BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanfaatan kulit ternak /hewan
untuk kepentingan manusia itu berjalan
searah dengan perkembangan peradaban manusia. Dari keseluruhan produk sampingan
hasil pemotongan ternak, maka kulit
merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat
tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki
harga berkisar 10-15% dari harga ternak.
Potensi hasil ikutan
berupa kulit di Indonesia masih sangat besar, hal ini disebabkan masih
sedikitnya industri besar yang mengelola secara intensif. Kalaupun ada kapasitasnya belum mampu
memenuhi permintaan pasar. Sebagai
contoh industri kulit hanya mampu menghasilkan 350.000.000 sqft/tahun sedangkan
permintaan untuk industri alas kaki maupun untuk barang jadi sebesar
673.000.000 sqft/tahun sehingga setiap tahunnya
terjadi kekurangan 323.000.000 sqft.
Sebelum era krisis moneter, pihak
pemerintah dengan syarat tertentu masih mengizinkan industri-industri
penyamakan kulit untuk mengimpor kulit mentah dan awetan dari luar negeri,
dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kulit dalam negeri yang
sepenuhnya belum mencukupi. Namun demikian sejak dimulainya krisis moneter,
pemerintah akhirnya mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang impor kulit
mentah maupun kulit setengah jadi dari luar negeri dengan alasan tingginya
harga dasar barang (naik + 300-400%) dan pajak impor yang harus ditanggung oleh
importir akibat fluktuasi rupiah oleh mata uang asing. Dengan langkah kebijakan tersebut para
pengusaha dalam negeri tentunya harus menyediakan bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Masalah yang
timbul, apakah mutu kulit mentah maupun kulit awetan yang dihasilkan oleh
masyarakat di dalam negeri sudah memenuhi standar yang sesuai atau paling tidak
telah mendekati standar kualitas yang telah ditetapkan . Sebuah fenomena yang patut kita ingat bahwa
pada saat industri perkulitan mengalami kejayaan pesat, ekspor kulit samak
(leather) merupakan sumber devisa negara non migas selain kayu, tekstil dan
elektronik. Berdasarkan gambaran
tersebut, tentunya banyak hal yang harus dikaji dan terpulang kepada, bagaimana
perkembangan ilmu dan teknologi khususnya ilmu dan teknologi pengolahan kulit
ke depan serta kualitas SDM peternakan yang dimiliki. Pada bagian-bagian selanjutnya akan dikaji
mengenai teknik penanganan dan pengolahan pada kulit.
1.2.RumusanMasalah
Berdasarkanlatarbelakangtersebut,
perumusanmasalahpadamakalahiniadalah:
a. Bagaimana komposisi kulit hewan?
b. Apa saja struktur di dalam
kulit.
1.3. Tujuan
a. Untukmengetahuikomposisi kulit hewan, khususnya sapi.
b. Untukmengetahuibagaimanastruktur kulit hewan.
1.4.
Manfaat
Makalahinidigunakanuntukmenambahpengetahuanmengenai struktur dan
komposisi kulit.Dan memahami bagaimana kegunaan
dari kulit sapi itu tersebut yang pada
umumnya berguna untuk tubuh kita sendiri dan juga berguna untuk jadikan usaha
seperti makanan ringan (kerupuk kulit), bedug (alat musik) dan bahan olahan
makanan lainnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit Sapi
Sapi banyak dikonsumsi masyarakat luas, kulitnya banyak dibutuhkan dalam
industri kerajinan, karena kepadatan kulitnya yang memberikan kekuatan,
ukurannya lebih lebar, tebal dan hasilnya lebih mengkilat. Bahkan bagian dalam
kulit hasil split dapat diperdagangkan secara terpisah,misalnya untuk pakaian
dalam yang tipis tetapi cukup kuat.
2.2. Struktur Kulit Sapi
Struktur kulit ialah kondisi susunan serat kulit yang kosong atau padat,
dan bukan mengenai tebal atau tipisnya lembaran kulit. Dengan kata lain,
menilai kepadatan jaringan kulit menurut kondisi asal (belum tersentuh
pengolahan). Struktur kulit dapat dibedakan menjadi lima kelompok berikut :
1. Kulit berstruktur baik
Kulit yang berstruktur baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Perbandingan antara berat, tebal, dan luasnya seimbang. Perbedaan tebal
antara bagian croupon, leher, dan perut hanya sedikit, dan bagian-bagian
tersebut permukaannya rata.
b. Kulit terasa padat (berisi)
2. Kulit berstruktur buntal (Gedrongen)
Kulit yang berstruktur buntal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kulit tampak tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat dengan
luas permukaan kulitnya.
b. Perbedaan antara croupun, leher, dan perut hanya sedikit.
3. Kulit berstruktur cukup baik.
Kulit yang berstruktur cukup baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kulit tidak begitu tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat
dengan luas permukaan kulit.
b. Kulit berisi dan tebalnya merata
4. Kulit berstruktur kurang baik
Kulit yang berstruktur kurang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bagian croupun dan perut agak tipis, sedangkan bagian leher cukup tebal.
b. Peralihan dari bagian kulit yang tebal ke bagian kulit yang tipis tampak
begitu menyolok.
c. Luas bagian perut agak berlebihan, sehingga bagian croupun luasnya
berkurang.
2.3. Kimiawi Kulit sapi
Komposisi kimia gelatin yang diambil dari tendon hewan terdiri dari 50,11%
karbon, 6,56% hidrogen, 17,81%nitrogen, 25,26% oksigen, dan 0,26% sulfur
[Winton, 1949]. Gelatin sebagian besar terdiri dari glysin, prolin, dan sisanya
adalah 4-hidroksiprolin. Struktur tipikalnya adalah Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-4
Hyp-Gly-Pro-. Gelatin terdiri dari banyak rantai polipeptida atau formasi
helix-prolin panjang yang masing-masingnya terdiri dari 300-4000 asam amino.
Larutan melalui transisi helix yang berliku-liku diikuti oleh penyatuan
rantai-rantai helix dengan formasi kolagen seperti formasi helixprolin-triple/
hidroksiprolin yang memiliki banyak daerah simpangan. Interaksi silang
(cross-links) secara kimia mampu merubah sifat gel, menggunakan
transglutaminase (enzim) untuk menghubungkan lysine dan sisa glutamin [Chaplin,
2003]. Massa jenis gelatin adalah 1,35 gr/cm. Gelatin pecah (terdenaturasi)
pada suhu di atas 80°C [Lab. Of Conjugated…, 2001]. Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan,
mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 3540°C dan larut
dalam air panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah secara
reversible dari sol ke gel. (Anggraini, F. D. 2002)
BAB III
PEMBAHASAN
Komoditas kulit digolongkan
menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide)
seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit badak, kulit
harimau, danlain-lain, (2) kulit yang berasal dari binatang kecil (skin)
seperti kulit domba, kulit kambing, kulitrusa, kulit babi dan kulit reptil
(biawak, buaya, ular, komodo, dan lain-lain) (Purnomo, 1987).
Menurut Judoamidjojo (1981), secara topografis kulit dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting yang meliputi
kira-kira 55% dari seluruh kulit dan
memiliki jaringan kuat dan rapat serta merata dan padat.
b. Daerah leher dan kepala meliputi 3% bagian dari seluruh
kulit. Ukurannya lebih tebal dari daerah
krupon dan jaringannya bersifat longgar serta sangat kuat.
c. Daerah perut, paha, dan ekor meliputi 22% dari seluruh
luas kulit. Bagian tersebut paling tipis dan
longgar.
Gambar 1 menunjukkan topografi
kulit hewan secara umum menurut Fahidin dan Muslich (1999)
Kulit yang baru lepas dari tubuh hewan disebut dengan kulit
mentah segar. Kulit ini mudah
rusak bila terkena bahan-bahan kimia seperti asam kuat, basa
kuat, atau mikroorganisme. Kulit
mentah segar sebagian besar tersusun dari air (65%), lemak
(1.5%), mineral (0.5%), dan protein(33%) (Purnomo, 1987).
Kandungan air pada tiap bagian
kulit tidaklah sama. Bagian yang paling sedikit mengandungair adalah krupon
(bagian punggung), selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan
perut(Purnomo, 1985). Kadar air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika
kadar lemaknya tinggimaka kadar airnya rendah (Purnomo, 1985). Tabel 1
menunjukkan komposisi kimia kulit mentahsegar pada domba. Oleh karena keadaan
kulit mentah segar yang mudah rusak, maka kulit harus mengalami proses
pengawetan terlebih dahulu.
3.1 Jenis – jenis Kulit
Berbagai macam kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada
dasarnya dapat dibuat menjadi kulit-kulit di bawah ini.
1. Full Grain/Full Top Grain Leather
Dikatakan demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian
atasnya. Jadi ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan
selama proses penyamakan dinamakan Full Grain Leather.
2. Corrected Grain Leather
Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang diemboss ke dalamnya
setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang bagus.
3. Nappa Leather
Mulanya hanya kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini kata
‘Nappa’ menjadi istilah kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi
Nappa.
4. Patched Leather
Setelah kulit disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai
keinginan, pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam
warna dan teksturnya. Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong dengan
tangan ke dalam ukuran yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam corak-corak
berbentuk mosaik menjadi produk akhir yang berbeda dari lainnya.
5. Patent Leather
Ketika kulit sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat
acrylic atau bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat
mengkilap.
6. Nubuck Leather
Kulit aniline penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan
bintik (naps). Nubuck termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa
dikategorikan sebagai Split atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat
untuk menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede.
Suede adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek
yang timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.
7. Suede Leather
Ketika kulit di-finish melalui penghalusan dengan roda emory untuk
menciptakan suatu permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan
yang dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit.
8. Pull-up Leather
Kulit yang memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat.
Kulit ini menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki
sejenis minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi terlihat
lebih muda ketika kulit ditarik.
(http://www.smallcrab.com)
3.2.Fungsi Kulit pada Tubuh Sapi
Kulit (Integumentum Communae) menutupi seluruh permukaan badan, terdiri
atas lapisan : epidermis dan suatu lapisan jaringan penyambung berupa dermis
(korium) serta hipodermis (sub kutis) yang terdiri atas jaringan ikat longgar
menghubungkan dermis dengan jaringan dibawahnya.
Fungsi kulit :
1. Membungkus serta melindungi tubuh hewan terhadap pengaruh luar yang
merugikan.
2. Ikut mengatur suhu tubuh serta kadar air.
3. Membuang garam dan hasil metabolisme yang berlebihan.
4. Melindungi tubuh terhadap pengaruh fisik, kimia dan jasad renik kedalam
tubuh.
Beberapa kelenjar kulit yang berperan dalam berbagai fungsi sekresi kulit,
antara lain : Kelenjar Palit, Kelenjar Peluh, Kelenjar ambing dan kelenjar kulit
khusus. Beberapa struktur yang merupakan turunan dari kulit adalah : rambut,
bulu, kuku, tanduk, jengger, pial dan gelambir.
(http://penyamakan-kulit-kambing-sapi-kelinci.blogspot.com)
3.3. Struktur Kimia Kulit
Garam krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau, berupa
tepung yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai contoh :
chromosal B, chrometan B, baychrom A,chromosal SF,dan sacro R.
untuk menaikkan basisitas garam
khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3). untuk menaikkan basisitas 100 g
Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak 2,14 g. bila yang dimiliki garam
khrom yang valensi Cr nya 6 untuk dapat digunakan sebagai bahan penyamak harus
disusutkan terlebih dahulu, dengan direaksikan dengan bahan-bahan penyusut
dalam suasana asam. bahan penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam
yang digunakan asam sulfat.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
8Na2Cr2O7+2AH2SO4+C12H22O11------->16Cr.OH.SO4+8Na2SO4+27H2O+12CO2
Salah satu resep pembuatan penyamak
bahan penyamak khrom dari garam bikarbonat sebagai berikut :
100 bagian kalium bikarbonat dan 100 air dicampur dengan 100 bagian asam
sulfat 96%. Kemudian di larutan gula dibuat 25 bagian gula dan 75 bagian air,
di aduk.
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan alat yang tidak mudah teroksidasi dan
bereaksi dengan asam sulfat. Mengerjakan harus hati-hati sebab reaksinya sangat
keras, reaksi di anggap selesai bila semua Cr6+ sudah Cr3+
Cara Uji : Sedikit larutan khrom ditambah air asam sulfat encer, perhidrol
dan sedikit ether bila menjadi ungu, berarti masih ada Cr6+.
Untuk memeriksa basisitas dari
cairan khrom :
1. Periksa jumlah Cr secara
yodometri
2. Periksa asam yang terikat pada Cr
secara netralisir
a = ml N tio untuk periksa Cr secara
yodometri
b = ml N NaOH untuk periksa asam
yang terikat pada Cr sebab a-b adalah OH yang terikat pada Cr yaitu :
6OH (=2Cr)-4 OH (= 2 SO2)= 2 OH
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
·
Struktur kulit ialah kondisi susunan serat kulit yang kosong
atau padat, dan bukan mengenai tebal atau tipisnya lembaran kulit
·
Karaktersistik struktur dan kimiawi dari kulit sapi berbeda
dengan jenis kulit hewan lainnya kecuali kulit kerbau
·
Struktur kulit dapat dibedakan menjadi lima kelompok berikut
:
1. Kulit berstruktur baik
2. Kulit berstruktur cukup baik.
3. Kulit berstruktur buntal
(Gedrongen)
4. Kulit berstruktur kurang baik
SARAN
Dari hasil kesimpulan dan pembahasan yang penulis tulis , dapat disarankan
bahwa struktur dan kimia kulit sapi berberda dengan kulit hewan lainnya ,oleh
karena itu dalam pengolahannya perlu diperhatikan agar kulit sapi yang diolah
sesuai dengan yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F. D.
2002. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan TiO
Sebagai Sensor Kelembaban. Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.diakses pada
tanggal 23 september 2012
http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html.
Diakses pada tanggal 23 september 2012
http://dombafarm.wordpress.com/pasca-produksi/kulit/
diakses pada tanggal 29 april 2012
http://penyamakan-kulit-kambing-sapi-kelinci.blogspot.com/
diakses pada tangga 23 september 2012
http://www.smallcrab.com/kesehatan/854-penyakit-pada-ternak-sapi-perah-dan-sapi-potong
diakses pada tanggal 23 september 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar