BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di Indonesia, kulit merupakan salah
satu bahan mentah yang cukup melimpah, yang digunakan sebagai bahan utama dalam
usaha perkulitan dan karya seni. Tumbuh suburnya industri
perkulitan di Indonesia ini didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
peternakan. Kulit dihasilkan oleh binatang ternak, sehingga selama manusia
masih memelihara atau memanfaatkan dan mengkonsumsi daging binatang ternak
tersebut, kulit akan tetap tersedia.
Salah satu jenis kulit yang bisa dimanfaatkan untuk
industri penyamakan kulit adalah kulit cakar ayam. Cakar ayam merupakan bagian
dari ayam yang kurang diperhatikan, jarang dikonsumsi dan memiliki nilai
ekonomis rendah, dengan memanfaatkan kulit cakar ayam untuk dibuat kulit samak,
maka dengan begitu dapat meningkatkan nilai ekonomis dari cakar ayam yang
dianggap sebagai hasil sampng pemotongan ternak ayam. Kulit kaki
ayam mengandung kadar air 65,90%, protein 22,98%, lemak 5,60%, kadar abu 3,49%
dan kandungan lain 2,03%, maka kandungan protein kulit cakar ayam tidak
terpaut jauh dengan kandungan protein kulit ternak lainnya yang berkisar
25-30%. Karakter seperti itu membuat kulit cakar ayam dapat menghasilkan kulit
samak yang berkualitas baik karena memiliki kadar protein 22,98%, sedangkan
standar protein untuk kulit samak sekitar 23%.
Dalam proses penyamakan dikenal adanya sistem
penyamakan berbulu dan tidak berbulu. Sistem penyamakan berbulu tentunya
ditujukan untuk mempertahankan keindahan bulunya sedangkan penyamakan tidak
berbulu tentunya sengaja ditujukan untuk menghilangkan bulu. Sekilas yang
membedakan kedua proses ini adalah dilakukannya proses pengapuran pada sistem
penyamakan tidak berbulu dengan tujuan supaya mempermudah dalam menghilangkan
bulunya. Terdapat tiga tahapan pokok dalam industri penyamakan kulit yaitu :
·
pengerjaan basah (beamhouse) atau yang biasa disebut pretanning, terdiri dari proses
perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming), baitsen
(bating), dan pengasaman (pickling)
·
penyamakan (tanning),
kulit pickle direndam pada bahan penyamak, yang proses penyamakannya
terdiri dari penyamakan nabati, penyamakan krom, penyamakan kombinasi, dan penyamakan
sintesis
·
penyelesaian akhir (finishing), prosesnya terdiri dari pengetaman (shaving), pemucatan (bleaching), penetralan
(neutralizing), pengecatan dasar, peminyakan (fat liquoring), penggemukan
(oiling), pengeringan, pelembaban, dan perenggangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah
dari makalah ini antara lain :
· Bagaimana
pengaruh pemberian kuning telur terhadap hasil peminyakan kulit
cakar ayam
· Bagaimana
efek pemberian bahan penyamak nabati terhadap kualitas kulit cakar ayam
· Bagaimana
efek pemberian kuning telur dan penggunaan bahan penyamak nabati terhadap daya
serap air
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini antara
lain :
· Untuk
mengetahui pengaruh pemberian kuning telur terhadap hasil
peminyakan kulit cakar ayam
· Untuk
mengetahui efek pemberian bahan penyamak nabati terhadap kualitas kulit cakar
ayam
· Untuk
mengetahui efek pemberian kuning telur dan penggunaan bahan penyamak nabati
terhadap daya serap air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Kulit dan Penyamakan
Kulit
adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupaka suatu kerangka luar, tempat
bulu binatang itu tumbuh. Dalam Ensiklopedia Indonesia, dijelaskan bahwa kulit
adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau tubuh binatang dari
pengaruh-pengaruh luar misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi,
serta merupakan alat penghantar suhu. Pada saat hidup, kulit memiliki fungsi
antara lainsebagai indra perasa, tempat pengeluaran hasil pembakaran, sebagaii
pelindung dari kerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan,
sebagai penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatan tubuh
hewan (Sunarto, 2001).
Penyamakan
kulit merupakan suatu proses pengolahan untuk mengubah kulit mentah hides
maupun skines menjadi kulit tersamak atau leather (Sunarto, 2001). Kulit
samak atau kulit jadi memiliki sifat-sifat khusus yang sangat berbeda dengan
kulit mentahnya, baik sifat fisis maupun sifat khemisnya. Kulit mentah mudah
sekali membusuk dalam keadaan kering, keras, dan kaku. Sedangkan kulit tersamak
memiliki sifat sebaliknya. Kulit segar yang baru dilepas dari tubuh binatang
memiliki beberapa unsur berikut (Sunarto, 2001) :
Collagen : 30% - 32%
Lemak : 2% - 5%
Epidermis : 0,2% - 2%
Mineral : 0,1% - 0,3%
Air : 60% - 65%
2.2 Jenis Penyamakan Kulit
1.
Penyamakan nabati
Dalam
penyamakan nabati digunakan bahan penyamak nabati yang berasal dari alam. Bahan
penyamak nabati merupakan bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak.
2.
Penyamakan krom
Dalam penyamakan krom, digunakan krom
sulfat basa. Kulit yang disamak dengan bahan penyamak ini memberi sifat lemas,
kuat, tetapi kurang berisi.
3.
Penyamakan kombinasi
Penyamakan kombinasi adalah penyamakan
kulit dengan dua atau lebih bahan penyamak, dengan tujuan saling melengkapi
karena setiap bahan penyamak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
4.
Penyamakan sintesis
Pada dasarnya penyamakan sintesis tidak
jauh beda dengan penyamakan nabati, hanya saja menggunakan bahan sintesis yaitu
organic polyacid yang memiliki kemampuan menyamak kulit (Sunarto, 2001).
2.3 Kegiatan Penyamakan
1. Pretanning
Kegiatan ini bertujuan untuk
mengawetkan kulit mentah agar dapat bertahan hingga penyamakan sesungguhnya
dilakukan. Kegiatan ini dinamakan dengan pengerjaan basah yang meliputi proses
perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming), baitsen
(bating), dan pengasaman (pickling). Adapun tujuan dari masing-masing kegiatan
yaitu :
-
Perendaman bertujuan untuk mengubah
kondisi kulit kering menjadi lemas dan lunak
-
Pengapuran bertujuan untuk menghilangkan
bulu dan epidermis, kelenjanr keringat dan lemak, zat-zat yang tidak
diperlukan, memudahkan pelepasan subcutis, dsb.
-
Pembuangan kapur bertujuan untuk
menghilangkan kapur yang tergandung dalam kulit, karena penyamakan dilakukan
dalam kondisi asam sehingga harus terbebas dari kapur yang bersifat basa
-
Bating merupakan proses penghilangan
zat-zat non kolagen
-
Pengasaman bertujuan membuat kulit
bersifat asam (pH 3,0 – 35), agar kulit tidak bengkak bila bereaksi dengan obat
penyamaknya (Sunarto, 2001).
2. Tanning
Tahapan
proses penyamakan disesuaikan dengan jenis kulit. Kulit dibagi atas 2 golongan
yaitu hide (untuk kulit dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau,
kuda dan lain-lain), dan skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dan lain-lain).
Jenis zat penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperolah.
Penyamak nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat
agak kaku tapi empuk, kurang tahan terhadap panas. Penyamak mineral paling umum
menggunakan krom. Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/ lemes,
dan lebih tahan terhadap panas.
3. Finishing
Kegiatan
setelah penyamakan kulit terdiri atas pengetaman (shaving), pemucatan
(bleaching), penetralan (neutralizing), pengecatan dasar, peminyakan (fat
liquoring), penggemukan (oiling), pengeringan, pelembaban, dan perenggangan.
Menurut Sunarto (2001), dijelaskan masing-masing kegiatan yaitu seperti berikut
:
·
Pengetaman
merupakan suatu kegiatan yang membuat kulit memiliki tingkat ketebakan yang
sama.
·
Pemucatan
bertujuan untuk menghilangkan flek-flek besi, merendahkan pH, dan lebih
menguatkan ikatan antara bahan penyamak dengan kulit.
·
Penetralan
dilakukan bagi kulit samak krom, karena kulit samak krom berkadar asam tinggi,
sehingga perlu dinetralkan agar tidak mengganggu proses selanjutnya.
·
Pengecatan
dasar dilakukan dengan tujuan agar pemakaian cat tutup tidak terlalu tebal.
·
Peminyakan pada kulit memiliki tujuan antara lain untuk pelumas
serat- serat kulit agar
kulit menjadi
tahan tarik dan tahan getar,
menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya, dan membuat kulit
tahan air.
·
Penggemukkan bertujuan agar zat penyamak tidak
keluar ke permukaan sebelum kering.
·
Pengeringan dilakukan bagi kulit atasan dengan
tujuan untuk menghentikan proses kimiawi dalam kulit. Kulit yang
diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan.
·
Pelembaban dilakukan bagi kulit bawahan dengan
tujuan agar kulit dengan mudah dapat menyesuaikan dengan kondisi udara
disekitarnya.
·
Kegiatan akhir dari bagian ini adalah
peregangan yang bertujuan agar kulit mulut secara maksimal. Sehingga dengan
demikian, tidak akan mulur lagi setelah menjadi barang.
2.4
Kulit Cakar Ayam sebagai Kulit Samak tanpa Bulu
Selama ini cakar ayam masih dianggap
sebagai limbah pemotongan yang memiliki nilai ekonomis rendah, namun jika kita
pandai dan kreatif, maka cakar ayam dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi
barang-barang kerajinan kulit yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu
pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku penyamakan kulit, karena tersedia
cukup dan pengadaannya terus menerus dapat disediakan, mudah didapat, harga
relatif murah, dan memiliki rajah yang bagus. Kulit cakar ayam samak dapat
digunakan untuk membuat barang-barang kulit seperti tas, dompet, tali jam
tangan, dan lain-lain (Mustakim, 2009).
BAB III
MATERI DAN METODE
MATERI DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum dilaksanakan
pada tanggal 16 Maret – 23 Maret di Laboratorium Hasil samping jurusan Teknologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang
digunakan saat praktikum berlangsung antara lain:
Alat :
1. Pisau 6. thermometer 11. tang
2. timba 7. irik 12. palu
3. pengaduk 8. tampah 13. mata ayam
4. kayu 9. kompor
5. timbangan 10. Panci
Bahan :
1. Cakar
ayam segar
2. Kapur
tohor (Ca (OH)2)
3. Air
4. Natrium
sulfida ( Na2S)
5. Amonium
sulfat ( ZA )
6. Teepol
7. Oropon
8. Natrium
klorida (Na Cl )
9. Asam
formiat ( HCOOH)
10. Asam
sulfat( H2SO 4)
11. PH
paper
12. Kromosal
-B atau tannin
13. Natrium
bikarbonat ( Na HCO3)
14. Minyak
tersulfonat atau kuning telur
15. Asam
asetat
16. Pewarna
17. Anti
jamur
18. Dacron
3.3
Prosedur praktikum
1. Pencucian
Dibersihkan cakar, kemudian
dilakukan pemotongan. Menimbang berat cakar (sebagai dasar penimbangan prosedur
selanjutnya).
2. Buang
sisik
Membuat larutan air 200% ditambah
Na2S sebanyak 16 gram / 1 liter. Melarutkan Na2S menggunakan air panas,
kemudian diaduk sampai larut. Kemudian cakar ayam di masukkan ke dalam larutan
Na2S. Dan di aduk selam 1 jam.
3. Pengapuran
(Liming)
Membuat larutan kapur: 200% air, 5%
kapur tohor (dari berat cakar). Kemudian masukkan cakar, di aduk selama 30
menit. Rendam satu malam. Dilakukan pengadukan setiap 2 jam.
4. Bersihkan cakar dari sisiknya dengan air
mengalir. (Bila sisik belum bersih, lakukan perendaman lagi).
5. Timbang cakar ayam sebagai berat
bloten
6. Buang kapur
(deliming).
Membuat larutan: 200% air, 1% ZA
(Amonium Sulfat), 1,5% Teepol dan 1% Oropon. Aduk 5 menit. Masukkan cakar. Aduk
selam 2-3 jam. Lakukan thumb test (Indikasinya : apabila cakar di tekan, akan
membekas / tidak kembali)
7. Bersihkan cakar dengan air
mengalir selama 15 menit
8. Pengasaman
(Pickling)
a. Buat larutan
: 100% air dan 10% NaCl. Aduk sampai NaCl larut. Masukkan cakar. Aduk 15 menit.
b. Ambil cakarnya. Buat 0,5%
HCOOH (diencerkan 1:10). Masukkan 1/3 HCOOH tersebut ke dalam larutan di atas,
aduk selama 5 menit, masukkan cakarnya.
c. Aduk lagi,
masukkan 1/3 HCOOH lagi, di aduk, masukkan 1/ HCOOH.(di ambil tiap 1/3 bagian
selama 3x) di aduk selama 3x 15 menit.
d. Buat 0,75%
H2SO4 (diencerkan 1:10. Lakukan seperti no c)
e. Di lakukan
pengadukan selama 2 jam. Rendam semalam.
9.
Cek pH kulit cakar (dengan pH paper atau indikator BCG). pH maksimal 3,0-3,5.
Dengan cara: Kulit dalam di ambil 1-1,5 cm, bagian dalam di tetesi indicator BCG
1 tetes.
Reaksi + kulit berwarna kuning
(Asam)
Reaksi - kulit berwarna biru
(Basa)
Jika reaksi menunjukkan (-) maka,
di lakukan pengadukkan lagi, hingga reaksi menunjukkan (+).
Larutan perendam cakar (larutan
pickle) jangan dibuang karena masih di gunakan untuk prosedur selanjutnya yaitu
penyamakan.
10. Penyamakan (Tanning)
Buat 100% larutan pickle + 20% tannin. Tannin diagi 4,
hari pertama larutan pickle ditambah ¼ tannin. Aduk dan rendam semalam. Lakukan
prosedur yang sama pada hari yang kedua, ketiga dan keempat.
11. Netralisasi
Membuat larutan dari 0,5% Natrium
Bikarbonat (di bagi 3 x 1/3 bagian, di masukkan 3 kali seperti perlakuan pada
HCOOH dan H2SO4). Di aduk selama 1 jam. Cakar di tiriskan dengan menggunakan irik dan dibiarkan selama semalam
(Aging).
12. Keesokan harinya di cuci dengan
air mengalir.
13. Di lakukan
penyamakan ulang (retanning). Dengan membuat larutan 100% air dan 3%
Kromosal-B. Aduk. Masukkan cakar. Aduk selama 1 jam. Cuci dengan air mengalir
selama 10 menit.
14. Dilakukan tes
dengan mengambil satu sampel kulit cakar ayam, (di potong 1-1.5 cm) kemudian
direndam dalam larutan asam asetat 30% selama 30 menit. Hasilnya kulit cakar
yang direndam harus stabil, tidak membengkak.
15. Peminyakan
(Fatliquoring). Dilakukan dengan cara seperti tim nasi, suhu di jaga agar tetap
stabil pada 40-60oC. Masukkan 5% minyak sulfonat atau 10% kuning telur. Di aduk
selama 1 jam. Tapi di praktikum ini kami menggunakan kuning telur 10 % sebagai
pengganti minyak sulfonat.
16. Tambahkan anti jamur 0,5%. Aduk
selama 30 menit.
17. Fiksasi.
Dengan menambahkan 1% HCOOH. Aduk selama 60 menit, hingga cat tidak luntur.
18. Aging. Cakar
ditiriskan / diangin-anginkan, kemudian dijemur selama kurang lebih 4 hari.
19. Ambil 3 cakar ayam untuk sampel
analisa daya serap air.
20. Finishing.
Tulang diambil dengan menggunakan tang secara perlahan-lahan supaya kulit tidak
sobek. Masukkan dakron, kemudian pasang mata ayam (sebagai lubang rantai
gantungan kunci).
3.4
Analisa
DAYA SERAP AIR
v Ambil
3 sampel gantungan kunci cakar ayam.
v Isi
beaker glass 1000 ml dengan air. (ukur airnya)
v Timbang
gantungan kunci cakar ayam (a)
v Masukkan
sampel gantungan cakar ayam tersebut, rendam selama 5 menit
v Angkat
masing-masing sampel. Timbang. (b)
v
Lakukan pengujian sampai 3 kali.
Daya serap air :
Daya serap air = (b – a ) x
100%
a
Keterangan :
a = berat cakar sebelum direndam
b = berat cakar sesudah direndam
BAB IV
DATA DAN HASIL PENGAMATAN
4.1 Data Hasil
Praktikum
4.1.1 Bahan
BAB
V
PEMBAHASAN
Pada
praktikum penyamakan kulit cakar ayam yang telah kami lakukan ada beberapa
tahapan yang harus dikerjakan untuk memperoleh hasil kulit samak ceker ayam yang baik.
