Pages

Ads 468x60px

Labels

Jumat, 01 Maret 2013

Makalah Hukum Merk


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa 10 tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik dibidang sosial, ekonomi, budaya, maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan tekhnologi informasi dan transportasi menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. 

 
            Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Disini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia, serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Merek No.19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 No.31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu Undang-Undang Merek Baru.
            Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian / dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu relatif cepat.




B.    PERMASALAHAN
1.    Apakah perbedaan antara Undang-Undang Lama dengan Undang-Undang Baru?
2.    Bagaimanakah penyelesaian sengketa merek?
3.    Bagaimana pengalihan atas hak merek terdaftar?





















BAB II
ANALISA
2.1 Perbedaan Antara Undang-Undang Lama dengan Undang-Undang Baru
                  Walaupun terdapat perbedaan-perbedaan antara Undang-Undang Merek Lama 1961 dan Undang-Undang Merek Baru 1992, masih terdapat banyak persamaan. Demikian juga, hingga naskah dari buku “Hukum Merek Indonesia” masih dapat tetap dipergunakan dengan tidak banyak perubahan. Hanya diperlukan penambahan sana-sini dalam teks untuk membuatnya sejalan dengan Undang-Undang Merek Baru. Persamaan misalnya terdapat dalam hal peranan jurisprudensi dan pendapat Sarjana Hukum tentang apa yang diartikan dengan “Persamaan Pada Keseluruhan Dan Pada Pokoknya” antara merek-merek, apa yang merupakan “ Barang Sejenis”, pendirian jurisprudensi tentang “Pembuatan Konsekuensi Curang”, “Itikad Baik” pengaruh konvensi-konvensi Internasional dan sebagainya berkenaan dengan hak-hak atas merek.
                  Diantara perbedaan - perbedaan Undang-Undang yang lama dengan yang baru, dapat kiranya disebut sebagai berikut :
1.    Pertama-pertama dikemukakan penggantian sistem prinsip deklaratif dalam Undang-Undang Merek 1961 ( Yakni bahwa “si pemakai pertama atas merek adalah yang berhak atas merek” ) menjadi sistem konstitutif ( yaitu : yang pertama mendaftarkan adalah yang memperoleh hak atas merek”, tanpa pendaftaran, tidak ada hak atas merek “, adalah perbedaan yang mencolok).
2.    Perubahan-perubahan lainnya, perubahan yang menarik misalnya cara pemeriksaan daripada permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara intensif dan substantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima suatu pendaftaran dan maksud agar khalayak ramai dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran.
3.    Sistem wajib pendaftaran : lebih membawa kepastian hukum. Kami akan memusatkan perhatian kepada masalah penggatian dari sistem ke sistem konstitutif. Dalam sistem deklaratif di titikberatkan atas pemakaina pertama. Siapa yang memakai pertama suatu merek dialah yang dianggap berhak menurut hukum atas merek bersangkutan tetapi apabila orang lain dapat membuktikkan dialah yang memakai pertama hak tersebut maka pendaftarannya bisa dibatalkan oleh pengadilan.
4.    Sistem deklaratif kurang pasti karena pada dasarnya lebih bertumpu pada semacam anggapan hukum saja, bahwa barang siapa memakai merek untuk pertama kali di Indonesia pantas dianggap sebagai pemilik merek.
5.    Peranan kantor merek lebih aktif, pemeriksaan akan dilakukan pada saat pendaftaran diajukan. Bukan saja kelengkapan persyaratan formal yang dikemukakan dan diperhatikan. Juga diadakan pemeriksaan secara substantif, yaitu secara material.
6.    Pemeriksaan subtantif sebelum didaftar yaitu secara material, mengenai segala sesuatu sekitar merek bersangkutan ini secara mendalam.
7.    Pengumuman permohonan pendaftaran. Dalam pengumuman ini dicantumkan bukan saja nama dan alamat dari si pemohon atau kuasanya. Juga kelas dan jenis barang yang dimintakan untuk didaftar.
8.    Keberatan pihak ketiga. jangka waktu untuk penjelasan atau sanggahan bersangkutan ini harus diajukan secara tertulis yakni dalam 3 bulan setelah tanggal surat kantor merek yang memberitahukan tentang adanya keberatan pihak ketiga.
9.    Pemeriksaan substantif. Yang penting adalah bahwa Kantor Merek melakukan pemeriksaan secara substantif artinya secara material diperiksa baik pandangan atau keberata atau penjelasan dan sanggahan.

Prof. Mr. Dr. Sudarga Gautamu, Rizawanto Winata, S.H, Hukum Merek Indonesia, 1993, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Hal 1-11
2.2 Penyelesain Sengketa Merek
                        Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga terhadap pihak lain yang menggunakan merek tanpa ijin. Gugatan ganti rugi memang sudah sewajarnya karena tindakan tersebut merugikan pemilik merek yang sah. Tidak hanya kerugian ekonomi, tetapi dapat merusak citra merek terebut apabila barang atau jasa yang menggunakan merek seenaknya sendiri kualitasnya lebih rendah daripada barang atau jasa yang menggunakan merek sah.
                        Tata cara pengajuan gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diuraikan sebagai berikut :
1.    Gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan kepada ketua pengadilan niaga.
2.    Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal, gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis.
3.    Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada ketua pengadilan niaga.
4.    Dalam jangka 2 hari ketua pengadilan niaga mempelajari permasalahan.
5.    Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan.
6.    Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita.
7.    Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 hari.
8.    Putusan atas gugatan pendaftaran diajukan suatu upaya hukum.
9.    Isi putusan pengadilan niaga disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 hari.
            Dalam Undang-Undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikenal beberapa cara penyelesaian sengketa yaitu :
a.    Arbitrase
b.    Kosultasi
c.    Negosiasi
d.    Mediasi
e.    Konsiliasi
f.     Penilaian ahli
2.3 Pengalihan atas Hak Merek Terdaftar
                        Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena :
a.    Pewarisan
b.    Wasiat
c.    Hibah
d.    Perjanjian
e.    Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undang
                        Pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam daftar umum merek dan permohonan pencatatan diertai dengan dokumen yang mendukungnya.
                        Pengalihan atas merek terdaftar yang telah dicatat dalam daftar umum merek diumumkan dalam berita resmi merek. Pentingnya pendaftaran pengalihan merek karena pengalihan hak atas merek terdaftar yang tidak dicatat dalam daftar umum merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
                       Disamping itu, pengalihan hak atas merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan merek tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui perjanjian
Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.S, Hukum Merek, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Hal 59-68   
Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.S, Hukum Merek, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Hal 93-103
BAB III
PENTUP
A.    SIMPULAN
Daftar Pustaka
Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata. 1993. Hukum Merek Indonesia. PT Citra Aditya         Bakti : Bandung
Miru, Ahmadi. 2005. Hukum Merek. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta

Tidak ada komentar:

 
 
Blogger Templates