Pages

Ads 468x60px

Labels

Senin, 14 November 2011

Penelitian Sapi Perah

PENDAHULUAN
    Sapi ini juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering disingkat FH Di Amerika bangsa sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara lain ada pula yang menyebut Friesien. Tetapi di Indonesia sapi ini popular dengan sebutan FH.Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis.Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar diantara bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur.
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris) Produksi susunya 5.126 kg per laktasi, Friesian Holstein (dari Belanda) Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi. , Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis) dengan produksi susu 2500 liter dalam 1 masa laktasi, Brown Swiss (dari Switzerland) Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi, Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445 - 2.647 kg per 330,5 hari. Namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16 liter per hari. Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

Jenis sapi perah  yang biasa dipelihara adalah  sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Warna bulu putih dengan bercak hitam
- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.
- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.
- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.
- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.
- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.
Sifat-sifat sapi
- Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai
- Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi
- Lambat menjadi dewasa
- Produksi susu:4500-5500 liter per satu masa laktasi
- Berat badan jantan lebih kurang 800-900 kilogram, sedangkan  yang betina  lebih  kurang 600 sampai 625 kilogram dan tingginya rata-rata 1,35 meter (AAK, 1980).

Tinjauan Pustaka
    Ternak  perah  adalah  ternak  yang  dapat  memproduksi  susu  melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya  sudah  disapih  atau  lepas  susu. Produksi  susu  yang  tinggi  pada  induk sedang laktasi   selama   bulan   pertama   berpengaruh  terhadap   bobot  tubuh   induk  dan   dapat mengakibatkan penurunan  bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).(Darmadja, 1980)
Penurunan bobot  tubuh  ini  disebabkan oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk     selama    sebelum    dan    sesudah    beranak,    musim   beranak    dan    cara pemeliharaan.  Kehilangan bobot  tubuh  selama laktasi sepenuhnya  normal sehingga  diperlukan  energi  tersedia  yang  tinggi  untuk   produksi  susu  tanpa   menyebabkan beban  berlebihan pada  sisitem pencernaan. Perlunya  tata  laksana  pemberian pakan  yang  baik  pada  saat  bunting  dan   laktasi  agar tersedia cadangan yang cukup  pada waktu   beranak  dan  mencegah   kehilangan  bobot  tubuh   yang  berlebihan  selama laktasi. (Sudono 1999)
    Efisiensi   produksi   susu   berhubungan  dengan   efisiensi  pemberian  pakan   dan produksi  susu. Produksi  susu  di  pengaruhi  oleh  faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen  dan  pemberian  pakan. Metode  yang  umum  ditempuh  untuk  meningkatkan produksi  susu adalah  melalui  perbaikan  managemen  dan pemberian pakan.  Faktor-faktor  lain   mempengaruhi   tinggi   rendahnya   produksi  susu  pada ternak adalah  ukuran  dan  bobot badan  induk, umur,  ukuran dan  pertautan ambing,  pertumbuhan,   jumlah   anak   lahir  per  kelahiran  dan  suhu  lingkungan. (Ernawani 1991)
    Faktor  genetis   ini  akan  menentukan   jumlah  produksi   dan  mutu air  susu selama  laktasi  dengan  komposisi   zat-zat  makanan   tertentu  sesuai  dengan   yang dimiliki oleh kedua  induknya.  Jika  produksi  susu  induk  dan  pejantan  jelek  maka  dengan  tata laksana  dan makanan  yang  serba  baguspun  tidak  akan  dapat  memperbaiki  produksi yang jelek dari warisan kedua induknya. (Saefuddin, 1977).
    Sapi-sapi  yang secara genetis baik akan memberikan produksi susu yang baik pula. Akan  tetapi, jika  makanan  yang  diberikan  tidak memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka unutk memenuhi kebuthan pokok hidup dan berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan   persediaan  zat-zat   makanan   yang   ada   di  dalam   tubuh  dengan   cara memobilisasikan  zat-zat  makanan  yang  tersimpan  di dalam  jaringan tubuh mereka. Jika sapi  yang  bersangkutan  kehabisan  zat-zat  makanan  yang  harus  dimobilisasikan,  maka produksi susu  akan  menurun yang  akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu. (AAK, 1980).
Kualitas   pakan   berpengaruh   paling   besar   pada   produks i  susu.  Jumlah pemberian  pakan  hijauan  dan  konsentrat   dapat    mempengaruhi  jumlah  produksi  susu  dan   kadar   lemak.  Kualitas   dan   kuantitas   pakan    yang    diberikan   harus   sesuai     dengan     kebutuhan    atau     memenuhi    hidup    pokok,    produksi   susu,  pertumbuhan,  dan   kebuntingan  sehingga  akan  dicapai produksi susu yang optimal (Anonima, 2006)


METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengamatan dilakukan pada tanggal 27-29 oktober 2011 di usaha peternakan dan perdagangan sapi perah ini berlokasi di Dusun Maron Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur. Usaha peternakan sapi perah ini diberi nama ‘MARON FARM’.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seekor sapi FH, kandang sapi perah, konsentrat, hijauan, dan air minum. Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi dengan model kandang tail to tail  berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton. Sedangkan alat yang digunakan adalah mistar ukur untuk mengetahui kondisi kandang.


PEMBAHASAN
1.  Manajemen Pakan
Pakan  dengan  kualitas  dan  kuantitas  yang  baik  akan  memberikan  produksi susu  yang  optimal. Perusahaan  sapi  perah  Maron Farm  Pujon  memberikan  pakan berupa  hijauan  dan  konsentrat. Hijauan  yang  digunakan  adalah  rumput  gajah yang didapatkan dari petani rumput  sekitar, sedangkan konsentrat diperoleh dari masyarakat sekitar pada saat panen raya.
Hijauan  diberikan  dua    kali  sehari  setelah  pemerahan  dilakukan  sebanyak 18  kg  BS rumput  Gajah/ekor/hari,  hal  ini  tidak  sesuai  dengan  pendapat  Prihadi (1996)  bahwa  hijauan  diberikan  sepanjang  hari  secara  ad  libitum,  di  Maron Farm ini hijauan yang diberikan adalah rumput raja dengan total pemberian 10 kg/ ekor/ hari. Hijauan ini diperoleh dari membeli dengan harga Rp 300,00 – Rp 400,00 /kg. Hijauan yang diberikan sangat berguna bagi ternak karena mengandung serta kasar dan mineral terutama asetat yang digunakan untuk nutrisi pembentukan susu. Kekurangan hijauan digantikan dengan Dedak yaitu sebanyak 10 kg/ekor/hari yang diberikan satu kali sehari pada waktu sore hari.  Konsentrat diberikan  satu  kali  sehari  setelah  pemerahan  sebanyak  30  kgBS/ekor/hari  dalam bentuk komboran yang merupakan campuran konsentrat, dedak, ampas  tahu dan ketela,  hal  ini  tidak  sesuai  dengan  pendapat  Prihadi  (1996)  bahwa  pemberian konsentrat  dilakukan  dua  kali  sehari  sebelum  pemerahan.    Fungsi  utama  dari pemberian  konsentrat  adalah  mensuplai  energi  tambahan  yang  diperlukan  untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan tingkat protein suatu ransum tertentu.
Pemberian pakan konsentrat memiliki persentase yang lebih tinggi dari pada hijauan, hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bagi sapi perah. Pengaturan  pemberian  pakan  di  peternakan  sapi  perah  Maron Farm  adalah konsentrat  15.381  kg  BK  : hijauan  3,78  KgBK/ekor/hari  sehingga perbandingan hijauan : Konsentrat adalah 19,72 % : 80,28% dalam KgBK atau 46,2 % : 53,8 % dalam KgBS. Pencampuran pakan tersebut dilakukan di sebuah tempat dekat dengan tempat penampungan bahan pakan yang tersebut di atas. Pencampuran diusahakan yang rata hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa alat cangkul dan sekop. Sedangkan alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi menggunakan ember.
Pemberian air minum secara ad libitum sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1994)  bahwa  pada  pemeliharaan  sapi  perah,  air  minum  harus  selalu  ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi sangat vital.  Fungsi dari air untuk sapi perah adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat makanan, membantu proses pencernakan,  penyerapan  dan   pembuangan  hasil   metabolisme,   memperlancar reaksi  kimia  dalam  tubuh,  pengatur  suhu  tubuh  dan  membantu  kelancaran  kerja syaraf panca indra.
Jumlah pakan yang diberikan merupakan factor kritis yang paling utama dalam produksi susu sapi perah. Sapi perah mengkomsumsi pakan (hijauan dan konsentrat) dalam bahan  kering  sebesar  3–4%  dari  bobot  badannya,  disamping  jumlah,  maka  imbangan hijauan dengan kosentrat juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang terlalu banyak hijauannya (>70%) akan menyebabkan jumlah produksi susu turun, tetapi kadar lemak susu naik, sebaiknya pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat (>50%) akan menyebabkan kenaikan jumlah produksi susu dengan kadar lemak yang rendah. Bahan pakan berserat merupakan bahan utama sapi perah misalnya rumput. Bahan pakan tersebut mengandung serat kasar yang tinggi, tetapi kadar serat kasar yang terlalu tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan ransum sulit dicerna, sebaliknya ransum mengandung serat terlalau rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan
2. Sanitasi
Kandang  pada  pemerahan  susu  sapi  Pujon Malang  terdiri  dari  8  kandang  yang terdiri  dari  :  5  kandang  sapi  laktasi,  1  kandang  sapi  kering  dan  karantina,  1 kandang  pejantan  dan  1  kandang  pedet. Kandang  yang  ada  dibangun  tidak melintang  kearah  Utara  -  Selatan  karena  untuk  memanfaatkan  lahan  yang  ada lokasi  peternakan    bersebelahan   dengan    perumahan    rakyat,   sehingga   kandang    terasa lembab dan gelap untuk mengatasi lembabnya lantai pada sanitasi kandang jam 21.00 lantai tidak disiram air hanya kotorannya saja yang dibersihkan.
Tindakan   sanitasi   merupakan   suatu   usaha   untuk   menjaga   kebersihan kandang yang akan  memberikan dampak yang positif yaitu  ternak dapat terbebas dari penyakit baik melalui bakteri, virus maupun parasit.
Pemeliharaan   sapi   Pujon Malang,   menggunakan   sistem   sanitasi   yang optimal  untuk  menjaga  keadaan  nyaman  di  sekitar  peternakan.    Hal  ini  bahwa peternakan   mempunyai   kafe   untuk   menjual   susu  yang   diproduksi   di   dalam peternakan  sehingga  dalam  penggunaan  air  untuk  melakukan  sanitasi  terhadap ternak dan lingkungan relatif  banyak sehingga banyak air yang terbuang.
Sanitasi  yang  di  lakukan  peternakan  Maron Farm  meliputi  :  sanitasi kandang, sanitasi ternak dan sanitasi lingkungan.  Ketiga sanitasi dilakukan untuk menjaga  kebersihan  kandang  dan  memberi  rasa  nyaman  pada  ternak  sehingga meminimalkan  terjadinya  penyakit  baik  berasal  dari  bakteri,  virus  dan  parasit. Sanitasi  merupakan  suatu  usaha  pembersihan  baik  pada  ternak,  kandang  serta lingkungan sekitar supaya keadaan sekitar menjadi nyaman untuk hidup.
3. Perkandangan
Usaha sapi perah merupakan salah satu sektor peternakan yang terus berkembang mengarah pada efisiensi, produksi dan mutu hasil yang semakin tinggi. Salah satu faktor penting yang dinilai ikut berperan adalah yang menyangkut kesejahteraan ternak, khususnya kandang atau ruang pemeliharaan. Dalam perkembangan konsep-konsep modern dan pelaksanaannya dalam manajemen industri persusuan ikut mempengaruhi perkembangan pola-pola dan desain kandang sapi perah sebagai suatu tuntutan. Peran penting kandang terus meningkat. Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar, produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan pemerahan susu.
Salah satu hal yang penting dalam mendukung kesuksesan beternak adalah tersedianya kandang. Kandang merupakan bangunan yang digunakan ternak untuk melindungi dari gangguan luar yang merugikan, yaitu sinar matahari, kedinginan, kehujanan maupun tiupan angin yang sangat kencang, sehingga ternak merasa aman dan nyaman. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari aspek-aspek lingkungan yang sekiranya merugikan (AAK, 1995). Oleh karena itu peternak sapi perah harus dapt menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Perkandangan     merupakan    suatu    lokasi    atau    lahan    khusus    yang digunakan  sebagai  sentra  kegiatan  peternakan  yang  di  dalamnya  terdiri  atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998).  Kandang sapi perah terdiri atas kandang untuk sapi induk, kandang pejantan, kandang pedet serta kandang isolasi (Williamson dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan  ada dua  tipe  yaitu  stanchion  barn  dan  loose  house. Stanchion   barn   yaitu   sistem   perkandangan   dimana   hewan   diikat   sehingga gerakannya  terbatas  sedangkan  loose  house  yaitu  sistem  perkandangan  dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas – batas tertentu (Davis, 1962).
Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi berkapasitas 20 ekor yang memiliki ukuran : panjang 13 m, lebar 6,3 m, dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang menggunakan semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum menggunakan beton.
4. Iklim
    Pengertian  iklim  meliputi  iklim  makro  dan  iklim  mikro. Iklim makro merupakan  interaksi  komponen  cuaca  disuatu  kawasan  tertentu  sedangkan  iklim mikro merupakan interaksi komponen cuaca di wilayah yang sempit atau keadaan iklim  disekitar  ternak  ditempatkan  (Siregar,  1995). Menurut  Williamson  dan Payne(1993) menyatakan  ada  empat  komponen  iklim  utama  yang  berpengaruh terhadap  kemampuan  produktivitas  ternak  yaitu  :  radiasi  matahari,  suhu  udara, kelembaban dan curah hujan.
    Sedangkan suhu udara di kawasan Pujon berkisar antara 18-240 C, serta berada pada ketinggian 1200 dpl. Hal ini sangat baik karena sapi perah membutuhkan cuaca yang sedikit dingin.
    Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut
    Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC. Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya.
5. Produksi Susu
Dari pengamatan di lapang didapatkan data sebagai berikut :
a. Sapi laktasi , produksi dan pemasaran susu :
1. Masa laktasi : 7 bulan
2. Masa kering:  2 bulan  dan  cara  pengeringan  dengan  pemerahan berselang, 3 hari sebelum pengeringan hijauan dan konsentrat dihentikan.
3. Pemerahan
a. Menggunakan tangan/ manual
b. Frekuensi pemerahan 2 x sehari
c. Dilakukan di kandang
d. Proses pemerahan dengan meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting (sedikit memijat)  sehingga  air  susu dari  ambing mulai mengalir ke puting. Sebelum dilakukan   pemerahan   puting   dibersihkan   terlebih   dahulu  dengan   air.  Pemerah biasanya menggunakan vaselin dalam pemerahan agar putting lebih licin saat diperah.
4. Pemerah secara  berkala memeriksa  kesehatannya dan memperoleh surat kesehatan dari  dokter:  tidak  karena  dalam  pemeriksaan  kesehatan  membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pemerah juga tidak pernah sakit.
5. Produksi susu rata-rata: total per hari 140 liter (pagi 100 liter, dan sore 40 liter), dengan perincian tiap sapi laktasi menghasilkan 5-7 liter per hari.
6. Pengeringan
Dilakukan dengan cara  pemerahan  berselang selama 2 bulan, apabila tidak dilakukan maka produksi susu pada periode berikutnya akan turun.
7. Pengafkiran sapi perah dilakukan apabila produksi susunya sudah rendah yaitu 3 liter/hari dan apabila sapi sakit dan sulit diobati. Apabila sapi sudah afkir sapi tersebut dijual.
8. Tidak dilakukan  penanganan susu  pasca  pemerahan secara khusus hanya disaring terlebih dahulu baru dipasarkan.
9. Sebelum sampai ke tangan konsumen, susu tidak mengalami penyimpanan, langsung dipasarkan. susu diusahakan habis
10. Pemasaran susu;
a. Konsumen: masyarakat umum dan pedagang susu yang langsung mendatangi peternakan, dan dijual ke Koperasi.
b. Produk susu yang dipasarkan : susu segar belum dimasak.
c. Kemasan susu berupa kantong plastik dan jerigen.
d. Harga susu Rp 4500,00 / liter.
Pada peternakan Maron Farm jenis sapi yang dipelihara adalah sapi perah jenis peranakan Friesian Holstein (PFH). Masa laktasi dari sapi-sapi tersebut sekitar + 7 bulan tetapi secara umum masa laktasi dari sapi perah yaitu + 305 hari hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang dikawinkan kembali setelah partus dan sapi mengalami kebuntingan memasuki masa kering. Dengan masa laktasi yang relatif agak cepat, maka produksi susu pertahun tidak begitu tinggi. Dalam memelihara sapi perah harus dilakukan pengeringan. Menurut Williamson dan Payne (1993), pengeringan adalah menghentikan pemerahan sapi selama 6 – 8 minggu menjelang melahirkan kembali, masa kering adalah sangat penting bagi setiap induk yang pernah melahirkan dan berproduksi susu pada periode berikutnya akan berkurang. Masa kering yang dilakukan di perusahaan Umbul Jaya yaitu selama 2 bulan dengan pemerahan berselang.
Cara pemerahan yang dilakukan setiap harinya dengan tangan dan langsung diperah dalam kandang. Pemerahan dilakukan 2 x sehari. Cara pemerahan dengan ini dengan perah jepit (stripping) yaitu puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Pemerah yang bekerja di perusahaan tidak pernah memeriksa kesehatannya karena dalam pemeriksaaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit padahal dalam usaha produksi sapi perah juga membutuhkan biaya yang cukup banyak. Sehingga dapat menekan biaya, tetapi pemerah harus benar-benar dalam kondisi yang bersih dan sehat baik saat memerah maupun mengolah susu. Produksi susu rata-rata perusahaan tiap hari sebesar + 140 liter, sehingga produksi rata-rata per ekor per hari sebesar + 5-7 liter. Sapi yang produksinya cukup rendah dan usianya sudah tua, maka akan diafkir yaitu dengan menjual sapi tersebut. Susu yang dihasilkan tidak memperoleh perlakuan khusus hanya disaring saja dan tidak mengalami penyimpanan langsung dijual pada konsumen. Sasaran konsumennya sebagian besar masyarakat umum dan pedagang susu atau dijual ke koperasi. Kemasan yang digunakan cukup sederhana yaitu berupa kantong plastik dan jerigen, harga jualnya sebesar Rp 4.500/liter dan dalam penjualan susu menggunakan sepeda motor. Jarak tempuh untuk pemasaran susu biasanya antara lingkungan sekitar sampai + 8 km. Kualitas susu itu sendiri selalu diperiksa kualitasnya secara periodik setiap 8 kali/ bulan yang dilakukan oleh dinas.
Waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan yaitu pada saat betina dalam siklus birahi tepatnya saat estrus. Saat estrus dapat diketahui dari luar yang ciri-cirinya mencoba untuk saling menaiki, perubahan pada alat kelamin, gelisah, nafsu makan berkurang dan lain-lain. Sehingga tidak membutuhkan orang yang khusus untuk mengtahui sapi tersebut sedang birahi atau tidak hanya dilakukan pengamatan dari luar saja. Deteksi birahi yang dilakukan perusahaan Maron Farm oleh karyawan sendiri, perkawinan sapi dara yang pertama kali dilakukan pada umut + 1,5 tahun (18 bulan). Sehingga pada umur ± 32 bulan sapi tersebut sudah beranak. Perkawinan di Maron Farm dilakukan dengan IB dan perkawinan alami. Pada sapi dara yang pertama kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan selanjutnya dengan perkawinan alami. Cara penetapan kebuntingan dilakukan oleh buruh dengan pengamatan ulang birahi, kebuntingan akan diketahui apabila ternak tidak birahi lagi 3 – 4 minggu setelah perkawinan.
Perkawinan kembali dilakukan pada + 18 hari setelah sapi melahirkan/partus. Selang waktu ini kurang tepat karena jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan kemungkinan belum benar-benar pulih kembali. Kegagalan perkawinan pernah terjadi yaitu karena saat kawin yang tidak tepat, keguguran karena ketidak suburan. Selang waktu yang tepat adalah + 60-90 hari, sehingga calving interval antara kelahiran sapi pertama dengan perkawinan sapi kedua tidak terlalu lama.
Penanganan kelahiran pedet di peternakan Maron Farm dilakukan oleh karyawan sendiri apabila proses kelahiran normal, tetapi apabila terjadi distokia atau kesulitan kelahiran, maka akan ditangani oleh mantri hewan setempat. Menurut Reksohadiprodjo (1995), distokia terjadi pada sapi-sapi yang berukuran besar seperti FH/PFH, sapi yang selalu dikurung, sapi yang dikawinkan saat usia muda, masa kebuntingan yang lama, kelahiran kembar, infeksi uterus, kematian fetus dan sebagainya. Keseluruhan ini memungkinkan terjadi distokia lebih besar. Secara jelasnya, distokia dipengaruhi oleh faktor genetik, tata laksana dan pakan, serta mungkin juga disebabkan oleh faktor-faktor lain dari induknya sendiri.
6. Suhu dan Kelembaban
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC (Paggi, 1975). Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah sapi tersebut berasal (Pane.I, 1993).
Williamson   dan     Payne    (1993)       menyatakan ternak nyaman pada kelembaban  50  -  60%.   Menurut  (Sugeng.  1998),  kelembapan  yang  baik  adalah kurang  lebih  60%.   Kelembaban  yang  tinggi  bisa  mengurangi  atau  menurunkan jumlah  panas  yang  hilang  akibat  penguapan,  sedangkan  penguapan  merupakan salah  satu  cara  untuk  mengurangi  panas  tubuh  sehingga  tubuh  menjadi  sejuk, jumlah  panas  yang  hilang  tersebut  tergantung  dari  luas  permukaan  tubuh,  bulu yang  menyelubungi  kulit,  jumlah  dan  besar  kelenjar  keringat,  suhu  lingkungan dan kelembaban udara (Sugeng, 1998).


KESIMPULAN
Perusahaan  peternakan  belum  sepenuhnya  melakukan  strategi  produksi bersih,  hanya  saja  pihak  peternakan  pernah  menggunakan  pemotongan  pakan dengan  pemotongan  manual  sekarang  sudah  dengan  bantuan  mesin  yang  bisa menghemat  pakan  sekitar  1425  Kg  pakan  hijauan  per  5  hari,  karena  peternakan membuang pakan sisa tiap 5 hari sekali.
    Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem penggembalaan, sistem perkandangan atau intensif dan sistem kombinasi keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius (AAK), 1980. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta. Anggorodi, R. 1980. Ilmu makanan Ternak Umum. Edisi Kedua PT. Gramedia Jakarta.
__________.2010a. Pengembangan Sapi Perah di Indonesia http://umkm.aimitindo.co.id/produk.php?id=7&pid=4 [Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011]
¬¬__________. 2010b. Bojonegoro.go.id.Website Resmi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Budidaya Ternak Sapi Perah.[Diakses pada Tanggal 20 Oktober 2011
__________. 2010c. Jurnal Pengkajian Koperasi Dan Ukm Nomor 2 Tahun I - 2006 Penyusunan Model Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Untuk Mendukung Program Sapi Perah Melalui Koperasi.[Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010
Darmadja S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Trasidisional Dalam Ekosistem Pertanian di Bali, Universitas Padjadjaran, Bandung
Ernawani,   1991.   Pengaruh   Tatalaksana   Pemerahan   Terhadap   Kualitas   Susu Kambing.  Media  Peternakan  Vol  15:  38-46.  Fakultas  Peternakan   Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Download Full Text








Tidak ada komentar:

 
 
Blogger Templates