Tahapan-tahapan tersebut adalah pencucucian ceker ayam yang masih segar,
pemotongan, ditimbang berat awal ceker segar, pengapuran (liming) dan buang
sisik bahan yang digunakan Na2S 2% dari berat awal dan kapur tohor
5% dari berat awal, dibersihkan dengan air mengalir, ditimbang (berat bolten),
buang kapur (deliming) pengikisan protein (bating) dan pengadukan bahan-bahan
yang digunakan adalah ZA1%, teepol 1,5%, orpon 1%, kemudian dicuci dengan air
mengalir, pengasamaan (pickling) mengunakan air bersih 11% dan NaCl 10%,
pengadukan dengan penambahan bahan HCOOH dan H2SO4, dicek
pH ceker demngan menggunkan BCG, Penyamakan (tanning) larutan pikle 100% dan
tannin 20%, netralisai dengan penambahan NaHCO3 (natrium bikarbonat)
diaduk, dicek pH dengan Ph paper, pencucian dan aging, penyamakan ulang
(retanning) dengan menggunkan air 100% dan kromosal-B 3% diaduk dan dicuci,
pengujian ceker dengan asam asetat, pewarnaan dengan air bersih 200% dan bubuk
warna 0,2% dipanaskan pada suhu 400 C seperti TIM, peminyakan dengan
menggunkan minyak sulfonat 10%, diberikan anti jamur dan fiksasi dengan HCOOH,
penjemuran , finishing ( pemasangan dakron, mata ayam dan rantai gantungan),
tahapan terakhir diuji daya serapnya. Tahapan tersebut merupakan rangkain dari
praktikum yang kami lakukan.
Pada tahapan peminyakan yang seharusnya
menggunakan minyak sulfonat tetapi pada praktikum yang kami lakukan menggunkan
kuning telur senbanyak 3 butir atau sekitar 105 gram kuning telur. Menurut
Purnomo (1992) Minyak sulfonat sendiri berfungsi untuk menjadikan kulit lebih
lemas, lunak, fleksibel, kemuluran lebih tinggi dan lebih liat sesuai standar
yang telah ditentukan. Menurut Mustakim kuning telur dapat dijadikan pengganti
minyak sufonat, Mustakim (2006) menyatakan bahwa kuning telur ayam ras
mengandung lemak 33%, yang terdidri dari Trigeserida, fosfolipida dan
kholestrol. Kuning telur ini sebagai bahan pengkilat, pengental dan pengemulsi.
Asam lemak yang terdapat pada kuning telur adalah asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
dalam elur mudah teremulsi, sebagai halnya minyak komersial lainnya. Daya
emulsi yang kuat pada kuning telur ini sebenarnya disebabkan adanya lecitine.
Lechitine kuning telur terdapat dalam bentuk komplek yang disebut
lecitoprotein. Kuning telur mempunyai bahan pengemulsi alamiah berupa lesitin
yang bekerja untuk menstabilkan emulsi partikel-partikel lemaknya dapat
terpenetrasi kedalam serabut-serabut kolagen dengan sempurna, sehingga kulit
samak menjadi lebih lemas dan lunak.
Hasil yang ditunjukan menggunakan
kuning telur sendiri kurang begitu memuaskan dikarenakan ceker yang sudah jadi
mudah sekali berjamur dan warnanya kurang mengkilat. Hal ini mungkin bisa
terjadi dikarenakan kandungan dari kuning telur sendiri yang tidak murni
lesitin sebagai pengemulsi, melainkan masih banyak lagi kandungan zat-zat lain
seperti lemak, kolestrol dan lain-lain. Sehingga hasilnya kurang memuaskan dan
lebih baik hasilnya menggunkan minyak sulfonat yang memang sudah murni.
Penyamakan
Penyamakan
merupakan konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil, tidak
mudah membusuk dan cocok untuk beragam kegunaaan. Penyamakan biasanya dilakukan
dengan menggunakan garam basa krom
trivalen. Reaksi garam-garam krom dengan grup karboksilat dari protein kulit
(kolagen) menjadikan kulit tersebut memiliki suhu pengerutan lebih tinggi dari
pada 1000 C dan tahan terhadap mikroorganisme.
Pada praktikum penyamakan ceker ayam
yang telah kami lakukan, penyamakan menggunakan tannin 20% dari berat bloten
dan pada penyamakan ulang kami menggunkan kromosal-B 3%. Menurut mustakim (2006) penyamakan kombinasi
(krom-tannin), bahan penyamakan ulang (retanning), merupakan penyempurnaan dari
penyamakan terdahulu, sehingga sifat-sifat yang dimilki kulit jadinya sebagian
besar ditentukan oleh penyamakan kedua. Bahan penyamak nabati memberikan sifat
plastis, daya serap terhadap air yang tinggi, dan buffing efek yang baik
(bersifat surface tanning). Jadi dalam penyamakan kombinasiini, bahan samak
nabati lebih mempengaruhi daya serap air kulit cakar ayam samak kombinasi
(krom-nabati). Besar kecilnya daya serap juga dipengaruhi oleh jumlah atau
kadar air sebelumnya. Pada praktikum yang kami lakukan menggunakan
penyamakan kombinasi tannin dan kromosal-B menurut literatur penyempurna dari
penyamakan adalah bahan penyamak yang
kedua yaitu kromosal-B pada praktikum yang kami lakukan, kromosal-B membuat
kulit samak menjadi lebih lemas dan lebih tinggi kemuluranya.
Daya
Serap Air
Pada uji daya
serap air, hasil daya serap air paling tinggi pada sampel nomar 3, yaitu
sebesar 21,81%. Perbedaan hasil daya serap air, menurut literatur disebabkan
karena adanya pengaruh kerja lesitin sebagai bahan pengemulsi yang merupakan
senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan permukaan antarmuka
udara-cairan dan cairan-cairan. Kulit samak yang diberikan gemuk atau minyak
yang banyak akan tahan terhadap air. Bahan penyamak nabati memberikan sifat
plastis, daya serap terhadap air yang tinggi, dan buffing effect yang baik
(bersifat surface tanning) (Mustakim, 2009).
BAB
VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
dijabarkan di atas, dapat ditarik kesimpulan :
1. Hasil
yang ditunjukan menggunakan kuning telur sendiri kurang begitu memuaskan
dikarenakan ceker yang sudah jadi mudah sekali berjamur dan warnanya kurang mengkilat.
Hal ini mungkin bisa terjadi dikarenakan kandungan dari kuning telur sendiri
yang tidak murni lesitin sebagai pengemulsi, melainkan masih banyak lagi
kandungan zat-zat lain seperti lemak, kolestrol dan lain-lain
2. Bahan
penyamak nabati memberikan sifat plastis, daya serap terhadap air yang tinggi,
dan buffing efek yang baik (bersifat surface tanning) terhadap sifat kulit
samak cakar ayam
3. Perbedaan
hasil daya serap air disebabkan karena adanya pengaruh kerja lesitin sebagai
bahan pengemulsi yang merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan
tegangan permukaan antarmuka udara-cairan dan cairan-cairan. Kulit samak yang
diberikan gemuk atau minyak yang banyak akan tahan terhadap air
6.2
Saran
Saran yang dapat diberikan :
1. Dibutuhkan
ketelitian dalam mengukur dan menimbang bahan-bahan kimia
2. Dalam
mengaduk cakar ayam harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit
cakar ayam
3. Ikuti
petunjuk dan prosedur yang telah dibuat agar mendapatkan hasil yang maksimal
DAFTAR
PUSTAKA
Mustakim. 2009. Pengaruh Penggunaan Kuning Telur Ayam Ras
dalam Proses Peminyakan terhadap Kekuatan Tarik, Kemuluran, Penyerapan Air, dan
Kekuatan Jahit Kulit Cakar Ayam Pedaging Samak Kombinasi (Krom-Nabati).
Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Malang.
Sunarto. 2001. Bahan
Kulit untuk Seni dan Industri. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Suparno,
Covington, dan Evans. 2005. Teknologi
Baru Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan: Penyamakan Kombinasi Menggunakan
Penyamak Nabati, Naftol, dan Oksazolidin. http://repository.ipb.ac.id/.
Mustakim,
Widati, dan Ardianto. 2006. Pengaruh
Persentase Penggunaan Kuning Telur Ayam Ras dalam Proses Peminyakan terhadap
Kekuatan Sobek Lidah, Keretakan Rajah dan Kadar Lemak Cakar Ayam Pedaging Samak
Kombinasi (Khrom-Nabati). Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar