PENDAHULUAN
Sapi ini juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering disingkat FH Di Amerika bangsa sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara lain ada pula yang menyebut Friesien. Tetapi di Indonesia sapi ini popular dengan sebutan FH.Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis.Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar diantara bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur.
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris) Produksi susunya 5.126 kg per laktasi, Friesian Holstein (dari Belanda) Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi. , Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis) dengan produksi susu 2500 liter dalam 1 masa laktasi, Brown Swiss (dari Switzerland) Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi, Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445 - 2.647 kg per 330,5 hari. Namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16 liter per hari. Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.
Jenis sapi perah yang biasa dipelihara adalah sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Warna bulu putih dengan bercak hitam
- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.
- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.
- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.
- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.
- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.
Sifat-sifat sapi
- Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai
- Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi
- Lambat menjadi dewasa
- Produksi susu:4500-5500 liter per satu masa laktasi
- Berat badan jantan lebih kurang 800-900 kilogram, sedangkan yang betina lebih kurang 600 sampai 625 kilogram dan tingginya rata-rata 1,35 meter (AAK, 1980).
Tinjauan Pustaka
Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu. Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).(Darmadja, 1980)
Penurunan bobot tubuh ini disebabkan oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan. Kehilangan bobot tubuh selama laktasi sepenuhnya normal sehingga diperlukan energi tersedia yang tinggi untuk produksi susu tanpa menyebabkan beban berlebihan pada sisitem pencernaan. Perlunya tata laksana pemberian pakan yang baik pada saat bunting dan laktasi agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot tubuh yang berlebihan selama laktasi. (Sudono 1999)
Efisiensi produksi susu berhubungan dengan efisiensi pemberian pakan dan produksi susu. Produksi susu di pengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen dan pemberian pakan. Metode yang umum ditempuh untuk meningkatkan produksi susu adalah melalui perbaikan managemen dan pemberian pakan. Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan. (Ernawani 1991)
Faktor genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air susu selama laktasi dengan komposisi zat-zat makanan tertentu sesuai dengan yang dimiliki oleh kedua induknya. Jika produksi susu induk dan pejantan jelek maka dengan tata laksana dan makanan yang serba baguspun tidak akan dapat memperbaiki produksi yang jelek dari warisan kedua induknya. (Saefuddin, 1977).
Sapi-sapi yang secara genetis baik akan memberikan produksi susu yang baik pula. Akan tetapi, jika makanan yang diberikan tidak memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka unutk memenuhi kebuthan pokok hidup dan berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan persediaan zat-zat makanan yang ada di dalam tubuh dengan cara memobilisasikan zat-zat makanan yang tersimpan di dalam jaringan tubuh mereka. Jika sapi yang bersangkutan kehabisan zat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, maka produksi susu akan menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu. (AAK, 1980).
Kualitas pakan berpengaruh paling besar pada produks i susu. Jumlah pemberian pakan hijauan dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi susu dan kadar lemak. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi hidup pokok, produksi susu, pertumbuhan, dan kebuntingan sehingga akan dicapai produksi susu yang optimal (Anonima, 2006)
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengamatan dilakukan pada tanggal 27-29 oktober 2011 di usaha peternakan dan perdagangan sapi perah ini berlokasi di Dusun Maron Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur. Usaha peternakan sapi perah ini diberi nama ‘MARON FARM’.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seekor sapi FH, kandang sapi perah, konsentrat, hijauan, dan air minum. Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi dengan model kandang tail to tail berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton. Sedangkan alat yang digunakan adalah mistar ukur untuk mengetahui kondisi kandang.
PEMBAHASAN
1. Manajemen Pakan
Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik akan memberikan produksi susu yang optimal. Perusahaan sapi perah Maron Farm Pujon memberikan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah yang didapatkan dari petani rumput sekitar, sedangkan konsentrat diperoleh dari masyarakat sekitar pada saat panen raya.
Hijauan diberikan dua kali sehari setelah pemerahan dilakukan sebanyak 18 kg BS rumput Gajah/ekor/hari, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Prihadi (1996) bahwa hijauan diberikan sepanjang hari secara ad libitum, di Maron Farm ini hijauan yang diberikan adalah rumput raja dengan total pemberian 10 kg/ ekor/ hari. Hijauan ini diperoleh dari membeli dengan harga Rp 300,00 – Rp 400,00 /kg. Hijauan yang diberikan sangat berguna bagi ternak karena mengandung serta kasar dan mineral terutama asetat yang digunakan untuk nutrisi pembentukan susu. Kekurangan hijauan digantikan dengan Dedak yaitu sebanyak 10 kg/ekor/hari yang diberikan satu kali sehari pada waktu sore hari. Konsentrat diberikan satu kali sehari setelah pemerahan sebanyak 30 kgBS/ekor/hari dalam bentuk komboran yang merupakan campuran konsentrat, dedak, ampas tahu dan ketela, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Prihadi (1996) bahwa pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari sebelum pemerahan. Fungsi utama dari pemberian konsentrat adalah mensuplai energi tambahan yang diperlukan untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan tingkat protein suatu ransum tertentu.
Pemberian pakan konsentrat memiliki persentase yang lebih tinggi dari pada hijauan, hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bagi sapi perah. Pengaturan pemberian pakan di peternakan sapi perah Maron Farm adalah konsentrat 15.381 kg BK : hijauan 3,78 KgBK/ekor/hari sehingga perbandingan hijauan : Konsentrat adalah 19,72 % : 80,28% dalam KgBK atau 46,2 % : 53,8 % dalam KgBS. Pencampuran pakan tersebut dilakukan di sebuah tempat dekat dengan tempat penampungan bahan pakan yang tersebut di atas. Pencampuran diusahakan yang rata hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa alat cangkul dan sekop. Sedangkan alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi menggunakan ember.
Pemberian air minum secara ad libitum sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1994) bahwa pada pemeliharaan sapi perah, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi sangat vital. Fungsi dari air untuk sapi perah adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat makanan, membantu proses pencernakan, penyerapan dan pembuangan hasil metabolisme, memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan membantu kelancaran kerja syaraf panca indra.
Jumlah pakan yang diberikan merupakan factor kritis yang paling utama dalam produksi susu sapi perah. Sapi perah mengkomsumsi pakan (hijauan dan konsentrat) dalam bahan kering sebesar 3–4% dari bobot badannya, disamping jumlah, maka imbangan hijauan dengan kosentrat juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang terlalu banyak hijauannya (>70%) akan menyebabkan jumlah produksi susu turun, tetapi kadar lemak susu naik, sebaiknya pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat (>50%) akan menyebabkan kenaikan jumlah produksi susu dengan kadar lemak yang rendah. Bahan pakan berserat merupakan bahan utama sapi perah misalnya rumput. Bahan pakan tersebut mengandung serat kasar yang tinggi, tetapi kadar serat kasar yang terlalu tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan ransum sulit dicerna, sebaliknya ransum mengandung serat terlalau rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan
2. Sanitasi
Kandang pada pemerahan susu sapi Pujon Malang terdiri dari 8 kandang yang terdiri dari : 5 kandang sapi laktasi, 1 kandang sapi kering dan karantina, 1 kandang pejantan dan 1 kandang pedet. Kandang yang ada dibangun tidak melintang kearah Utara - Selatan karena untuk memanfaatkan lahan yang ada lokasi peternakan bersebelahan dengan perumahan rakyat, sehingga kandang terasa lembab dan gelap untuk mengatasi lembabnya lantai pada sanitasi kandang jam 21.00 lantai tidak disiram air hanya kotorannya saja yang dibersihkan.
Tindakan sanitasi merupakan suatu usaha untuk menjaga kebersihan kandang yang akan memberikan dampak yang positif yaitu ternak dapat terbebas dari penyakit baik melalui bakteri, virus maupun parasit.
Pemeliharaan sapi Pujon Malang, menggunakan sistem sanitasi yang optimal untuk menjaga keadaan nyaman di sekitar peternakan. Hal ini bahwa peternakan mempunyai kafe untuk menjual susu yang diproduksi di dalam peternakan sehingga dalam penggunaan air untuk melakukan sanitasi terhadap ternak dan lingkungan relatif banyak sehingga banyak air yang terbuang.
Sanitasi yang di lakukan peternakan Maron Farm meliputi : sanitasi kandang, sanitasi ternak dan sanitasi lingkungan. Ketiga sanitasi dilakukan untuk menjaga kebersihan kandang dan memberi rasa nyaman pada ternak sehingga meminimalkan terjadinya penyakit baik berasal dari bakteri, virus dan parasit. Sanitasi merupakan suatu usaha pembersihan baik pada ternak, kandang serta lingkungan sekitar supaya keadaan sekitar menjadi nyaman untuk hidup.
3. Perkandangan
Usaha sapi perah merupakan salah satu sektor peternakan yang terus berkembang mengarah pada efisiensi, produksi dan mutu hasil yang semakin tinggi. Salah satu faktor penting yang dinilai ikut berperan adalah yang menyangkut kesejahteraan ternak, khususnya kandang atau ruang pemeliharaan. Dalam perkembangan konsep-konsep modern dan pelaksanaannya dalam manajemen industri persusuan ikut mempengaruhi perkembangan pola-pola dan desain kandang sapi perah sebagai suatu tuntutan. Peran penting kandang terus meningkat. Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar, produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan pemerahan susu.
Salah satu hal yang penting dalam mendukung kesuksesan beternak adalah tersedianya kandang. Kandang merupakan bangunan yang digunakan ternak untuk melindungi dari gangguan luar yang merugikan, yaitu sinar matahari, kedinginan, kehujanan maupun tiupan angin yang sangat kencang, sehingga ternak merasa aman dan nyaman. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari aspek-aspek lingkungan yang sekiranya merugikan (AAK, 1995). Oleh karena itu peternak sapi perah harus dapt menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang digunakan sebagai sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998). Kandang sapi perah terdiri atas kandang untuk sapi induk, kandang pejantan, kandang pedet serta kandang isolasi (Williamson dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas – batas tertentu (Davis, 1962).
Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton.
4. Iklim
Pengertian iklim meliputi iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro merupakan interaksi komponen cuaca disuatu kawasan tertentu sedangkan iklim mikro merupakan interaksi komponen cuaca di wilayah yang sempit atau keadaan iklim disekitar ternak ditempatkan (Siregar, 1995). Menurut Williamson dan Payne(1993) menyatakan ada empat komponen iklim utama yang berpengaruh terhadap kemampuan produktivitas ternak yaitu : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban dan curah hujan.
Sedangkan suhu udara di kawasan Pujon berkisar antara 18-240 C, serta berada pada ketinggian 1200 dpl. Hal ini sangat baik karena sapi perah membutuhkan cuaca yang sedikit dingin.
Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC. Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya.
5. Produksi Susu
Dari pengamatan di lapang didapatkan data sebagai berikut :
a. Sapi laktasi , produksi dan pemasaran susu :
1. Masa laktasi : 7 bulan
2. Masa kering: 2 bulan dan cara pengeringan dengan pemerahan berselang, 3 hari sebelum pengeringan hijauan dan konsentrat dihentikan.
3. Pemerahan
a. Menggunakan tangan/ manual
b. Frekuensi pemerahan 2 x sehari
c. Dilakukan di kandang
d. Proses pemerahan dengan meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting (sedikit memijat) sehingga air susu dari ambing mulai mengalir ke puting. Sebelum dilakukan pemerahan puting dibersihkan terlebih dahulu dengan air. Pemerah biasanya menggunakan vaselin dalam pemerahan agar putting lebih licin saat diperah.
4. Pemerah secara berkala memeriksa kesehatannya dan memperoleh surat kesehatan dari dokter: tidak karena dalam pemeriksaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pemerah juga tidak pernah sakit.
5. Produksi susu rata-rata: total per hari 140 liter (pagi 100 liter, dan sore 40 liter), dengan perincian tiap sapi laktasi menghasilkan 5-7 liter per hari.
6. Pengeringan
Dilakukan dengan cara pemerahan berselang selama 2 bulan, apabila tidak dilakukan maka produksi susu pada periode berikutnya akan turun.
7. Pengafkiran sapi perah dilakukan apabila produksi susunya sudah rendah yaitu 3 liter/hari dan apabila sapi sakit dan sulit diobati. Apabila sapi sudah afkir sapi tersebut dijual.
8. Tidak dilakukan penanganan susu pasca pemerahan secara khusus hanya disaring terlebih dahulu baru dipasarkan.
9. Sebelum sampai ke tangan konsumen, susu tidak mengalami penyimpanan, langsung dipasarkan. susu diusahakan habis
10. Pemasaran susu;
a. Konsumen: masyarakat umum dan pedagang susu yang langsung mendatangi peternakan, dan dijual ke Koperasi.
b. Produk susu yang dipasarkan : susu segar belum dimasak.
c. Kemasan susu berupa kantong plastik dan jerigen.
d. Harga susu Rp 4500,00 / liter.
Pada peternakan Maron Farm jenis sapi yang dipelihara adalah sapi perah jenis peranakan Friesian Holstein (PFH). Masa laktasi dari sapi-sapi tersebut sekitar + 7 bulan tetapi secara umum masa laktasi dari sapi perah yaitu + 305 hari hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang dikawinkan kembali setelah partus dan sapi mengalami kebuntingan memasuki masa kering. Dengan masa laktasi yang relatif agak cepat, maka produksi susu pertahun tidak begitu tinggi. Dalam memelihara sapi perah harus dilakukan pengeringan. Menurut Williamson dan Payne (1993), pengeringan adalah menghentikan pemerahan sapi selama 6 – 8 minggu menjelang melahirkan kembali, masa kering adalah sangat penting bagi setiap induk yang pernah melahirkan dan berproduksi susu pada periode berikutnya akan berkurang. Masa kering yang dilakukan di perusahaan Umbul Jaya yaitu selama 2 bulan dengan pemerahan berselang.
Cara pemerahan yang dilakukan setiap harinya dengan tangan dan langsung diperah dalam kandang. Pemerahan dilakukan 2 x sehari. Cara pemerahan dengan ini dengan perah jepit (stripping) yaitu puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Pemerah yang bekerja di perusahaan tidak pernah memeriksa kesehatannya karena dalam pemeriksaaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit padahal dalam usaha produksi sapi perah juga membutuhkan biaya yang cukup banyak. Sehingga dapat menekan biaya, tetapi pemerah harus benar-benar dalam kondisi yang bersih dan sehat baik saat memerah maupun mengolah susu. Produksi susu rata-rata perusahaan tiap hari sebesar + 140 liter, sehingga produksi rata-rata per ekor per hari sebesar + 5-7 liter. Sapi yang produksinya cukup rendah dan usianya sudah tua, maka akan diafkir yaitu dengan menjual sapi tersebut. Susu yang dihasilkan tidak memperoleh perlakuan khusus hanya disaring saja dan tidak mengalami penyimpanan langsung dijual pada konsumen. Sasaran konsumennya sebagian besar masyarakat umum dan pedagang susu atau dijual ke koperasi. Kemasan yang digunakan cukup sederhana yaitu berupa kantong plastik dan jerigen, harga jualnya sebesar Rp 4.500/liter dan dalam penjualan susu menggunakan sepeda motor. Jarak tempuh untuk pemasaran susu biasanya antara lingkungan sekitar sampai + 8 km. Kualitas susu itu sendiri selalu diperiksa kualitasnya secara periodik setiap 8 kali/ bulan yang dilakukan oleh dinas.
Waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan yaitu pada saat betina dalam siklus birahi tepatnya saat estrus. Saat estrus dapat diketahui dari luar yang ciri-cirinya mencoba untuk saling menaiki, perubahan pada alat kelamin, gelisah, nafsu makan berkurang dan lain-lain. Sehingga tidak membutuhkan orang yang khusus untuk mengtahui sapi tersebut sedang birahi atau tidak hanya dilakukan pengamatan dari luar saja. Deteksi birahi yang dilakukan perusahaan Maron Farm oleh karyawan sendiri, perkawinan sapi dara yang pertama kali dilakukan pada umut + 1,5 tahun (18 bulan). Sehingga pada umur ± 32 bulan sapi tersebut sudah beranak. Perkawinan di Maron Farm dilakukan dengan IB dan perkawinan alami. Pada sapi dara yang pertama kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan selanjutnya dengan perkawinan alami. Cara penetapan kebuntingan dilakukan oleh buruh dengan pengamatan ulang birahi, kebuntingan akan diketahui apabila ternak tidak birahi lagi 3 – 4 minggu setelah perkawinan.
Perkawinan kembali dilakukan pada + 18 hari setelah sapi melahirkan/partus. Selang waktu ini kurang tepat karena jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan kemungkinan belum benar-benar pulih kembali. Kegagalan perkawinan pernah terjadi yaitu karena saat kawin yang tidak tepat, keguguran karena ketidak suburan. Selang waktu yang tepat adalah + 60-90 hari, sehingga calving interval antara kelahiran sapi pertama dengan perkawinan sapi kedua tidak terlalu lama.
Penanganan kelahiran pedet di peternakan Maron Farm dilakukan oleh karyawan sendiri apabila proses kelahiran normal, tetapi apabila terjadi distokia atau kesulitan kelahiran, maka akan ditangani oleh mantri hewan setempat. Menurut Reksohadiprodjo (1995), distokia terjadi pada sapi-sapi yang berukuran besar seperti FH/PFH, sapi yang selalu dikurung, sapi yang dikawinkan saat usia muda, masa kebuntingan yang lama, kelahiran kembar, infeksi uterus, kematian fetus dan sebagainya. Keseluruhan ini memungkinkan terjadi distokia lebih besar. Secara jelasnya, distokia dipengaruhi oleh faktor genetik, tata laksana dan pakan, serta mungkin juga disebabkan oleh faktor-faktor lain dari induknya sendiri.
6. Suhu dan Kelembaban
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC (Paggi, 1975). Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah sapi tersebut berasal (Pane.I, 1993).
Williamson dan Payne (1993) menyatakan ternak nyaman pada kelembaban 50 - 60%. Menurut (Sugeng. 1998), kelembapan yang baik adalah kurang lebih 60%. Kelembaban yang tinggi bisa mengurangi atau menurunkan jumlah panas yang hilang akibat penguapan, sedangkan penguapan merupakan salah satu cara untuk mengurangi panas tubuh sehingga tubuh menjadi sejuk, jumlah panas yang hilang tersebut tergantung dari luas permukaan tubuh, bulu yang menyelubungi kulit, jumlah dan besar kelenjar keringat, suhu lingkungan dan kelembaban udara (Sugeng, 1998).
KESIMPULAN
Perusahaan peternakan belum sepenuhnya melakukan strategi produksi bersih, hanya saja pihak peternakan pernah menggunakan pemotongan pakan dengan pemotongan manual sekarang sudah dengan bantuan mesin yang bisa menghemat pakan sekitar 1425 Kg pakan hijauan per 5 hari, karena peternakan membuang pakan sisa tiap 5 hari sekali.
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem penggembalaan, sistem perkandangan atau intensif dan sistem kombinasi keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK), 1980. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta. Anggorodi, R. 1980. Ilmu makanan Ternak Umum. Edisi Kedua PT. Gramedia Jakarta.
__________.2010a. Pengembangan Sapi Perah di Indonesia http://umkm.aimitindo.co.id/produk.php?id=7&pid=4 [Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011]
¬¬__________. 2010b. Bojonegoro.go.id.Website Resmi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Budidaya Ternak Sapi Perah.[Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011
__________. 2010c. Jurnal Pengkajian Koperasi Dan Ukm Nomor 2 Tahun I - 2006 Penyusunan Model Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Untuk Mendukung Program Sapi Perah Melalui Koperasi.[Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010
Darmadja S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Trasidisional Dalam Ekosistem Pertanian di Bali, Universitas Padjadjaran, Bandung
Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Kambing. Media Peternakan Vol 15: 38-46. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Download Full Text
Sapi ini juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering disingkat FH Di Amerika bangsa sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara lain ada pula yang menyebut Friesien. Tetapi di Indonesia sapi ini popular dengan sebutan FH.Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis.Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar diantara bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur.
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris) Produksi susunya 5.126 kg per laktasi, Friesian Holstein (dari Belanda) Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi. , Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis) dengan produksi susu 2500 liter dalam 1 masa laktasi, Brown Swiss (dari Switzerland) Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi, Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445 - 2.647 kg per 330,5 hari. Namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16 liter per hari. Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.
Jenis sapi perah yang biasa dipelihara adalah sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Warna bulu putih dengan bercak hitam
- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.
- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.
- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.
- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.
- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.
Sifat-sifat sapi
- Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai
- Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi
- Lambat menjadi dewasa
- Produksi susu:4500-5500 liter per satu masa laktasi
- Berat badan jantan lebih kurang 800-900 kilogram, sedangkan yang betina lebih kurang 600 sampai 625 kilogram dan tingginya rata-rata 1,35 meter (AAK, 1980).
Tinjauan Pustaka
Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu. Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).(Darmadja, 1980)
Penurunan bobot tubuh ini disebabkan oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan. Kehilangan bobot tubuh selama laktasi sepenuhnya normal sehingga diperlukan energi tersedia yang tinggi untuk produksi susu tanpa menyebabkan beban berlebihan pada sisitem pencernaan. Perlunya tata laksana pemberian pakan yang baik pada saat bunting dan laktasi agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot tubuh yang berlebihan selama laktasi. (Sudono 1999)
Efisiensi produksi susu berhubungan dengan efisiensi pemberian pakan dan produksi susu. Produksi susu di pengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen dan pemberian pakan. Metode yang umum ditempuh untuk meningkatkan produksi susu adalah melalui perbaikan managemen dan pemberian pakan. Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan. (Ernawani 1991)
Faktor genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air susu selama laktasi dengan komposisi zat-zat makanan tertentu sesuai dengan yang dimiliki oleh kedua induknya. Jika produksi susu induk dan pejantan jelek maka dengan tata laksana dan makanan yang serba baguspun tidak akan dapat memperbaiki produksi yang jelek dari warisan kedua induknya. (Saefuddin, 1977).
Sapi-sapi yang secara genetis baik akan memberikan produksi susu yang baik pula. Akan tetapi, jika makanan yang diberikan tidak memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka unutk memenuhi kebuthan pokok hidup dan berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan persediaan zat-zat makanan yang ada di dalam tubuh dengan cara memobilisasikan zat-zat makanan yang tersimpan di dalam jaringan tubuh mereka. Jika sapi yang bersangkutan kehabisan zat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, maka produksi susu akan menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu. (AAK, 1980).
Kualitas pakan berpengaruh paling besar pada produks i susu. Jumlah pemberian pakan hijauan dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi susu dan kadar lemak. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi hidup pokok, produksi susu, pertumbuhan, dan kebuntingan sehingga akan dicapai produksi susu yang optimal (Anonima, 2006)
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengamatan dilakukan pada tanggal 27-29 oktober 2011 di usaha peternakan dan perdagangan sapi perah ini berlokasi di Dusun Maron Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur. Usaha peternakan sapi perah ini diberi nama ‘MARON FARM’.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seekor sapi FH, kandang sapi perah, konsentrat, hijauan, dan air minum. Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi dengan model kandang tail to tail berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton. Sedangkan alat yang digunakan adalah mistar ukur untuk mengetahui kondisi kandang.
PEMBAHASAN
1. Manajemen Pakan
Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik akan memberikan produksi susu yang optimal. Perusahaan sapi perah Maron Farm Pujon memberikan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah yang didapatkan dari petani rumput sekitar, sedangkan konsentrat diperoleh dari masyarakat sekitar pada saat panen raya.
Hijauan diberikan dua kali sehari setelah pemerahan dilakukan sebanyak 18 kg BS rumput Gajah/ekor/hari, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Prihadi (1996) bahwa hijauan diberikan sepanjang hari secara ad libitum, di Maron Farm ini hijauan yang diberikan adalah rumput raja dengan total pemberian 10 kg/ ekor/ hari. Hijauan ini diperoleh dari membeli dengan harga Rp 300,00 – Rp 400,00 /kg. Hijauan yang diberikan sangat berguna bagi ternak karena mengandung serta kasar dan mineral terutama asetat yang digunakan untuk nutrisi pembentukan susu. Kekurangan hijauan digantikan dengan Dedak yaitu sebanyak 10 kg/ekor/hari yang diberikan satu kali sehari pada waktu sore hari. Konsentrat diberikan satu kali sehari setelah pemerahan sebanyak 30 kgBS/ekor/hari dalam bentuk komboran yang merupakan campuran konsentrat, dedak, ampas tahu dan ketela, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Prihadi (1996) bahwa pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari sebelum pemerahan. Fungsi utama dari pemberian konsentrat adalah mensuplai energi tambahan yang diperlukan untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan tingkat protein suatu ransum tertentu.
Pemberian pakan konsentrat memiliki persentase yang lebih tinggi dari pada hijauan, hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bagi sapi perah. Pengaturan pemberian pakan di peternakan sapi perah Maron Farm adalah konsentrat 15.381 kg BK : hijauan 3,78 KgBK/ekor/hari sehingga perbandingan hijauan : Konsentrat adalah 19,72 % : 80,28% dalam KgBK atau 46,2 % : 53,8 % dalam KgBS. Pencampuran pakan tersebut dilakukan di sebuah tempat dekat dengan tempat penampungan bahan pakan yang tersebut di atas. Pencampuran diusahakan yang rata hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa alat cangkul dan sekop. Sedangkan alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi menggunakan ember.
Pemberian air minum secara ad libitum sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1994) bahwa pada pemeliharaan sapi perah, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi sangat vital. Fungsi dari air untuk sapi perah adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat makanan, membantu proses pencernakan, penyerapan dan pembuangan hasil metabolisme, memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan membantu kelancaran kerja syaraf panca indra.
Jumlah pakan yang diberikan merupakan factor kritis yang paling utama dalam produksi susu sapi perah. Sapi perah mengkomsumsi pakan (hijauan dan konsentrat) dalam bahan kering sebesar 3–4% dari bobot badannya, disamping jumlah, maka imbangan hijauan dengan kosentrat juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang terlalu banyak hijauannya (>70%) akan menyebabkan jumlah produksi susu turun, tetapi kadar lemak susu naik, sebaiknya pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat (>50%) akan menyebabkan kenaikan jumlah produksi susu dengan kadar lemak yang rendah. Bahan pakan berserat merupakan bahan utama sapi perah misalnya rumput. Bahan pakan tersebut mengandung serat kasar yang tinggi, tetapi kadar serat kasar yang terlalu tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan ransum sulit dicerna, sebaliknya ransum mengandung serat terlalau rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan
2. Sanitasi
Kandang pada pemerahan susu sapi Pujon Malang terdiri dari 8 kandang yang terdiri dari : 5 kandang sapi laktasi, 1 kandang sapi kering dan karantina, 1 kandang pejantan dan 1 kandang pedet. Kandang yang ada dibangun tidak melintang kearah Utara - Selatan karena untuk memanfaatkan lahan yang ada lokasi peternakan bersebelahan dengan perumahan rakyat, sehingga kandang terasa lembab dan gelap untuk mengatasi lembabnya lantai pada sanitasi kandang jam 21.00 lantai tidak disiram air hanya kotorannya saja yang dibersihkan.
Tindakan sanitasi merupakan suatu usaha untuk menjaga kebersihan kandang yang akan memberikan dampak yang positif yaitu ternak dapat terbebas dari penyakit baik melalui bakteri, virus maupun parasit.
Pemeliharaan sapi Pujon Malang, menggunakan sistem sanitasi yang optimal untuk menjaga keadaan nyaman di sekitar peternakan. Hal ini bahwa peternakan mempunyai kafe untuk menjual susu yang diproduksi di dalam peternakan sehingga dalam penggunaan air untuk melakukan sanitasi terhadap ternak dan lingkungan relatif banyak sehingga banyak air yang terbuang.
Sanitasi yang di lakukan peternakan Maron Farm meliputi : sanitasi kandang, sanitasi ternak dan sanitasi lingkungan. Ketiga sanitasi dilakukan untuk menjaga kebersihan kandang dan memberi rasa nyaman pada ternak sehingga meminimalkan terjadinya penyakit baik berasal dari bakteri, virus dan parasit. Sanitasi merupakan suatu usaha pembersihan baik pada ternak, kandang serta lingkungan sekitar supaya keadaan sekitar menjadi nyaman untuk hidup.
3. Perkandangan
Usaha sapi perah merupakan salah satu sektor peternakan yang terus berkembang mengarah pada efisiensi, produksi dan mutu hasil yang semakin tinggi. Salah satu faktor penting yang dinilai ikut berperan adalah yang menyangkut kesejahteraan ternak, khususnya kandang atau ruang pemeliharaan. Dalam perkembangan konsep-konsep modern dan pelaksanaannya dalam manajemen industri persusuan ikut mempengaruhi perkembangan pola-pola dan desain kandang sapi perah sebagai suatu tuntutan. Peran penting kandang terus meningkat. Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar, produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan pemerahan susu.
Salah satu hal yang penting dalam mendukung kesuksesan beternak adalah tersedianya kandang. Kandang merupakan bangunan yang digunakan ternak untuk melindungi dari gangguan luar yang merugikan, yaitu sinar matahari, kedinginan, kehujanan maupun tiupan angin yang sangat kencang, sehingga ternak merasa aman dan nyaman. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari aspek-aspek lingkungan yang sekiranya merugikan (AAK, 1995). Oleh karena itu peternak sapi perah harus dapt menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang digunakan sebagai sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998). Kandang sapi perah terdiri atas kandang untuk sapi induk, kandang pejantan, kandang pedet serta kandang isolasi (Williamson dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas – batas tertentu (Davis, 1962).
Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton.
4. Iklim
Pengertian iklim meliputi iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro merupakan interaksi komponen cuaca disuatu kawasan tertentu sedangkan iklim mikro merupakan interaksi komponen cuaca di wilayah yang sempit atau keadaan iklim disekitar ternak ditempatkan (Siregar, 1995). Menurut Williamson dan Payne(1993) menyatakan ada empat komponen iklim utama yang berpengaruh terhadap kemampuan produktivitas ternak yaitu : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban dan curah hujan.
Sedangkan suhu udara di kawasan Pujon berkisar antara 18-240 C, serta berada pada ketinggian 1200 dpl. Hal ini sangat baik karena sapi perah membutuhkan cuaca yang sedikit dingin.
Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC. Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya.
5. Produksi Susu
Dari pengamatan di lapang didapatkan data sebagai berikut :
a. Sapi laktasi , produksi dan pemasaran susu :
1. Masa laktasi : 7 bulan
2. Masa kering: 2 bulan dan cara pengeringan dengan pemerahan berselang, 3 hari sebelum pengeringan hijauan dan konsentrat dihentikan.
3. Pemerahan
a. Menggunakan tangan/ manual
b. Frekuensi pemerahan 2 x sehari
c. Dilakukan di kandang
d. Proses pemerahan dengan meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting (sedikit memijat) sehingga air susu dari ambing mulai mengalir ke puting. Sebelum dilakukan pemerahan puting dibersihkan terlebih dahulu dengan air. Pemerah biasanya menggunakan vaselin dalam pemerahan agar putting lebih licin saat diperah.
4. Pemerah secara berkala memeriksa kesehatannya dan memperoleh surat kesehatan dari dokter: tidak karena dalam pemeriksaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pemerah juga tidak pernah sakit.
5. Produksi susu rata-rata: total per hari 140 liter (pagi 100 liter, dan sore 40 liter), dengan perincian tiap sapi laktasi menghasilkan 5-7 liter per hari.
6. Pengeringan
Dilakukan dengan cara pemerahan berselang selama 2 bulan, apabila tidak dilakukan maka produksi susu pada periode berikutnya akan turun.
7. Pengafkiran sapi perah dilakukan apabila produksi susunya sudah rendah yaitu 3 liter/hari dan apabila sapi sakit dan sulit diobati. Apabila sapi sudah afkir sapi tersebut dijual.
8. Tidak dilakukan penanganan susu pasca pemerahan secara khusus hanya disaring terlebih dahulu baru dipasarkan.
9. Sebelum sampai ke tangan konsumen, susu tidak mengalami penyimpanan, langsung dipasarkan. susu diusahakan habis
10. Pemasaran susu;
a. Konsumen: masyarakat umum dan pedagang susu yang langsung mendatangi peternakan, dan dijual ke Koperasi.
b. Produk susu yang dipasarkan : susu segar belum dimasak.
c. Kemasan susu berupa kantong plastik dan jerigen.
d. Harga susu Rp 4500,00 / liter.
Pada peternakan Maron Farm jenis sapi yang dipelihara adalah sapi perah jenis peranakan Friesian Holstein (PFH). Masa laktasi dari sapi-sapi tersebut sekitar + 7 bulan tetapi secara umum masa laktasi dari sapi perah yaitu + 305 hari hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang dikawinkan kembali setelah partus dan sapi mengalami kebuntingan memasuki masa kering. Dengan masa laktasi yang relatif agak cepat, maka produksi susu pertahun tidak begitu tinggi. Dalam memelihara sapi perah harus dilakukan pengeringan. Menurut Williamson dan Payne (1993), pengeringan adalah menghentikan pemerahan sapi selama 6 – 8 minggu menjelang melahirkan kembali, masa kering adalah sangat penting bagi setiap induk yang pernah melahirkan dan berproduksi susu pada periode berikutnya akan berkurang. Masa kering yang dilakukan di perusahaan Umbul Jaya yaitu selama 2 bulan dengan pemerahan berselang.
Cara pemerahan yang dilakukan setiap harinya dengan tangan dan langsung diperah dalam kandang. Pemerahan dilakukan 2 x sehari. Cara pemerahan dengan ini dengan perah jepit (stripping) yaitu puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Pemerah yang bekerja di perusahaan tidak pernah memeriksa kesehatannya karena dalam pemeriksaaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit padahal dalam usaha produksi sapi perah juga membutuhkan biaya yang cukup banyak. Sehingga dapat menekan biaya, tetapi pemerah harus benar-benar dalam kondisi yang bersih dan sehat baik saat memerah maupun mengolah susu. Produksi susu rata-rata perusahaan tiap hari sebesar + 140 liter, sehingga produksi rata-rata per ekor per hari sebesar + 5-7 liter. Sapi yang produksinya cukup rendah dan usianya sudah tua, maka akan diafkir yaitu dengan menjual sapi tersebut. Susu yang dihasilkan tidak memperoleh perlakuan khusus hanya disaring saja dan tidak mengalami penyimpanan langsung dijual pada konsumen. Sasaran konsumennya sebagian besar masyarakat umum dan pedagang susu atau dijual ke koperasi. Kemasan yang digunakan cukup sederhana yaitu berupa kantong plastik dan jerigen, harga jualnya sebesar Rp 4.500/liter dan dalam penjualan susu menggunakan sepeda motor. Jarak tempuh untuk pemasaran susu biasanya antara lingkungan sekitar sampai + 8 km. Kualitas susu itu sendiri selalu diperiksa kualitasnya secara periodik setiap 8 kali/ bulan yang dilakukan oleh dinas.
Waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan yaitu pada saat betina dalam siklus birahi tepatnya saat estrus. Saat estrus dapat diketahui dari luar yang ciri-cirinya mencoba untuk saling menaiki, perubahan pada alat kelamin, gelisah, nafsu makan berkurang dan lain-lain. Sehingga tidak membutuhkan orang yang khusus untuk mengtahui sapi tersebut sedang birahi atau tidak hanya dilakukan pengamatan dari luar saja. Deteksi birahi yang dilakukan perusahaan Maron Farm oleh karyawan sendiri, perkawinan sapi dara yang pertama kali dilakukan pada umut + 1,5 tahun (18 bulan). Sehingga pada umur ± 32 bulan sapi tersebut sudah beranak. Perkawinan di Maron Farm dilakukan dengan IB dan perkawinan alami. Pada sapi dara yang pertama kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan selanjutnya dengan perkawinan alami. Cara penetapan kebuntingan dilakukan oleh buruh dengan pengamatan ulang birahi, kebuntingan akan diketahui apabila ternak tidak birahi lagi 3 – 4 minggu setelah perkawinan.
Perkawinan kembali dilakukan pada + 18 hari setelah sapi melahirkan/partus. Selang waktu ini kurang tepat karena jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan kemungkinan belum benar-benar pulih kembali. Kegagalan perkawinan pernah terjadi yaitu karena saat kawin yang tidak tepat, keguguran karena ketidak suburan. Selang waktu yang tepat adalah + 60-90 hari, sehingga calving interval antara kelahiran sapi pertama dengan perkawinan sapi kedua tidak terlalu lama.
Penanganan kelahiran pedet di peternakan Maron Farm dilakukan oleh karyawan sendiri apabila proses kelahiran normal, tetapi apabila terjadi distokia atau kesulitan kelahiran, maka akan ditangani oleh mantri hewan setempat. Menurut Reksohadiprodjo (1995), distokia terjadi pada sapi-sapi yang berukuran besar seperti FH/PFH, sapi yang selalu dikurung, sapi yang dikawinkan saat usia muda, masa kebuntingan yang lama, kelahiran kembar, infeksi uterus, kematian fetus dan sebagainya. Keseluruhan ini memungkinkan terjadi distokia lebih besar. Secara jelasnya, distokia dipengaruhi oleh faktor genetik, tata laksana dan pakan, serta mungkin juga disebabkan oleh faktor-faktor lain dari induknya sendiri.
6. Suhu dan Kelembaban
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC (Paggi, 1975). Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah sapi tersebut berasal (Pane.I, 1993).
Williamson dan Payne (1993) menyatakan ternak nyaman pada kelembaban 50 - 60%. Menurut (Sugeng. 1998), kelembapan yang baik adalah kurang lebih 60%. Kelembaban yang tinggi bisa mengurangi atau menurunkan jumlah panas yang hilang akibat penguapan, sedangkan penguapan merupakan salah satu cara untuk mengurangi panas tubuh sehingga tubuh menjadi sejuk, jumlah panas yang hilang tersebut tergantung dari luas permukaan tubuh, bulu yang menyelubungi kulit, jumlah dan besar kelenjar keringat, suhu lingkungan dan kelembaban udara (Sugeng, 1998).
KESIMPULAN
Perusahaan peternakan belum sepenuhnya melakukan strategi produksi bersih, hanya saja pihak peternakan pernah menggunakan pemotongan pakan dengan pemotongan manual sekarang sudah dengan bantuan mesin yang bisa menghemat pakan sekitar 1425 Kg pakan hijauan per 5 hari, karena peternakan membuang pakan sisa tiap 5 hari sekali.
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem penggembalaan, sistem perkandangan atau intensif dan sistem kombinasi keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK), 1980. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta. Anggorodi, R. 1980. Ilmu makanan Ternak Umum. Edisi Kedua PT. Gramedia Jakarta.
__________.2010a. Pengembangan Sapi Perah di Indonesia http://umkm.aimitindo.co.id/produk.php?id=7&pid=4 [Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011]
¬¬__________. 2010b. Bojonegoro.go.id.Website Resmi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Budidaya Ternak Sapi Perah.[Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011
__________. 2010c. Jurnal Pengkajian Koperasi Dan Ukm Nomor 2 Tahun I - 2006 Penyusunan Model Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Untuk Mendukung Program Sapi Perah Melalui Koperasi.[Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010
Darmadja S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Trasidisional Dalam Ekosistem Pertanian di Bali, Universitas Padjadjaran, Bandung
Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Kambing. Media Peternakan Vol 15: 38-46. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Download Full Text
Tidak ada komentar:
Posting Komentar