BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah
satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa 10
tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang
akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik dibidang sosial,
ekonomi, budaya, maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan
tekhnologi informasi dan transportasi menjadikan kegiatan di sektor perdagangan
meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal
bersama.
Era
perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan
usaha yang sehat. Disini merek memegang peranan yang sangat penting yang
memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan
tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah
diratifikasi Indonesia, serta pengalaman melaksanakan administrasi merek,
diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Merek No.19
Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No.14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 No.31) selanjutnya
disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu Undang-Undang Merek Baru.
Selanjutnya,
mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian / dunia usaha,
penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan
Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu relatif
cepat.
B. PERMASALAHAN
1.
Apakah
perbedaan antara Undang-Undang Lama dengan Undang-Undang Baru?
2.
Bagaimanakah
penyelesaian sengketa merek?
3.
Bagaimana
pengalihan atas hak merek terdaftar?
BAB II
ANALISA
2.1 Perbedaan Antara Undang-Undang Lama dengan
Undang-Undang Baru
Walaupun terdapat
perbedaan-perbedaan antara Undang-Undang Merek Lama 1961 dan Undang-Undang
Merek Baru 1992, masih terdapat banyak persamaan. Demikian juga, hingga naskah
dari buku “Hukum Merek Indonesia” masih dapat tetap dipergunakan dengan tidak
banyak perubahan. Hanya diperlukan penambahan sana-sini dalam teks untuk
membuatnya sejalan dengan Undang-Undang Merek Baru. Persamaan misalnya terdapat
dalam hal peranan jurisprudensi dan pendapat Sarjana Hukum tentang apa yang
diartikan dengan “Persamaan Pada Keseluruhan Dan Pada Pokoknya” antara
merek-merek, apa yang merupakan “ Barang Sejenis”, pendirian jurisprudensi
tentang “Pembuatan Konsekuensi Curang”, “Itikad Baik” pengaruh
konvensi-konvensi Internasional dan sebagainya berkenaan dengan hak-hak atas
merek.
Diantara perbedaan - perbedaan
Undang-Undang yang lama dengan yang baru, dapat kiranya disebut sebagai berikut
:
1.
Pertama-pertama
dikemukakan penggantian sistem prinsip deklaratif dalam Undang-Undang Merek
1961 ( Yakni bahwa “si pemakai pertama atas merek adalah yang berhak atas
merek” ) menjadi sistem konstitutif ( yaitu : yang pertama mendaftarkan adalah
yang memperoleh hak atas merek”, tanpa pendaftaran, tidak ada hak atas merek “,
adalah perbedaan yang mencolok).
2.
Perubahan-perubahan
lainnya, perubahan yang menarik misalnya cara pemeriksaan daripada permohonan
pendaftaran merek yang dilakukan secara intensif dan substantif, cara melakukan
pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima suatu pendaftaran dan maksud agar
khalayak ramai dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran.
3.
Sistem
wajib pendaftaran : lebih membawa kepastian hukum. Kami akan memusatkan
perhatian kepada masalah penggatian dari sistem ke sistem konstitutif. Dalam
sistem deklaratif di titikberatkan atas pemakaina pertama. Siapa yang memakai
pertama suatu merek dialah yang dianggap berhak menurut hukum atas merek
bersangkutan tetapi apabila orang lain dapat membuktikkan dialah yang memakai
pertama hak tersebut maka pendaftarannya bisa dibatalkan oleh pengadilan.
4.
Sistem
deklaratif kurang pasti karena pada dasarnya lebih bertumpu pada semacam
anggapan hukum saja, bahwa barang siapa memakai merek untuk pertama kali di
Indonesia pantas dianggap sebagai pemilik merek.
5.
Peranan
kantor merek lebih aktif, pemeriksaan akan dilakukan pada saat pendaftaran
diajukan. Bukan saja kelengkapan persyaratan formal yang dikemukakan dan
diperhatikan. Juga diadakan pemeriksaan secara substantif, yaitu secara
material.
6.
Pemeriksaan
subtantif sebelum didaftar yaitu secara material, mengenai segala sesuatu
sekitar merek bersangkutan ini secara mendalam.
7.
Pengumuman
permohonan pendaftaran. Dalam pengumuman ini dicantumkan bukan saja nama dan
alamat dari si pemohon atau kuasanya. Juga kelas dan jenis barang yang
dimintakan untuk didaftar.
8.
Keberatan
pihak ketiga. jangka waktu untuk penjelasan atau sanggahan bersangkutan ini
harus diajukan secara tertulis yakni dalam 3 bulan setelah tanggal surat kantor
merek yang memberitahukan tentang adanya keberatan pihak ketiga.
9.
Pemeriksaan
substantif. Yang penting adalah bahwa Kantor Merek melakukan pemeriksaan secara
substantif artinya secara material diperiksa baik pandangan atau keberata atau
penjelasan dan sanggahan.
Prof. Mr. Dr. Sudarga Gautamu, Rizawanto
Winata, S.H, Hukum Merek Indonesia, 1993, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Hal
1-11
2.2
Penyelesain Sengketa Merek
Pemilik merek terdaftar
dapat mengajukan dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga terhadap
pihak lain yang menggunakan merek tanpa ijin. Gugatan ganti rugi memang sudah
sewajarnya karena tindakan tersebut merugikan pemilik merek yang sah. Tidak hanya
kerugian ekonomi, tetapi dapat merusak citra merek terebut apabila barang atau
jasa yang menggunakan merek seenaknya sendiri kualitasnya lebih rendah daripada
barang atau jasa yang menggunakan merek sah.
Tata cara pengajuan
gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Gugatan pembatalan pendaftaran merek
diajukan kepada ketua pengadilan niaga.
2. Panitera mendaftarkan gugatan
pembatalan pada tanggal, gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada
penggugat diberikan tanda terima tertulis.
3. Panitera menyampaikan gugatan
pembatalan kepada ketua pengadilan niaga.
4. Dalam jangka 2 hari ketua pengadilan
niaga mempelajari permasalahan.
5. Sidang pemeriksaan atas gugatan
pembatalan diselenggarakan.
6. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh
juru sita.
7. Putusan atas gugatan pembatalan harus
diucapkan paling lama 90 hari.
8. Putusan atas gugatan pendaftaran
diajukan suatu upaya hukum.
9. Isi putusan pengadilan niaga
disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 hari.
Dalam
Undang-Undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa dikenal beberapa cara penyelesaian sengketa yaitu :
a.
Arbitrase
b.
Kosultasi
c.
Negosiasi
d.
Mediasi
e.
Konsiliasi
f.
Penilaian
ahli
2.3
Pengalihan atas Hak Merek Terdaftar
Hak atas merek terdaftar
dapat beralih atau dialihkan karena :
a. Pewarisan
b. Wasiat
c. Hibah
d. Perjanjian
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undang
Pengalihan hak atas
merek wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat
dalam daftar umum merek dan permohonan pencatatan diertai dengan dokumen yang
mendukungnya.
Pengalihan atas merek
terdaftar yang telah dicatat dalam daftar umum merek diumumkan dalam berita
resmi merek. Pentingnya pendaftaran pengalihan merek karena pengalihan hak atas
merek terdaftar yang tidak dicatat dalam daftar umum merek tidak berakibat
hukum pada pihak ketiga.
Disamping itu,
pengalihan hak atas merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik,
reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan merek tersebut. Lisensi adalah
izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui
perjanjian
Dr.
Ahmadi Miru, S.H., M.S, Hukum Merek, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Hal 59-68
Dr.
Ahmadi Miru, S.H., M.S, Hukum Merek, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Hal 93-103
BAB III
PENTUP
A. SIMPULAN
Daftar Pustaka
Gautama,
Sudargo dan Rizawanto Winata. 1993. Hukum
Merek Indonesia. PT Citra Aditya Bakti
: Bandung
Miru,
Ahmadi. 2005. Hukum Merek. PT. Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar