BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Norma-norma di dalam masyarakat berfungsi mengatur hubungan antar manusia dengan tujuan menciptakan tata tertib. Selanjutnya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok manusia. Kebutuhan akan mata pencaharian menimbulkan lembaga-lembaga masyarakat seperti pertanian, peternakan, koperasi, dan lain-lain. Selain itu, dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem pengendalian sosial. Seringkali hal ini diartikan sebagai proses pengawasan terhadap pemerintah. Dalam arti luas kontrol tidak hanya dilakukan kepada pemerintah, kontrol juga dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya. Ketika seseorang yang dianggap melanggar suatu larangan yang tercipta melalui proses panjang di dalam masyarakat, maka sang pelaku akan dikenakan sanksi yang berakibat negatif dalam kumpulan masyarakat itu.
Selama ini kita mengetahui bahwa kebanyakan masyarakat peternak bekerja secara menyendiri. Tidak ada suatu wadah yang bisa digunakan para peternak untuk memperoleh informasi dan mendapatkan bantuan dalam mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi. Termasuk para peternak kambing kesulitan dalam permodalan sehingga sulit mengembangkan usahanya. Selain itu, keterbatasan pengetahuan tentang teknik beternak yang baik juga menjadi hambatan. Padahal usaha pemeliharaan kambing di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar. Masalah permodalan dan keterbatasan pengetahuan bisa ditanggulangi dengan pelembagaan di sektor peternakan dengan cara pembentukan kelompok ternak. Dengan adanya kelompok-kelompok ternak diharapkan mewujudkan peternak yang mandiri dan sejahtera.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan topik yang dibahas, maka dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternakan Kambing ?
2. Bagaimana Sistem Pengendalaian Sosial pada Peternakan Kambing ?
3. Apakah Fungsi Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan karya ilmiah diatas, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut.
1. Untuk Mengetahui Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternakan Kambing.
2. Untuk Mengetahui Sistem Pengendalaian Sosial pada Peternakan Kambing.
3. Untuk Mengetahui Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan karya ilmiah diatas, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut.
1) Bagi Penulis :
- Penulis dapat mengetahui gambaran yang jelas tentang Norma, Pengendalian Sosial, dan Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
2) Bagi Pembaca :
- Pembaca dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Norma, Pengendalian Sosial, dan Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut David Berry (1982), bahwa unsur pokok dari suatu norma adalah tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarakat untuk menjalankan norma-norma tersebut. Dasar pemikirannya adalah bahwa apabila aturan-aturan tertentu tidak diikuti oleh desakan sanksi sosial yang kuat, maka keberadaannya belum dapat dikategorikan sebagai norma-norma sosial. Desakan sosial ini merupakan indikasi bahwa suatu norma benar-benar telah menjadi bagian pokok dari norma sosial. Norma disebut sebagai norma sosial bukan semata karena telah mendapatkan sifat kemasyarakatan, akan tetapi sekaligus telah dijadikan patokan perilaku dalam pergaulan hidup.
Fungsi norma sosial menurut Abdul Syani (1994) adalah sebagai alat kendali atau batasan-batasan tindakan anggota masyarakat untuk memilih peraturan yang diterima atau di tolak dalam suatu pergaulan. Pilihan tersebut diwujudkan dalam bentuk perintah dan larangan, boleh atau tidak boleh dilakukan. Setiap anggota masyarakat menerima aturan-aturan itu sebagai patokan tingkah laku, baik yang benar maupun yang salah. Seseorang dikendalikan oleh norma-norma itu tidak hanya sekadar membuat perasaan takut untuk melanggar aturan perilaku, tetapi juga karena dapat membuat perasaan bersalah jika melanggar norma-norma tersebut. Unsur kendali dari norma-norma itu merupakan cerminan dari desakan sosial yang didasarkan pada kepentingan bersama. Norma sebagai pedoman perilaku mempunyai fungsi sebagai pengatur aktivitas sosial yang di dalamnya mengandung hukum dan sanksi-sanksinya. Bagi pelanggarnya harus patuh, tanpa paksaan, dan diharapkan secara suka rela menerima sanksi berdasarkan keputusan bersama.
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang. (Anonimous : 2008)
Lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam masyarakat.Definsi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. (Anonimous : 2010)
Menurut Soerjono Soekanto (1982), pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu antara lain:
1. Memberi pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotaanggotanya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternak Kambing
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa melakukan hubungan dan bekerja sama dengan manusia lainnya di masyarakat. Agar kerja sama antarsesama manusia dapat berlangsung dengan baik, lancar, dan dapat optimal, manusia membutuhkan suasana dan kondisi yang tertib dan teratur. Dalam hal ini manusia membutuhkan aturan, tata pergaulan, sehingga mereka dapat hidup dalam suasana yang harmonis. Uraian tersebut menunjukkan arti pentingnya norma-norma sosial dalam kehidupan masyarakat.
Norma lahir karena adanya interaksi sosial dalam masyarakat. Masyarakat yang berinteraksi membutuhkan aturan main, tata pergaulan yang dapat mengatur mereka untuk mencapai suasana yang diharapkan, yaitu tertib dan teratur. Untuk mencapainya, maka dibentuklah norma sebagai pedoman yang dapat digunakan untuk mengatur pola perilaku dan tata kelakuan yang akhirnya disepakati bersama oleh anggota kelompok masyarakat tersebut.
Pada umumnya norma sosial tidak tertulis atau lisan. Misalnya adat istiadat, tata pergaulan, kebiasaan, cara, dan lain sebagainya. Kecuali norma hukum sebagai tata tertib yang bersifat tertulis. Kaidah-kaidah ini disepakati oleh masyarakat dan sanksinya mengikat seluruh anggota kelompok atau masyarakat. Norma merupakan hasil kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat pada wilayah tertentu. Hasil ini merujuk pada kebudayaan wilayah setempat mengenai tata kelakuan dan aturan dalam pergaulan.
Norma juga bersifat mengikat, sehingga seluruh warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya dengan sepenuh hati. Terdapat sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Norma sosial bersifat menyesuaikan dengan perubahan sosial. Artinya norma sosial bersifat fleksibel dan luwes terhadap perubahan sosial. Setiap ada keinginan dari masyarakat untuk berubah, norma akan menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Meskipun tidak berubah seluruhnya, aturan ini pasti akan mengalami perubahan.
Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang berdaya ikat lemah, sedang, dan kuat. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat pengertian norma, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom) .
1) Cara ( Usage )
Norma ini mempunyai daya ikat yang sangat lemah dibanding dengan kebiasaan. Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu. Suatu penyimpangan terhadap cara tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar celaan. Misalnya, cara makan dengan mengeluarkan bunyi. Orang yang melakukannya akan mendapat celaan dari anggota masyarakat yang lain karena dianggap tidak baik dan tidak sopan.
2) Kebiasaan ( Folkways )
Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan diulang-ulang dalam bentuk yang sama yang membuktikan bahwa banyak orang menyukai perbuatan tersebut. Contohnya kebiasaan menghormati orangorang yang lebih tua, membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan sebelum makan, serta mengucapkan salam sebelum masuk rumah. Setiap orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut dianggap telah menyimpang dari kebiasaan umum yang ada dalam masyarakat.
3) Tata Kelakuan ( Mores )
Apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, namun di lain pihak merupakan larangan, sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Dalam masyarakat, tata kelakuan mempunyai fungsi sebagai berikut.
a) Memberikan batas-batas pada kelakuan individu
Setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masingmasing, yang seringkali berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada suatu masyarakat perkawinan dalam satu suku dilarang, tetapi di suku lain tidak ada larangan.
b) Mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya
Di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku, di lain pihak diharapkan agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
c) Menjaga solidaritas di antara anggota-anggotanya
Misalnya tata pergaulan antara pria dan wanita yang berlaku bagi semua orang, segala usia, dan semua golongan dalam masyarakat.
4) Adat Istiadat ( Custom )
Tata kelakuan yang berintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi keras. Contohnya hukum adat masyarakat Lampung yang melarang terjadinya perceraian antara suami istri. Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya nama orang yang bersangkutan yang tercemar, tetapi juga seluruh keluarga, bahkan seluruh suku. Oleh karena itu, orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat, termasuk keturunannya, sampai suatu saat keadaan semula pulih kembali. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan upacara adat khusus (yang biasanya membutuhkan biaya besar).
Jika dikaji dengan seksama, norma sosial juga peternak kambing ada dalam kehidupan peternak kambing karena mereka juga termasuk makhluk sosial terutama dalam para peternak yang berkelompok. Dalam kelompok peternak kambing terdapat aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Mereka membuat aturan tersebut sebelum membentuk kelompok ternak ataupun sesudahnya. Dan aturan itu mengikat kepada seluruh anggota kelompok dan bersifat memaksa.
Mereka juga mempunyai cara (usage) untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya : para peternak dalam satu kelompok mempunyai tugas masing-masing, ada yang memberikan makanan, yang hanya membelikan saja, ada yang membersihkan kandang, ataupun hanya pemodal. Mereka mempunyai kebiasaan (folkways) adalah perbuatan yang selalu dilakukan. Misalanya : kebiasaan mengawinkan kambing dalam setahun. Mereka mempunyai tata kelakuan (mores) merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara perilaku dan diterima norma-norma. Misalnya : memperlakuakan kambing dengan semestinya dan tidak melakukan penyiksaan. Mereka juga mempunyai adat istiadat (customs) adalah tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dan ada sanksi bagi yang melarang. Misalnya : perbuatan penghianatan terhadap kelompok tersebut atau melakukan pencurian.
Norma dalam masyarakat peternak kambing juga sangat berperan untuk mengatur jalannya interaksi dalam kehidupan kelompok itu. Dengan mematuhi norma-norma itu maka akan menjamin kehidupan harmonis antar anggota kelompok. Adapun sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma tergantung pada kesalahan yang diperbuat, biasanya hanya berupa pengucilan beberapa saat.
3.2 Sistem Pengendalian Sosial pada Peternakan Kambing
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut :
1) Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidak memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.
3) Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat.
4) Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control). Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosial pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.
Sifat pengendalian sosial
1) Preventif yaitu pengendalaian sosial yang dilakukan sebelum penyimpangan sosial terjadi. Contoh : dengan sosialisasi dan pelaksanaan pendidikan baik formal maupun non formal
2) Represif yaitu pengendalian sosial yang dilakukan setelah penyimpangan sosial terjadi. Tujuannya adalah untuk mengembalikan keserasian atau keteraturan yang pernah mengalami gangguan.
Pengendalian sosial dalam peternakan kambing diantaranya adalah larangan untuk penyilangan kambing agar jenisnya terlindungi. Penyilangan biasanya dilakukan untuk mendapatkan anakan yang lebih unggul dari pada induknya. Tetapi hal itu juga berdampak negatif apabila jenis dari daerah atau negara tertentu terancam kemurnaiannya.
Pengendalaian peternak kambing yang dilakukan dengan cara preventif diantaranya memberikan penyuluhan kepada para peternak agar tidak melakukan suatu hal yang dapat merugikan pada waktu yang akan datang. Dengan adanya penyuluhan maka diharapkan peternak tidak melakukan hal tersebut serta bersifat pencegahan.
Sedangkan pengendalian secara represif bisa dilakukan misalnya dengan pemusnahan kambing yang terkena penyakit seperti antraks. Hal itu dilakukan setelah ada suatu wabah tertentu yang sulit dikendalikan sehingga dilakukan pemusnahan. Agar tidak menular kepada kambing-kambing yang lain dan tidak membahayakan masyarakat itu sendiri.
3.3 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
Lembaga sosial berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam setiap bersikap dan bertingkahlaku. Lembaga sosial merupakan sarana bagi manusia dalam masyarakat untuk memelihara integritas sosialnya. lembaga sosial berfungsi sebagai unsur kendali bagi manusia agar tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam prakteknya pengendalian sosial lazim dilakukan oleh kelompok terhadap individu. Tujuannya adalah untuk menjaga keserasian hubungan sosial dalam setiap terjadi perubahan-perubahan
kepentingan dalam masyarakat.
Secara individual lembaga sosial mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1. Mengatur diri pribadi manusia agar ia dapat bersih dari perasaan-perasaan iri, dengki, benci, dan
hal-hal yang menyangkut kesucian hati nurani.
2. Mengatur perilaku manusia dalam masyarakat agar tercipta keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Dalam hal ini manusia diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah terhadap orang lain agar dapat tercipta pula suatu kedamaian dan kerukunan hidup bersama.
Lembaga sosial tidak hanya bertujuan menciptakan tertib sosial, akan tetapi yang paling mendasar adalah untuk menciptakan keserasian antara ketertiban dan jaminan keamanan bagi pergaulan hidup sehari-hari. Dikatakan demikian, oleh karena dalam kenyataan pergaulan hidup sehari-hari peningkatan ketertiban tidak selalu seimbang dengan jaminan rasa tenteram dan keamanan. Ketertiban pada umumnya identik dengan kondisi yang diatur secara paksa melalui kewenangan tertentu. Sedangkan ketenteraman cenderung tumbuh dari perasaan suka dan kesadaran pribadi yang bersifat kontradiktif dengan prinsip pengendalian. Dalam suatu pemerintahan diktator, biasanya ketertiban sosial cenderung dipaksakan. Nampak dipermukaan tidak bergejolak, tetapi sebenarnya terpendam rasa ketakutan, dendam dan antipati terhadap pemerintah, bak api dalam sekam. Jadi lembaga sosial pada prinsipnya terbentuk dalam kehidupan masyarakat, bukan karena rekayasa pribadi atau kelompok kepentingan tertentu, melainkan terbentuk secara alamiah berdasarkan perkembangan kepentingan masyarakat secara umum. Jika ada sosok pribadi yang ditokohkan, itu semata karena pengakuan atas perlakuan dan jasa-jasanya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat. Selama nilai-nilai dan norma-norma sosial dapat difungsikan sesuai dengan kepentingan masyarakat, selama itu pula lembaga sosial dan segenap tokoh masyarakat yang ada diakui sebagai komponen sosial yang amat penting. Secara umum dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial merupakan suatu tatanan sosial yang mempunyai tiga fungsi pokok dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
1. Sebagai pedoman (patokan) bagi para anggota masyarakat tentang cara bagaiman harus
bersikap dan berperilaku dalam setiap usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Sebagai pertahanan atau penangkal (kekuatan)dalam melestarikan keutuhan masyarakat.
3. Sebagai pedoman bagi masyarakat dalam rangka usaha memelihara auatu ketertiban dan
sekaligus untuk memberantas segala perilaku anggota masyarakat yang menyimpang (social
control).
Dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, lembaga sosial itu biasanya berfungsi sebagai pedoman dalam setiap upaya memenuhi kebutuhan pokoknya. Oleh karena itu, fungsi lembaga sosial sebagai pedoman dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman dalam mengatur kebutuhan kehidupan yang bersifat kekerabatan. Misalnya, mengatur tentang bagaiman masyarakat setempat melaksanakan upacara pertunangan, perkawinan, dan sebagainya.
2. Sebagai pedoman dalam mengatur setiap mata pencaharian. Misalnya, pertanian, peternakan, perdagangan, nelayan dan sebagainya.
3. Sebagai pengatur kebutuhan akan kesehatan atau keselamatan. Misalnya, obat-obatan dari daun-daunan, mantra-mantra, berdukun atau berobat dengsn tabib, dokter (kalau ada dan diakui masyarakat dan sebagainya).
Dari segi sifatnya lembaga sosial bisa berfungsi sebagai pengendalian sosial secara preventif maupun represif. Secara preventif lembaga sosial merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan akan terjadi konflik, penyimpangan, pelanggaran hukum atau tumbuhnya kerawanan-kerawanan sosial yang diperkirakan dapat mengancam stabilitas hubungan masyarakat. Sedangkan secara represif dimaksudkan sebagai upaya yang mengandung tujuan rehabilitasi, yaitu mengembalikan keserasian sosial atau memperbaiki konflik dengan cara menjatuhkan sanksi terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran atau pihak yang menyebabkan rusaknya tatanan sosial. Soerjono Soekanto (1983) menjelaskan bahwa pengendalian sosial terjadi jika suatu kelompok menentukan perilaku kelompok lain, atau apabila suatu kelompok mengendalikan perilaku anggota-anggotanya, atau apabila pribadi-pribadi mempengaruhi tanggapan dari pihak-pihak lainnya. Dengan demikian, maka ada empat pola pengendalian sosial dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
a. dari kelompok terhadap kelompok lainnya;
b. dari kelompok terhadap anggota-anggotanya;
c. dari pribadi terhadap pribadi-pribadi lainnya
d. dari pribadi terhadap kelompoknya.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa pengendalian sosial terjadi apabila seseorang harus berbuat (atau tidak berbuat) sesuai dengan keinginan pihak lain, yang sesuai dengan kepentingannya atau tidak.
Lembaga masyarakat memang tidak bisa lepas dari norma serta pengendalian sosial karena keduanya merupakan faktor berkembangnya lembaga kemasyarakatan. Norma serta yang berfungsi sebagai pengendali sosial harus lahir terlebih dahulu, sebelum lahirnya lembaga kemasyarakatan.
Bagi masyarakat peternak kambing yang hidup berkelompok lembaga sosial sangat berpengaruh. Karena dalam kehidupan sehari-hari, sadar ataupun tidak norma akan terbentuk dengan sendirinya melalui suatu proses yang dianggap benar oleh kelompok itu. Semua itu ada karena rasa ingin hidup harmonis dengan aturan-aturan yang dikehendaki.
Dalam masyarakat peternak kambing, lembaga kemasyarakatan merupakan suatu alat yang berfungsi sebagai mata pencaharian. Mereka bahu-membahu membentuk kelompok ternak agar dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Semakin patuhnya anggota kelompok terhadap norma yang terbentuk, maka semakin solid pula kelompok ternak tersebut.
Aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat kelompok peternak kambing pada dasarnya sama dengan penduduk biasanya. Tetapi mempunyai beberapa perbedaan karena tujuan mereka untuk beternak kambing. Seperti patuh terhadap ketua kelompok, dalam masyarakat umum mereka juga patuh pada tokoh masyarakat walaupun tidak ada tertulis tetapi masyarakat daerah tersebut mengakuinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bagi masyarakat kelompok peternak kambning, norma yang berfungsi sebagai pengendali sosial tidak dapat dipisahkan karena mereka juga kelompok yang berinteraksi meskipun ada hal-hal yang khas sesuai dengan peternakan kambing. Lembaga sosial pada peternak kambing berfungsi untuk mata pencaharian, dimana merka saling bekerjasama untuk mendapatkan keuntungan. Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan berfungsi untuk memberikan anggota pada kelompok masyarakat dalam berkehidupan agar tercipta kerukunan dan ketentraman bersama. Norma-norma biasanya dilakukan dimulai dari hal yang lunak dan kemudian dilakukan pengendalian lebih ketat. Pada awal pambentukan norma teguran biasanya hanya dilakukan dengan nasihat-nasihat, tetapi lama-kelamaan akan menjadi keras dengan sanksi yang lebih keras seperti pengucilan pada pelanggar atau pengusiran yang bertujuan memberikan efek jera dan menjaga keutuhan kelompok.
4.2 Saran
Pada kelompok peternak kambing, aturan-aturan sebaiknya tidak hanya sebagai norma yang tidak tertulis. Karena sebagian anggota kelompok mungkin mengerti akan hal itu tetapi sebagian lainnya tidak, sehingga bisa menimbulkan perpecahan kelompok. Aturan-aturan ada baiknya dirumuskan secara bersama dalam suatu masyarakat agar anggota kelompok mengerti apa-apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Daftar Pustaka
Anonim.2010.Sosial dan Politik.http://agyl.student.umm.ac.id/2010/01/26/sosial-dan-politik/ diakses tanggal 27-12-2010
Anonim.2010. Lembaga Masyarakat.http://merryyuch.blogspot.com/2010/03/lembaga-kemasyarakatan.html diakses tanggal 28-12-2010
Anonim.2010. Kebudayaan, Norma, dan Kelompok Sosial. http://lovelycimutz. wordpress. com/2010/10/02/kebudayaan-norma-dan-kelompok-sosial/ diakses tanggal 28-12-2010
Anonim.2010. Pengendalian Sosial http://mrpams212.wordpress.com/2010 /02/20/ pengendalian-sosial/ diakses tanggal 01-01-2011
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Norma-norma di dalam masyarakat berfungsi mengatur hubungan antar manusia dengan tujuan menciptakan tata tertib. Selanjutnya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok manusia. Kebutuhan akan mata pencaharian menimbulkan lembaga-lembaga masyarakat seperti pertanian, peternakan, koperasi, dan lain-lain. Selain itu, dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem pengendalian sosial. Seringkali hal ini diartikan sebagai proses pengawasan terhadap pemerintah. Dalam arti luas kontrol tidak hanya dilakukan kepada pemerintah, kontrol juga dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya. Ketika seseorang yang dianggap melanggar suatu larangan yang tercipta melalui proses panjang di dalam masyarakat, maka sang pelaku akan dikenakan sanksi yang berakibat negatif dalam kumpulan masyarakat itu.
Selama ini kita mengetahui bahwa kebanyakan masyarakat peternak bekerja secara menyendiri. Tidak ada suatu wadah yang bisa digunakan para peternak untuk memperoleh informasi dan mendapatkan bantuan dalam mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi. Termasuk para peternak kambing kesulitan dalam permodalan sehingga sulit mengembangkan usahanya. Selain itu, keterbatasan pengetahuan tentang teknik beternak yang baik juga menjadi hambatan. Padahal usaha pemeliharaan kambing di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar. Masalah permodalan dan keterbatasan pengetahuan bisa ditanggulangi dengan pelembagaan di sektor peternakan dengan cara pembentukan kelompok ternak. Dengan adanya kelompok-kelompok ternak diharapkan mewujudkan peternak yang mandiri dan sejahtera.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan topik yang dibahas, maka dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternakan Kambing ?
2. Bagaimana Sistem Pengendalaian Sosial pada Peternakan Kambing ?
3. Apakah Fungsi Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan karya ilmiah diatas, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut.
1. Untuk Mengetahui Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternakan Kambing.
2. Untuk Mengetahui Sistem Pengendalaian Sosial pada Peternakan Kambing.
3. Untuk Mengetahui Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan karya ilmiah diatas, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut.
1) Bagi Penulis :
- Penulis dapat mengetahui gambaran yang jelas tentang Norma, Pengendalian Sosial, dan Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
2) Bagi Pembaca :
- Pembaca dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Norma, Pengendalian Sosial, dan Lembaga Kemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut David Berry (1982), bahwa unsur pokok dari suatu norma adalah tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarakat untuk menjalankan norma-norma tersebut. Dasar pemikirannya adalah bahwa apabila aturan-aturan tertentu tidak diikuti oleh desakan sanksi sosial yang kuat, maka keberadaannya belum dapat dikategorikan sebagai norma-norma sosial. Desakan sosial ini merupakan indikasi bahwa suatu norma benar-benar telah menjadi bagian pokok dari norma sosial. Norma disebut sebagai norma sosial bukan semata karena telah mendapatkan sifat kemasyarakatan, akan tetapi sekaligus telah dijadikan patokan perilaku dalam pergaulan hidup.
Fungsi norma sosial menurut Abdul Syani (1994) adalah sebagai alat kendali atau batasan-batasan tindakan anggota masyarakat untuk memilih peraturan yang diterima atau di tolak dalam suatu pergaulan. Pilihan tersebut diwujudkan dalam bentuk perintah dan larangan, boleh atau tidak boleh dilakukan. Setiap anggota masyarakat menerima aturan-aturan itu sebagai patokan tingkah laku, baik yang benar maupun yang salah. Seseorang dikendalikan oleh norma-norma itu tidak hanya sekadar membuat perasaan takut untuk melanggar aturan perilaku, tetapi juga karena dapat membuat perasaan bersalah jika melanggar norma-norma tersebut. Unsur kendali dari norma-norma itu merupakan cerminan dari desakan sosial yang didasarkan pada kepentingan bersama. Norma sebagai pedoman perilaku mempunyai fungsi sebagai pengatur aktivitas sosial yang di dalamnya mengandung hukum dan sanksi-sanksinya. Bagi pelanggarnya harus patuh, tanpa paksaan, dan diharapkan secara suka rela menerima sanksi berdasarkan keputusan bersama.
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang. (Anonimous : 2008)
Lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam masyarakat.Definsi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. (Anonimous : 2010)
Menurut Soerjono Soekanto (1982), pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu antara lain:
1. Memberi pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotaanggotanya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Fungsi Norma-norma pada Masyarakat Peternak Kambing
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa melakukan hubungan dan bekerja sama dengan manusia lainnya di masyarakat. Agar kerja sama antarsesama manusia dapat berlangsung dengan baik, lancar, dan dapat optimal, manusia membutuhkan suasana dan kondisi yang tertib dan teratur. Dalam hal ini manusia membutuhkan aturan, tata pergaulan, sehingga mereka dapat hidup dalam suasana yang harmonis. Uraian tersebut menunjukkan arti pentingnya norma-norma sosial dalam kehidupan masyarakat.
Norma lahir karena adanya interaksi sosial dalam masyarakat. Masyarakat yang berinteraksi membutuhkan aturan main, tata pergaulan yang dapat mengatur mereka untuk mencapai suasana yang diharapkan, yaitu tertib dan teratur. Untuk mencapainya, maka dibentuklah norma sebagai pedoman yang dapat digunakan untuk mengatur pola perilaku dan tata kelakuan yang akhirnya disepakati bersama oleh anggota kelompok masyarakat tersebut.
Pada umumnya norma sosial tidak tertulis atau lisan. Misalnya adat istiadat, tata pergaulan, kebiasaan, cara, dan lain sebagainya. Kecuali norma hukum sebagai tata tertib yang bersifat tertulis. Kaidah-kaidah ini disepakati oleh masyarakat dan sanksinya mengikat seluruh anggota kelompok atau masyarakat. Norma merupakan hasil kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat pada wilayah tertentu. Hasil ini merujuk pada kebudayaan wilayah setempat mengenai tata kelakuan dan aturan dalam pergaulan.
Norma juga bersifat mengikat, sehingga seluruh warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya dengan sepenuh hati. Terdapat sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Norma sosial bersifat menyesuaikan dengan perubahan sosial. Artinya norma sosial bersifat fleksibel dan luwes terhadap perubahan sosial. Setiap ada keinginan dari masyarakat untuk berubah, norma akan menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Meskipun tidak berubah seluruhnya, aturan ini pasti akan mengalami perubahan.
Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang berdaya ikat lemah, sedang, dan kuat. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat pengertian norma, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom) .
1) Cara ( Usage )
Norma ini mempunyai daya ikat yang sangat lemah dibanding dengan kebiasaan. Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu. Suatu penyimpangan terhadap cara tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar celaan. Misalnya, cara makan dengan mengeluarkan bunyi. Orang yang melakukannya akan mendapat celaan dari anggota masyarakat yang lain karena dianggap tidak baik dan tidak sopan.
2) Kebiasaan ( Folkways )
Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan diulang-ulang dalam bentuk yang sama yang membuktikan bahwa banyak orang menyukai perbuatan tersebut. Contohnya kebiasaan menghormati orangorang yang lebih tua, membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan sebelum makan, serta mengucapkan salam sebelum masuk rumah. Setiap orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut dianggap telah menyimpang dari kebiasaan umum yang ada dalam masyarakat.
3) Tata Kelakuan ( Mores )
Apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, namun di lain pihak merupakan larangan, sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Dalam masyarakat, tata kelakuan mempunyai fungsi sebagai berikut.
a) Memberikan batas-batas pada kelakuan individu
Setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masingmasing, yang seringkali berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada suatu masyarakat perkawinan dalam satu suku dilarang, tetapi di suku lain tidak ada larangan.
b) Mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya
Di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku, di lain pihak diharapkan agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
c) Menjaga solidaritas di antara anggota-anggotanya
Misalnya tata pergaulan antara pria dan wanita yang berlaku bagi semua orang, segala usia, dan semua golongan dalam masyarakat.
4) Adat Istiadat ( Custom )
Tata kelakuan yang berintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi keras. Contohnya hukum adat masyarakat Lampung yang melarang terjadinya perceraian antara suami istri. Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya nama orang yang bersangkutan yang tercemar, tetapi juga seluruh keluarga, bahkan seluruh suku. Oleh karena itu, orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat, termasuk keturunannya, sampai suatu saat keadaan semula pulih kembali. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan upacara adat khusus (yang biasanya membutuhkan biaya besar).
Jika dikaji dengan seksama, norma sosial juga peternak kambing ada dalam kehidupan peternak kambing karena mereka juga termasuk makhluk sosial terutama dalam para peternak yang berkelompok. Dalam kelompok peternak kambing terdapat aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Mereka membuat aturan tersebut sebelum membentuk kelompok ternak ataupun sesudahnya. Dan aturan itu mengikat kepada seluruh anggota kelompok dan bersifat memaksa.
Mereka juga mempunyai cara (usage) untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya : para peternak dalam satu kelompok mempunyai tugas masing-masing, ada yang memberikan makanan, yang hanya membelikan saja, ada yang membersihkan kandang, ataupun hanya pemodal. Mereka mempunyai kebiasaan (folkways) adalah perbuatan yang selalu dilakukan. Misalanya : kebiasaan mengawinkan kambing dalam setahun. Mereka mempunyai tata kelakuan (mores) merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara perilaku dan diterima norma-norma. Misalnya : memperlakuakan kambing dengan semestinya dan tidak melakukan penyiksaan. Mereka juga mempunyai adat istiadat (customs) adalah tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dan ada sanksi bagi yang melarang. Misalnya : perbuatan penghianatan terhadap kelompok tersebut atau melakukan pencurian.
Norma dalam masyarakat peternak kambing juga sangat berperan untuk mengatur jalannya interaksi dalam kehidupan kelompok itu. Dengan mematuhi norma-norma itu maka akan menjamin kehidupan harmonis antar anggota kelompok. Adapun sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma tergantung pada kesalahan yang diperbuat, biasanya hanya berupa pengucilan beberapa saat.
3.2 Sistem Pengendalian Sosial pada Peternakan Kambing
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut :
1) Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidak memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.
3) Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat.
4) Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control). Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosial pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.
Sifat pengendalian sosial
1) Preventif yaitu pengendalaian sosial yang dilakukan sebelum penyimpangan sosial terjadi. Contoh : dengan sosialisasi dan pelaksanaan pendidikan baik formal maupun non formal
2) Represif yaitu pengendalian sosial yang dilakukan setelah penyimpangan sosial terjadi. Tujuannya adalah untuk mengembalikan keserasian atau keteraturan yang pernah mengalami gangguan.
Pengendalian sosial dalam peternakan kambing diantaranya adalah larangan untuk penyilangan kambing agar jenisnya terlindungi. Penyilangan biasanya dilakukan untuk mendapatkan anakan yang lebih unggul dari pada induknya. Tetapi hal itu juga berdampak negatif apabila jenis dari daerah atau negara tertentu terancam kemurnaiannya.
Pengendalaian peternak kambing yang dilakukan dengan cara preventif diantaranya memberikan penyuluhan kepada para peternak agar tidak melakukan suatu hal yang dapat merugikan pada waktu yang akan datang. Dengan adanya penyuluhan maka diharapkan peternak tidak melakukan hal tersebut serta bersifat pencegahan.
Sedangkan pengendalian secara represif bisa dilakukan misalnya dengan pemusnahan kambing yang terkena penyakit seperti antraks. Hal itu dilakukan setelah ada suatu wabah tertentu yang sulit dikendalikan sehingga dilakukan pemusnahan. Agar tidak menular kepada kambing-kambing yang lain dan tidak membahayakan masyarakat itu sendiri.
3.3 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan pada Peternakan Kambing.
Lembaga sosial berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam setiap bersikap dan bertingkahlaku. Lembaga sosial merupakan sarana bagi manusia dalam masyarakat untuk memelihara integritas sosialnya. lembaga sosial berfungsi sebagai unsur kendali bagi manusia agar tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam prakteknya pengendalian sosial lazim dilakukan oleh kelompok terhadap individu. Tujuannya adalah untuk menjaga keserasian hubungan sosial dalam setiap terjadi perubahan-perubahan
kepentingan dalam masyarakat.
Secara individual lembaga sosial mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1. Mengatur diri pribadi manusia agar ia dapat bersih dari perasaan-perasaan iri, dengki, benci, dan
hal-hal yang menyangkut kesucian hati nurani.
2. Mengatur perilaku manusia dalam masyarakat agar tercipta keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Dalam hal ini manusia diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah terhadap orang lain agar dapat tercipta pula suatu kedamaian dan kerukunan hidup bersama.
Lembaga sosial tidak hanya bertujuan menciptakan tertib sosial, akan tetapi yang paling mendasar adalah untuk menciptakan keserasian antara ketertiban dan jaminan keamanan bagi pergaulan hidup sehari-hari. Dikatakan demikian, oleh karena dalam kenyataan pergaulan hidup sehari-hari peningkatan ketertiban tidak selalu seimbang dengan jaminan rasa tenteram dan keamanan. Ketertiban pada umumnya identik dengan kondisi yang diatur secara paksa melalui kewenangan tertentu. Sedangkan ketenteraman cenderung tumbuh dari perasaan suka dan kesadaran pribadi yang bersifat kontradiktif dengan prinsip pengendalian. Dalam suatu pemerintahan diktator, biasanya ketertiban sosial cenderung dipaksakan. Nampak dipermukaan tidak bergejolak, tetapi sebenarnya terpendam rasa ketakutan, dendam dan antipati terhadap pemerintah, bak api dalam sekam. Jadi lembaga sosial pada prinsipnya terbentuk dalam kehidupan masyarakat, bukan karena rekayasa pribadi atau kelompok kepentingan tertentu, melainkan terbentuk secara alamiah berdasarkan perkembangan kepentingan masyarakat secara umum. Jika ada sosok pribadi yang ditokohkan, itu semata karena pengakuan atas perlakuan dan jasa-jasanya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat. Selama nilai-nilai dan norma-norma sosial dapat difungsikan sesuai dengan kepentingan masyarakat, selama itu pula lembaga sosial dan segenap tokoh masyarakat yang ada diakui sebagai komponen sosial yang amat penting. Secara umum dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial merupakan suatu tatanan sosial yang mempunyai tiga fungsi pokok dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
1. Sebagai pedoman (patokan) bagi para anggota masyarakat tentang cara bagaiman harus
bersikap dan berperilaku dalam setiap usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Sebagai pertahanan atau penangkal (kekuatan)dalam melestarikan keutuhan masyarakat.
3. Sebagai pedoman bagi masyarakat dalam rangka usaha memelihara auatu ketertiban dan
sekaligus untuk memberantas segala perilaku anggota masyarakat yang menyimpang (social
control).
Dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, lembaga sosial itu biasanya berfungsi sebagai pedoman dalam setiap upaya memenuhi kebutuhan pokoknya. Oleh karena itu, fungsi lembaga sosial sebagai pedoman dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman dalam mengatur kebutuhan kehidupan yang bersifat kekerabatan. Misalnya, mengatur tentang bagaiman masyarakat setempat melaksanakan upacara pertunangan, perkawinan, dan sebagainya.
2. Sebagai pedoman dalam mengatur setiap mata pencaharian. Misalnya, pertanian, peternakan, perdagangan, nelayan dan sebagainya.
3. Sebagai pengatur kebutuhan akan kesehatan atau keselamatan. Misalnya, obat-obatan dari daun-daunan, mantra-mantra, berdukun atau berobat dengsn tabib, dokter (kalau ada dan diakui masyarakat dan sebagainya).
Dari segi sifatnya lembaga sosial bisa berfungsi sebagai pengendalian sosial secara preventif maupun represif. Secara preventif lembaga sosial merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan akan terjadi konflik, penyimpangan, pelanggaran hukum atau tumbuhnya kerawanan-kerawanan sosial yang diperkirakan dapat mengancam stabilitas hubungan masyarakat. Sedangkan secara represif dimaksudkan sebagai upaya yang mengandung tujuan rehabilitasi, yaitu mengembalikan keserasian sosial atau memperbaiki konflik dengan cara menjatuhkan sanksi terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran atau pihak yang menyebabkan rusaknya tatanan sosial. Soerjono Soekanto (1983) menjelaskan bahwa pengendalian sosial terjadi jika suatu kelompok menentukan perilaku kelompok lain, atau apabila suatu kelompok mengendalikan perilaku anggota-anggotanya, atau apabila pribadi-pribadi mempengaruhi tanggapan dari pihak-pihak lainnya. Dengan demikian, maka ada empat pola pengendalian sosial dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
a. dari kelompok terhadap kelompok lainnya;
b. dari kelompok terhadap anggota-anggotanya;
c. dari pribadi terhadap pribadi-pribadi lainnya
d. dari pribadi terhadap kelompoknya.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa pengendalian sosial terjadi apabila seseorang harus berbuat (atau tidak berbuat) sesuai dengan keinginan pihak lain, yang sesuai dengan kepentingannya atau tidak.
Lembaga masyarakat memang tidak bisa lepas dari norma serta pengendalian sosial karena keduanya merupakan faktor berkembangnya lembaga kemasyarakatan. Norma serta yang berfungsi sebagai pengendali sosial harus lahir terlebih dahulu, sebelum lahirnya lembaga kemasyarakatan.
Bagi masyarakat peternak kambing yang hidup berkelompok lembaga sosial sangat berpengaruh. Karena dalam kehidupan sehari-hari, sadar ataupun tidak norma akan terbentuk dengan sendirinya melalui suatu proses yang dianggap benar oleh kelompok itu. Semua itu ada karena rasa ingin hidup harmonis dengan aturan-aturan yang dikehendaki.
Dalam masyarakat peternak kambing, lembaga kemasyarakatan merupakan suatu alat yang berfungsi sebagai mata pencaharian. Mereka bahu-membahu membentuk kelompok ternak agar dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Semakin patuhnya anggota kelompok terhadap norma yang terbentuk, maka semakin solid pula kelompok ternak tersebut.
Aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat kelompok peternak kambing pada dasarnya sama dengan penduduk biasanya. Tetapi mempunyai beberapa perbedaan karena tujuan mereka untuk beternak kambing. Seperti patuh terhadap ketua kelompok, dalam masyarakat umum mereka juga patuh pada tokoh masyarakat walaupun tidak ada tertulis tetapi masyarakat daerah tersebut mengakuinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bagi masyarakat kelompok peternak kambning, norma yang berfungsi sebagai pengendali sosial tidak dapat dipisahkan karena mereka juga kelompok yang berinteraksi meskipun ada hal-hal yang khas sesuai dengan peternakan kambing. Lembaga sosial pada peternak kambing berfungsi untuk mata pencaharian, dimana merka saling bekerjasama untuk mendapatkan keuntungan. Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan berfungsi untuk memberikan anggota pada kelompok masyarakat dalam berkehidupan agar tercipta kerukunan dan ketentraman bersama. Norma-norma biasanya dilakukan dimulai dari hal yang lunak dan kemudian dilakukan pengendalian lebih ketat. Pada awal pambentukan norma teguran biasanya hanya dilakukan dengan nasihat-nasihat, tetapi lama-kelamaan akan menjadi keras dengan sanksi yang lebih keras seperti pengucilan pada pelanggar atau pengusiran yang bertujuan memberikan efek jera dan menjaga keutuhan kelompok.
4.2 Saran
Pada kelompok peternak kambing, aturan-aturan sebaiknya tidak hanya sebagai norma yang tidak tertulis. Karena sebagian anggota kelompok mungkin mengerti akan hal itu tetapi sebagian lainnya tidak, sehingga bisa menimbulkan perpecahan kelompok. Aturan-aturan ada baiknya dirumuskan secara bersama dalam suatu masyarakat agar anggota kelompok mengerti apa-apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Daftar Pustaka
Anonim.2010.Sosial dan Politik.http://agyl.student.umm.ac.id/2010/01/26/sosial-dan-politik/ diakses tanggal 27-12-2010
Anonim.2010. Lembaga Masyarakat.http://merryyuch.blogspot.com/2010/03/lembaga-kemasyarakatan.html diakses tanggal 28-12-2010
Anonim.2010. Kebudayaan, Norma, dan Kelompok Sosial. http://lovelycimutz. wordpress. com/2010/10/02/kebudayaan-norma-dan-kelompok-sosial/ diakses tanggal 28-12-2010
Anonim.2010. Pengendalian Sosial http://mrpams212.wordpress.com/2010 /02/20/ pengendalian-sosial/ diakses tanggal 01-01-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar