Ayam tiren adalah daging ayam yang kadaluarsa
atau ayam mati yang sudah menjadi bangkai. “Tiren” adalah singkatan dari Mati
Kemaren. Daging ayam yang jika tidak dibekukan dengan segera setelah dipotong,
akan menurun kualitasnya. Ditandai dengan warna kulit ayam yang memucat serta
berbau tidak segar/ anyir. Pedagang mengelabuhi hal tersebut dengan memberikan pewarna
kuning pada daging ayam tiren yang akan dijual. Proses degradasi fisik ayam
sering diakali dengan memberikan formalin untuk mengawetkan daging. Agar kita
tidak tertipu saat membeli daging ayam maka kita perlu mengetahui serta
membedakan daging ayam tiren dengan daging ayam yang sehat.
Ayam tiren biasanya dijual di pasaran dengan harga yang relatif lebih murah dari harga
daging ayam segar, sehingga terkadang masyarakat tertarik memilih daging yang
lebih murah. Namun, konsumen tidak menyadari bahwa daging ayam tiren memiliki bahaya yang dapat mengancam
kesehatan konsumen. Metode untuk membedakan daging ayam tiren dan daging ayam normal dapat
dilakukan dari parameter kimiawi,
biologi, maupun secara fisik.
Pengamatan bentuk fisik daging yaitu dengan mengamati warna daging dan
mengamati keempukan daging.
Beberapa ciri ayam tiren yang
disampaikan oleh Distanikhut
Palembang (2010) antara lain:
1.
Warna kulit pucat dan terdapat bercak – bercak darah pada bagian kepala, ekor, punggung, sayap,
dan dada.
2.
Bau anyir
3.
Konsistensi
otot dada dan paha lembek.
4.
Serabut otot berwarna kemerahan.
5.
Pembuluh darah di daerah leher dan
sayap penuh darah.
6.
Warna hati merah kehitaman.
7.
Bagian dalam karkas berwarna
kemerahan.
8.
Ayam setelah dicabuti
bulunya jika dimasukkan plastik
akan keluar cairan memerah dalam plastik.
9.
Warna daging kebiruan dalam proses
pembusukan.
10.
Daging ayam setelah digoreng bila
diumpankan pada kucing tidak mau dimakan.
Daging ayam mati kemarin, kerap dikaitkan dengan
daging berformalin, karena kebutuhannya untuk diawetkan.
Beberapa ciri ayam berformalin antara lain :
1. Berwarna putih mengkilat
2. Konsistensi sangat kenyal
3. Permukaan kulit tegang
4. Bau khas formalin
5. Biasanya tidak dihinggapi lalat.
Nareswari (2006) melaporkan bahwa
daging ayam
tiren memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan pH daging ayam segar. Nilai pH ayam tiren 6.16 (mentah), sedangkan daging ayam segar yaitu 5.36. Nilai pH mempengaruhi warna dan kecerahan pada daging. Nilai
pH yang tinggi menyebabkan warna daging menjadi gelap. Daging ayam segar memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan daging ayam
tiren. Nilai pH juga mempengaruhi kekenyalan daging. Semakin rendah nilai
pH maka semakin tinggi tingkat kekenyalan daging ayam. Daging ayam normal
menghasilkan tingkat kekenyalan lebih tinggi dibandingkan daging ayam
tiren. Ayam tiren termasuk bangkai yang sangat jelas haram hukumnya untuk
dikonsumsi. Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 501 ayat 1 pihak yang berwajib dapat
menjerat pelaku yang menjual barang rusak atau bangkai.
Kualitas daging dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah
dipotong. Faktor penentu
kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang
meliputi: pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan,
dan perawatan kesehatan. Kualitas daging
juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah
pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong.
Kriteria yang
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
kualitas daging yang layak konsumsi adalah :
1. Keempukan daging ditentukan oleh
kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin
banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari
daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang
terdapat diantara serabut otot (intramuscular).
Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada wkatu dipanaskan. Marbling
berpengaruh terhadap cita rasa.
3. Warna daging bervariasi
tergantung dari jenis hewan secara genetik dan usia, misalkan daging sapi
potong lebih gelap daripada daging sapi
perah, daging sapi muda lebih pucat daripada
daging sapi dewasa. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis
pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
4. Kelembaban: Secara
normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering sehingga
dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari
luar, sehingga memengaruhi daya simpan daging tersebut.
Bau dan rasa
tidak normal akan segera tercium sesudah
hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai
berikut :
1. Hewan sakit terutama yang
menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang akan
menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
2. Hewan dalam pengobatan terutama
dengan pengobatan antibiotik akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
3. Warna daging tidak normal
tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera konsumen.
4. Konsistensi daging tidak normal
yang ditandai kekenyalan daging rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa
lunak) dapat mengindikasikan daging tidak sehat,
apaila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal maka
daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
5. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan
gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena
penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga
aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan
ditempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh
enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan
asam sulfide.
Daging ayam tiren umumnya mengandung Bakteri
Salmonella yang bisa
mengakibatkan Penyakit Tipus. Kadar bahaya yang terkandung dalam ayam tiren tergantung pada
lama jarak kematian ayam dengan masa konsumsi. Semakin lama ayam tiren
dibiarkan sebelum dikonsumsi, maka tingkat daging ayam tiren biasanya bahayanya
semakin tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar