. Penerimaan lain-lain yaitu:
Januari ............ Rp. 400.000 April .............. Rp. 1.200.000
Pebruari .......... Rp. 900.000 Mei
................ Rp. 1.400.000
Maret .............. Rp. 1.000.000 Juni ................ Rp. 1.500.000
2. Estimasi atau Rencana Pengeluaran:
a. Pembelian bahan mentah:
Januari ......... Rp. 1.000.000 April
.............. Rp. 2.200.000
Pebruari ....... Rp. 1.500.000 Mei
................ Rp. 2.000.000
Maret ............ Rp.1.600.000 Juni
............... Rp. 2.100.000
b. Pembelian bahan penolong:
Januari ......... Rp. 200.000 April
................... Rp. 500.000
Pebruari ....... Rp. 300.000 Mei
................... Rp. 400.000
Maret ............ Rp. 200.000 Juni
................... Rp. 500.000
c. Pembayaran gaji dan upah:
Januari .......... Rp. 2.500.000 April
................ Rp. 2.800.000
Pebruari ........ Rp. 2.500.000 Mei
.................. Rp. 3.000.000
Maret ............ Rp. 2.600.000 Juni
................. Rp. 3.200.000
d. Biaya transport dan komisi
penjualan:
Januari ............ Rp. 300.000
April ............... Rp. 600.000
Pebruari ...........Rp. 500.000 Mei .................. Rp. 500.000
Maret ............... Rp. 400.000
Juni ................. Rp. 500.000
e. Biaya administrasi dan lainnya:
Januari ........... Rp. 350.000 April
................ Rp. 550.000
Pebruari ......... Rp. 550.000 Mei .................. Rp. 450.000
Maret ............. Rp. 450.000 Juni .................. Rp. 550.000
3. Estimasi atau Rencana lain:
a. Saldo kas akhir pada Bulan
Desember tahun sebelumnya Rp. 300.000
b. Apabila terjadi
defisit, perusahaan akan
melakukan pinjaman ke bank pada permulaan bulan dan
pengembaliannya juga pada permulaan bulan dengan bunga sebesar 2% per bulan
c. Pinjaman ke bank pada Bulan
Januari sebesar Rp. 1.000.000 dan Bulan Pebruari sebesar Rp. 500.000,-. Pembayaran angsuran pinjaman
tersebut akan dilakukan pada Bulan April sebesar Rp. 600.000, Bulan Mei sebesar
Rp. 300.000 dan sisanya sebesar Rp. 600.000 akan dibayar pada Bulan Juni 2001
d. Persediaan
minimum kas atau persediaan besi kas sebesar Rp. 200.000
Dari informasi data tersebut dapat disusun anggaran kas untuk Bulan Januari
sampai dengan Juni Tahun 2010 secara bertahap yaitu anggaran kas untuk transaksi
operasi (transaksi usaha), transaksi finansial dan transaksi secara
keseluruhan.
Penyelesaiannya:
1. Menyusun Anggaran Kas untuk Transaksi Operasi
(transaksi usaha)
Anggaran kas untuk transaksi
operasi menggambarkan penerimaan dan pengeluaran kas dari usaha operasi
perusahaan. Penerimaan yang berasal dari penjualan dibedakan menjadi penjualan
tunai dan penerimaan dari penagihan piutang. Kedua penerimaan tersebut dapat
dihitung sebagai berikut:
A. Penerimaan dari hasil penjualan tunai
setiap bulannya adalah:
Januari = 25% x Rp. 4.000.000 = Rp. 1.000.000
Pebruari = 25% x Rp. 5.500.000 = Rp. 1.375.000
Maret = 25% x Rp. 5.600.000 = Rp. 1.400.000
April = 25% x Rp. 5.200.000 = Rp. 1.300.000
Mei = 25% x Rp. 6.000.000 = Rp. 1.500.000
Juni = 25% x Rp. 6.500.000 =
Rp. 1.625.000
B. Penerimaan hasil penjualan
tunai dan penagihan piutang dari penjualan kredit setiap bulannya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. PT ”A”
Penerimaan Kas
dari Hasil Penjualan Tunai dan
Pengumpulan
Piutang dari Penjualan Kredit Bulan Januari s/d Juni 2010
(dalam ribuan rupiah)
No
|
Keterangan
|
Bulan
|
|||||
Januari
|
Pebruari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||
1
|
Total
Penjualan
|
4.000
|
5.500
|
5.600
|
5.200
|
6.000
|
6.500
|
2
|
Penjualan
tunai (25%)
|
1.000
|
1.375
|
1.400
|
1.300
|
1.500
|
1.625
|
3
|
Penjualan
kredit (75%)
|
3.000
|
4.125
|
4.200
|
3.900
|
4.500
|
4.875
|
4
|
Penerimaan piutang:
60% dari penj. kredit
40% dari penj. kredit
|
-
1.900
|
1.800
800
|
2.475 1.200
|
2.520 1.650
|
2.340 1.680
|
2.700 1.560
|
5
|
Total dari
piutang
|
1.900
|
2.600
|
3.675
|
4.170
|
4.020
|
4.260
|
6
|
Total kas
masuk (2 +5)
|
2.900
|
3.975
|
5.075
|
5.470
|
5.520
|
5.885
|
Dari anggaran penerimaan
penjualan (tunai dan piutang) tersebut pada Tabel 1., maka dapat disusun
anggaran kas untuk transaksi operasi (transaksi penerimaan dan pengeluaran) PT
“A” yang dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini.
Tabel 2. PT ”A”
Anggaran
Transaksi Operasi Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(Penerimaan dan
Pengeluaran Kas)
(dalam ribuan rupiah)
Keterangan
|
Bulan
|
|||||
Januari
|
Pebruari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
|
Rencana
Penerimaan:
|
|
|||||
Penjualan tunai
|
1.000
|
1.375
|
1.400
|
1.300
|
1.500
|
1.625
|
Penerimaan
piutang
|
1.900
|
2.600
|
3.675
|
4.170
|
4.020
|
4.260
|
Penerimaan lain
|
400
|
900
|
1.000
|
1.200
|
1.400
|
1.500
|
Jumlah
Penerimaan
|
3.300
|
4.875
|
6.075
|
6.670
|
6.920
|
7.385
|
Rencana
Pengeluaran
|
|
|||||
Pembelian Bahan
Mentah
|
1.000
|
1.500
|
1.600
|
2.200
|
2.000
|
2.100
|
Pemb. Bahan
Penolong
|
200
|
300
|
200
|
500
|
400
|
500
|
Pembayaran
Gaji/upah
|
2.500
|
2.500
|
2.600
|
2.800
|
3.000
|
3.200
|
Pemb.
transport/komisi
|
300
|
500
|
400
|
600
|
500
|
500
|
Pemb.adm dan
lainnya
|
350
|
550
|
450
|
550
|
450
|
550
|
Jumlah
Pengeluaran
|
4.350
|
5.350
|
5.250
|
6.650
|
6.350
|
6.850
|
Surplus
(Defisit)
|
(1.050)
|
(475)
|
825
|
20
|
570
|
535
|
Jika terjadi defisit, maka perusahaan dapat menutupnya dengan meminjam uang
ke bank. Pinjaman ke bank, pembayaran angsuran dan pembayaran bunganya dapat
dilihat pada tabel transaksi finansial berikut ini.
Tabel 3. PT ”A”
Anggaran
Transaksi Finansial Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(Penerimaan
Pinjaman dan Pengembaliannya)
(dalam ribuan
rupiah)
Keterangan
|
Bulan
|
|||||
Januari
|
Pebruari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
|
Saldo kas
awal bulan1)
|
300
|
230
|
225
|
1.020
|
422
|
680
|
Penerimaan
pinjaman2)
|
1.000
|
500
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Pembayaran
angsuran3)
|
-
|
-
|
-
|
600
|
300
|
600
|
Kas yang
tersedia4)
|
1.300
|
730
|
225
|
420
|
122
|
80
|
Surplus
(defisit)5)
|
(1.050)
|
(475)
|
825
|
20
|
570
|
535
|
Pembayaran
bunga6)
|
(20)
|
(30)
|
(30)
|
(18)
|
(12)
|
-
|
Saldo kas
akhir bulan7)
|
230
|
225
|
1.020
|
422
|
680
|
615
|
Sisa pinjaman
kumulatif8)
|
1.000
|
1.500
|
1.500
|
900
|
600
|
0
|
Penjelasan tabel:
1) Saldo kas awal bulan merupakan
saldo kas akhir bulan sebelumnya.
2) Penerimaan pinjaman Bulan Januari
sebesar Rp. 1000.000 dan Pebruari = Rp. 500.000.
Jumlah pinjaman minimal (misalnya X) dapat
dihitung sebagai berikut:
Jumlah pinjaman = Persediaan
besi + Besarnya deflsit - Saldo awal 4 - Bunga
X
= Rp. 200.000 + Rp. 1 .050.000 – Rp. 300.000 + 0,02 X
0,98
X = Rp. 950.000 X
= Rp. 969.388
Jadi besarnya pinjaman Bulan Januari minimal adalah Rp. 969.388,-.
3) Pembayaran angsuran pinjaman
dilakukan apabila perusahaan memiliki saldo kas yang cukup (persediaan besi kas
sebesar Rp. 200.000). Dalam contoh ini, pembayaran sudah ditentukan yaitu Bulan
April sebesar Rp. 600.000, bulan Mei Rp. 300.000 dan Bulan Juni Rp. 600.000.
4) Kas yang tersedia merupakan
penjumlahan dari saldo kas awal ditambah
penerimaan pinjaman dikurangi angsuran pinjaman.
5) Surplus (defisit) berasal dari data
tabel transaksi sebelumnya.
6) Pembayaran bunga sama dengan
besarnya bunga (2%) dikalikan dengan sisa pinjaman.
7) Saldo kas akhir = Kas yang tersedia
- surplus (defisit) - pembayaran bunga
8) Pinjaman kumulatif merupakan sisa
pinjaman yang masih ada di perusahaan.
Setelah tabel transaksi operasi dan tabel transaksi finansial dibuat,
kemudian langkah terakhir adalah membuat anggaran kas secara menyeluruh
(anggaran final) di mana dalam tabel tersebut tertera transaksi operasi dan
transaksi finansialnya.
Tabel 4. PT ”A”
Anggaran Kas
Final (Transaksi Operasi dan Transaksi Finansial)
Bulan Januari - Juni Tahun 2010
(dalam ribuan rupiah)
Keterangan
|
Bulan
|
|||||
Januari
|
Pebruari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
|
Saldo Kas
awal bulan
|
300
|
230
|
225
|
1.020
|
422
|
680
|
Rencana
Penerimaan:
|
|
|||||
Penjualan
tunai
|
1.000
|
1.375
|
1.400
|
1.300
|
1.500
|
1.625
|
Penerimaan
piutang
|
1.900
|
2.600
|
3.675
|
4.170
|
4.020
|
4.260
|
Penerimaan
pinjaman
|
1.000
|
500
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Penerimaan
lain
|
400
|
900
|
1.000
|
1.200
|
1.400
|
1.500
|
Jumlah
Penerimaan
|
4.300
|
5.375
|
6.075
|
6.670
|
6.920
|
7.385
|
Jumlah Kas
tersedia
|
4.600
|
5.605
|
6.300
|
7.690
|
7.342
|
8.065
|
Rencana
Pengeluaran
|
|
|||||
Pembelian
Bahan Mentah
|
1.000
|
1.500
|
1.600
|
2.200
|
2.000
|
2.100
|
Pemb. Bahan
Penolong
|
200
|
300
|
200
|
500
|
400
|
500
|
Pembayaran
Gaji/upah
|
2.500
|
2.500
|
2.600
|
2.800
|
3.000
|
3.200
|
Pemb.
transport/komisi
|
300
|
500
|
400
|
600
|
500
|
500
|
Pemb.adm dan
lainnya
|
350
|
550
|
450
|
550
|
450
|
550
|
Pembayaran
bunga
|
20
|
30
|
30
|
18
|
12
|
-
|
Pembayaran
angsuran
|
-
|
-
|
-
|
600
|
300
|
600
|
Jumlah
Pengeluaran
|
4.370
|
5.380
|
5.280
|
7.268
|
6.662
|
7.450
|
Saldo Kas
akhir bulan
|
230
|
225
|
1.020
|
422
|
680
|
615
|
Untuk
mengevaluasi hasil perhitungan pada Tabel anggaran kas di atas, dicocokkan
apakah saldo kas akhir bulan sama dengan saldo kas awal bulan berikutnya. Saldo
kas akhir bulan merupakan saldo kas awal bulan berikutnya.
MANAJEMEN SEKURITAS
1. Pengertian Sekuritas
Sekuritas (marketable
security) merupakan surat-surat berharga yang segera dapat dijual untuk
memperoleh uang kas. Marketable securities merupakan surat-surat
berharga yang dapat diuangkan dengan mudah dan diperjualbelikan di pasar uang
(bursa modal jangka pendek).
Motif penanaman modal dalam marketable
securities ada tiga yaitu:
Pertama, motif transaksi (transaction
motive) yaitu pembelian marketable
securities yang akan dijual kembali untuk menutup pembayaran yang sudah diketahui
sebelumnya. Sebelum saat pembayaran kewajiban perusahaan dapat
menginvestasikan uang kas tersebut dalam marketable securities yang jatuh temponya sebelum pembayaran berbagai
kewajiban.
Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary motive) yaitu penanaman modal dalam marketable securities untuk mendapatkan
sejumlah aktiva lancar yang dapat diuangkan dengan segera, untuk memenuhi berbagai
pengeluaran yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Ketiga, motif spekulasi (speculatif
motive) yaitu investasi dalam marketable
securities karena tidak adanya investasi lain dari uang kas yang sementara waktu
belum digunakan. Keadaan tersebut bukan suatu hal yang biasa terjadi. Investasi
dalam marketable securities baru akan
diuangkan jika perusahaan sudah menemukan investasi yang lebih tepat
dari dana tersebut.
Ada beberapa alasan perusahaan memiliki
surat berharga yaitu: untuk menggunakan dana sementara yang lebih guna
diinvestasikan dalam surat berharga yang dijual oleh emiten (perusahaan yang
mengeluarkan saham). Apabila suatu sekuritas telah diperjual-belikan di pasar
sekunder (bursa efek), maka jual-beli sekuritas tersebut dilakukan oleh pialang
(makelar). Karena pemilikan sekuritas ini hanya sementara saja (kurang dari 1
tahun), maka investasi pada surat berharga dimasukkan dalam investasi jangka
pendek. Sekuritas tersebut dimiliki hanya dalam jangka pendek saja dengan
maksud agar dapat segera diuangkan (dijual) jika sewaktu-waktu perusahaan
memerlukan dana dalam operasinya. Sebenarnya, investasi pada sekuritas ada yang
berjangka panjang (dimiliki lebih dari 1 tahun). Jika investasi pada sekuritas
tersebut untuk jangka panjang, maka investasi tersebut dimasukkan sebagai
investasi jangka panjang yang tertera pada pos investasi (investment)
pada neraca.
Alasan lain perusahaan memiliki
sekuritas ini adalah untuk menjaga likuiditas perusahaan dan memperoleh
pendapatan dari investasi tersebut. Sekuritas memiliki sifat yang likuid (mudah
diuangkan atau dijual), sehingga apabila perusahaan kekurangan uang kas maka
sekuritas ini dapat segera dijual. Dalam hal ini berarti pemilikan sekuritas
berfungsi sebagai pengganti saldo kas. Di samping itu, pemilikan sekuritas
dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan berupa keuntungan. Keuntungan tersebut
dapat berupa dividen, bunga atau capital gain. Dividen akan diperoleh
oleh perusahaan apabila sekuritas tersebut berupa saham dan dimiliki sampai
waktu pembayaran dividen (biasanya dividen dibayarkan sekali dalam setahun).
Sedangkan pendapatan bunga akan diperoleh jika perusahaan menginvestasikan
dananya dengan membeli sekuritas berupa obligasi atau sertifikat deposito.
Sedangkan capital gain akan diperoleh apabila hasil penjualan suatu sekuritas
lebih tinggi daripada harga perolehannya.
2. Kriteria Pemilihan Sekuritas
Kriteria pemilihan sekuritas dapat dilihat dari berbagai
macam pertimbangan, yaitu meliputi risiko keuangan (financial risk),
risiko suku bunga (interest rate risk), risiko likuiditas (liquidity
risk), risiko inflasi dan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Berbagai pertimbangan tersebut akan menentukan besarnya dana yang akan
ditanamkan dalam sekuritas (surat berharga) jangka pendek. Perusahaan akan
berusaha memperkecil risiko yang mungkin dihadapi dengan harapan memperoleh
keuntungan (return) yang maksimal. Risiko keuangan merupakan risiko tidak kembalinya dana yang
diinvestasikan pada sekuritas sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Ketidakpastian pengembalian dana yang telah diinvestasikan (beserta bunganya
jika berupa obligasi) pada sekuritas sering sulit diprediksikan. Adakalanya
peminjam menunggak dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Jika peminjam
tidak dapat mengembalikan dananya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan
likuiditas, apalagi jika tidak memiliki cadangan kas yang cukup untuk biaya
operasi perusahaannya.
Harga sekuritas yang berupa
obligasi sangat terpengaruh dengan naik-turunnya suku bunga. Obligasi berjangka
pendek relatif lebih stabil dibanding obligasi berjangka panjang dalam
hubungannya dengan suku bunga ini. Apabila suku bunga naik, para investor cenderung
mengalihkan dananya ke instrumen perbankan, sehingga harga obligasi akan turun.
Dan sebaliknya jika suku bunga bank turun, maka investor akan beramai-ramai
menginvestasikan dananya pada obligasi sehingga harga obligasi akan meningkat.
Risiko likuiditas sekuritas merupakan cepat
lambatnya sekuritas yang bersangkutan dapat diperjual belikan. Sekuritas yang
likuid berarti sekuritas tersebut cepat laku terjual. Apabila suatu sekuritas
tidak likuid, maka perusahaan atau pihak yang memiliki sekuritas tersebut akan
menurunkan harganya agar laku dijual. Penurunan harga ini mengakibatkan
keuntungan yang diperoleh akan berkurang atau bahkan akan menderita kerugian
jika penurunan harganya sampai melebihi harga perolehannya. Semakin likuid
suatu saham, maka makin kecil risiko likuiditasnya karena sekuritas tersebut
dapat diperjual belikan setiap saat.
Risiko
inflasi pada prinsipnya
hampir sama dengan risiko tingkat
bunga. Kita tahu bahwa antara tingkat bunga dan inflasi memiliki hubungan yang
erat. Tingkat suku bunga yang tinggi mengakibatkan tingkat inflasi yang tinggi.
Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang-barang. Tingginya inflasi
akan menurunkan daya beli masyarakat. Risiko inflasi ini mengakibatkan pada
risiko penurunan daya beli. Pihak yang lebih merasakan dampak dari risiko
inflasi ini adalah mereka yang memiliki surat berharga dengan pendapatan tetap
seperti obligasi bila dibandingkan dengan surat berharga yang memiliki
penghasilan meningkat (seperti saham). Oleh karena itu, saham biasa yang
diperjual belikan di bursa efek memiliki stabilitas yang lebih aman
dibandingkan obligasi yang memberikan pendapatan tetap. Pada situasi inflasi
yang cenderung meningkat, perusahaan akan lebih untung bila melakukan investasi
pada saham.
Kriteria terakhir yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan investasi pada sekuritas adalah memperhitungkan
hasil yang diharapkan (yield)
berupa keuntungan. Besarnya yield atau sering pula disebut return ini akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain tersebut di atas yaitu adanya risiko keuangan, risiko
tingkat bunga, risiko likuiditas, dan risiko inflasi atau risiko daya beli.
Risiko-risiko tersebut akan mempengaruhi besarnya hasil yang akan diperoleh
baik langsung maupun tidak langung. Risiko keuangan dan risiko likuiditas lebih
dapat dikontrol daripada risiko tingkat bunga dan risiko inflasi. Hal ini
karena risiko keuangan dan risiko likuiditas lebih banyak berhubungan dengan
kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangannya. Sedangkan risiko tingkat
bunga dan risiko inflasi lebih banyak berhubungan dengan kondisi ekonomi secara
keseluruhan. Hasil yang diharapkan (yield) oleh perusahaan dalam
hubungannya dengan risiko-risiko yang mungkin terjadi mengharuskan perusahaan
melakukan portofolio atau diversifikasi (penganekaragaman)
investasi pada sekuritas. Perusahaan melakukan portofolio investasi berarti
bahwa dana yang dimiliki oleh perusahaan ditanamkan pada sekuritas yang
bermacam-macam. Perusahaan jangan sampai menanamkan dananya hanya pada satu
jenis sekuritas saja, karena apabila sekuritas tersebut harganya “anjlok” maka
perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar. Perusahaan perlu mengikuti
pepatah investasi “jangan tempatkan telor-telor yang anda miliki dalam satu
keranjang saja” (don't put your eggs
in one basket). Oleh karena itu perusahaan harus melakukan portofolio
investasi. Tujuan portofolio ini adalah untuk memperkecil risiko yang mungkin
dihadapi. Kita tahu bahwa dalam situasi ekonomi yang normal (stabil) maka
antara risiko dan hasil memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi risiko
semakin tinggi pula hasil yang diharapkan, dan sebaliknya. Oleh karena itu,
dengan portofolio ini perusahaan berusaha untuk melakukan investasi dengan
portofolio yang optimal. Portofolio yang optimal adalah portofolio yang menghasilkan
risiko terkecil (minimal) dengan hasil tertentu atau memperoleh hasil yang
maksimal dengan risiko tertentu. Dari kriteria pemilihan sekuritas dalam
kaitannya dengan hasil yang diharapkan dan portofolio investasi tersebut di
atas, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.
![]() |
Gambar 1. Skema
Desain Pertimbangan Melakukan Protofolio Sekuritas
Dari Gambar 1. dapat dijelaskan
bahwa risiko-risiko yang mungkin muncul dalam investasi sekuritas seperti
risiko keuangan, risiko tingkat bunga, risiko likuiditas dan risiko inflasi
akan mempengaruhi besarnya hasil (return) yang akan diperoleh.
Perusahaan harus mengelola risiko dan hasil tersebut dengan berusaha untuk
memperkecil risiko guna mencapai hasil yang diharapkan melalui diversifikasi
(portofolio) sekuritas, yaitu menanamkan dananya pada berbagai sekuritas agar
risiko dapat diperkecil. Dengan demikian, tujuan utama portofolio investasi
adalah mengurangi atau memperkecil risiko investasi.
3. Alternatif Investasi Pada Sekuritas Jangka Pendek
Beberapa alternatif sekuritas
yang sering diperjualbelikan di Amerika atau di Indonesia. Sekuritas-sekuritas
tersebut antara lain seperti US. Treasury Bills, Federal Agency
Securities, Negotiable Certificates of Deposit (CD), Commercial Paper, dan
Money Market Mutual Fund. Sedangkan di Indonesia, beberapa surat
berharga yang telah diperjualbelikan antara lain adalah Saham, Obligasi,
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito, Surat Berharga Pasar
Uang, dan Commercial Paper.
Sekuritas Treasury Bills (disingkat
T-Bills) yang diterbitkan di Amerika, merupakan instrumen hutang yang
diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Sentral atas unjuk dengan jumlah tertentu
yang akan dibayarkan kepada pemegangnya pada tanggal yang telah ditetapkan.
Oleh karena diterbitkan oleh pemerintah atau Bank sentral, maka T-Bills
merupakan sekuritas yang aman dan sangat likuid. Di samping itu, risiko
investasi pada T-Bills sangat rendah atau bahkan hampir tanpa
risiko karena diterbitkan oleh pemerintah. T-Bills ini merupakan sekuritas
jangka pendek sehingga memiliki jangka waktu jatuh tempo satu tahun atau
kurang. Pemerintah Amerika juga menerbitkan sekuritas yang disebut Federal
Agency Securities. Sekuritas ini juga merupakan surat hutang dari
perusahaan-perusahaan dan agen-agen untuk mendukung program pemerintah negara
bagian di Amerika. Ada 5 agen besar yang memperjual-belikan sekuritas ini,
yaitu Federal National Mortgage Association, The Federal Home Loan Banks,
The Federal Land Banks, The Federal Intermediate Credit Banks dan The
Banks for Cooperatives.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
memiliki prinsip seperti T-Bills di Amerika. SBI ini merupakan surat berharga
atas unjuk yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Sentral (Bank
Indonesia) sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (kurang dari 1
tahun). Sertifikat Bank Indonesia diciptakan pertama kali pada Tahun 1970.
Namun peran SBI tersebut tahun 1971 digantikan oleh sertifikat deposito yang
boleh diterbitkan oleh bank. Adanya kebijakan moneter Tahun 1983, SBI terbit
kembali sebagai instrumen yang digunakan untuk mengendalikan kebijakan moneter
dalam operasi pasar seperti memperketat uang beredar dengan jalan menjual SBI
tersebut.
Sertifikat deposito atau negotiable
certificate of deposit (disingkat CD) merupakan instrumen
keuangan yang diterbitkan oleh bank yang berupa deposito berjangka. Sekuritas
ini biasanya merupakan sekuritas atas unjuk dan menyatakan sejumlah deposito
tertentu dengan tingkat bunga dan jangka waktu tertentu pula. Sertifikat
deposito ini memiliki perbedaan dengan deposito berjangka biasa. Perbedaan
tersebut antara lain adalah bahwa CD ini dapat dipindah tangankan atau
diperjual belikan sebelum jatuh tempo karena sertifikat deposito ini atas
unjuk. Sedangkan deposito biasa yang merupakan deposito atas nama tidak dapat
diperjual belikan melalui bank.
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat dijualbelikan
secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia. Surat Berharga Pasar Uang ini diperkenalkan pertama kali Tahun
1985. Penerbitan SBPU ini bertujuan untuk mengendalikan situasi moneter seperti
halnya SBI. Apabila SB1 digunakan untuk melakukan kontraksi pasar (pengetatan
uang), sebaliknya SBPU ini digunakan untuk melakukan ekspansi moneter. Apabila
BI akan melakukan ekspansi, maka BI akan membeli SBPU yang diterbitkan oleh
bank-bank dengan tingkat diskonto tertentu. Bank-bank akan menerbitkan SBPU ini
jika ada suatu badan usaha atau masyarakat yang mengeluarkan surat aksep atau
wesel untuk memperoleh pinjaman kepada bank tersebut. Surat aksep tersebut
merupakan surat berharga yang dapat dijualbelikan oleh bank melalui lembaga
diskonto yang ditunjuk (securities house). Akhirnya, lembaga diskonto
dapat menjual surat berharga tersebut ke Bank Indonesia. Dengan dibelinya surat
berharga tersebut, maka uang yang beredar akan bertambah.
Surat berharga yang banyak
digunakan oleh pengusaha adalah Commercial Paper (disingkat CP). Commercial
Paper merupakan surat kesanggupan membayar (promes) sejumlah
uang tertentu pada saat jatuh tempo yang tidak ada jaminannya. Namun demikian,
pada prakteknya CP ini disertai dengan jaminan seperti kemampuan perusahaan
memperoleh keuntungan dan jaminan bank garansi. Surat ini diterbitkan oleh
suatu perusahaan atau bank yang digunakan untuk memperoleh dana pinjaman jangka
pendek, kemudian dijual kepada investor yang melakukan investasi dalam
instrumen pasar uang. Jangka waktu CP ini kurang dari 1 tahun. Sebelum jangka
waktu habis, CP ini dapat diperjualbelikan dengan diskon tertentu. Dalam
prakteknya, mekanisme penerbitan CP adalah bahwa perusahaan yang membutuhkan
dana akan menghubungi bank yang biasa bertindak sebagai pengatur (arranger).
Perusahaan tersebut menyebutkan jumlah dana yang diperlukan. Kemudian
perusahaan menerbitkan CP sejumlah dana yang dibutuhkan. Bank ini bertindak
sebagai perantara antara investor dan penerbit CP tersebut. Tugas utama bank
tersebut adalah menawarkan CP kepada investor atau para nasabahnya. Bank tidak
mempunyai tanggung jawab apabila penerbit CP tersebut tidak mampu membayar
kesanggupannya pada saat CP tersebut jatuh tempo. Risiko tersebut sepenuhnya
menjadi tanggung jawab para investor.
Ringkasan
Kas merupakan
komponen aktiva lancar paling likuid, sedangkan surat-surat berharga
jangka pendek atau marketable
securities merupakan urutan berikutnya. Uang kas yang untuk sementara waktu belum
digunakan dapat diinvestasikan dalam marketable securities agar dapat
memperoleh penghasilan. Manajemen kas yang efisien didasarkan atas tiga
strategi utama yaitu: a) membayar utang
dagang pada akhir tanggal jatuh tempo, b) mengumpulkan piutang secepat mungkin
namun jangan sampai menyebabkan menurunnya volume penjualan, c) mengelola
persediaan secara efisien atau meningkatkan inventory turnover. Budget
kas sangat berguna dalam merencanakan dan mengambil keputusan yang berhubungan
dengan kebutuhan kas, namun besarnya kebutuhan juga tergantung pada jumlah
pengeluaran kas yang sudah dapat diketahui maupun yang tidak diduga sebelumnya.
Ada beberapa cara mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks dalam
menentukan kebutuhan minimum operating kas, yang lebih praktis dengan cara
menghubungkan kas minimum dengan tingkat perputaran kas atau cash turnover.
Perusahaan menanamkan uang kas yang untuk sementara
waktu belum digunakan dalam marketable securities agar dapat memperoleh
penghasilan. Motif dari investasi tersebut meliputi: motif transaksi, motif berjaga-jaga
dan motif spekulasi. Realisasi penjualan marketable securities jangan
sampai lebih kecil dari modal yang diinvestasikan, atau penghasilan yang
diperoleh (yields) harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam pembelian
dan penjualan marketable securities.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar