Ini proposal yang dulu pernah saya garap tapi nggak saya terusin karena udah punya judul lain, semoga bermanfaat bagi kalian calon sarjana peternakan.
Rahim
(2007) menyatakan penerimaan adalah hasil yang diterima peternak dari hasil
penjualan output produksi dikalikan dengan harga, dapat dihitung sebagai
berikut :
Rahim
(2007) menyatakan total biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan baik biaya
tetap maupun biaya variabel. Dapat dihitung sebagai berikut :
Rahim (2007), menyatakan analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan
(revenue) dan biaya (cost), dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya permintaan bahan
pangan terutama sumber protein hewani. Selama ini usaha peternakan sapi
dikelola oleh peternak rakyat dengan keuletan dan kemampuan seadanya oleh
peternak rakyat. Tak jarang pekerjaan usaha ternak sapi dilakukan karena tidak
adanya pekerjaan lain yang dapat dilakukan. Usaha ternak sapi perah dapat dikatakan
berhasil bila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi
kebutuhan hidup peternak sehari-hari.
Sapi perah merupakan ternak yang
dipelihara untuk diambil susunya. Ternak dihitung dengan satuan unit ternak,
unit ternak sapi perah berdasarkan umur dan berat badan (Widodo, 1984). Ada 2
jenis sapi perah yang biasa dipelihara oleh peternak yaitu sapi lokal (PFH)
yang termasuk sapi perah tropis dan merupakan peranakan dari sapi FH murni
dengan sapi lokal dan ada yang berasal dari import yang termasuk dalam sapi
perah sub tropis (Sundari, 2010).
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu
wilayah dengan jumlah populasi sapi perah terbesar di Indonesia. Berdasarkan
data populasi sapi perah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur jumlah sapi perah
berturut-turut adalah 221.744 ekor, 231.407 ekor, 296.350 ekor, dan 308.811
ekor. Data hasil Pendataan sapi potong, sapi perah, dan kerbau (PSPK) 2011
berjumlah 5.056.300 ekor. Dan pada sensus pertanian tahun 2013 jumlahnya
berkurang menjadi 3.831.000 ekor.
Kabupaten Malang merupakan sentra
pengembangan ternak sapi dan kerbau berdasarkan pendataan sapi potong, sapi
perah, dan kerbau (PSPK) 2011, jumlah populasi sapi dan kerbau mencapai 317.747
ekor. Pada tahun 2013 hasil sensus pertanian jumlah sapi dan kerbau mencapai
240.117 ekor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Dinas Peternakan Jawa
Timur jumlah sapi perah dari tahun 2009 sampai 2012 berturut-turut adalah
62.834 ekor, 71.600 ekor, 89.431, dan 93.992 ekor.
Kecamatan Jabung merupakan wilayah
pengembangan sapi perah di Kabupaten Malang. Berdasarkan data sensus pertanian
2013, terbanyak berada di Kecamatan Pujon sebanyak 22.384 ekor, kedua Kecamatan
Jabung 14.629 ekor, dan ketiga Kecamatan Wajak 14.192 ekor. Sapi perah memiliki
peranan penting bagi pendapatan keluarga karena perputaran modal berlangsung
setiap hari melalui produksi susu sapi laktasi.
Desa kemiri merupakan desa yang
penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani maupun peternak. Desa
kemiri juga merupakan penghasil susu terbesar diantara desa lain yang berada di
wilayah Kecamatan Jabung. Dengan wilayah yang terdiri dari perbukitan dan
daerah ketinggian, desa kemiri sangat cocok bagi pengembangan peternakan sapi
perah. Prayitno (2011), menjelaskan
bahwa Desa Kemiri memiliki 88 peternak yang memiliki skala kepemilikan kecil,
sedang, dan besar.
Usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri
Kecamatan jabung Kabupaten Malang masih bersifat tradisional dan belum
mengetahui pengelolaan biaya produksi. Oleh karena itu, penelitian tentang
Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang perlu dilakukan. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui
besarnya biaya produksi, investasi dan pendapatan yang diperoleh. Hasil
analisis akan berguna untuk sebagai pedoman penelitian dan usaha selanjutnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diangkat suatu
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa besar pendapatan usaha peternakan sapi perah di
Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ?
2. Berapa besar efisiensi usaha bila dilihat dari R/C ratio
usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui besarnya pendapatan usaha peternakan sapi
perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.
2. Mengetahui besarnya efisiensi usaha bila dilihat dari R/C
ratio usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten
Malang.
1.4
Manfaat Penenlitian
1. Masukan bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan
sapi perah yang dijalankan.
2. Masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan
keputusan atau penentuan kebijakan pengembangan peternakan di Desa Kemiri
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.
1.5
Kerangka Pemikiran
Suatu usaha peternakan sapi perah
dikatakan berhasil dilatarbelakangi oleh banyak faktor, faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah pendapatan dari usaha ternak yang dilakukan. Usaha ternak
akan semakin efisien bila dilakukan dengan skala yang besar, dengan besarnya
skala usaha akan mengurangi biaya produksi dan efisien dalam penggunaan
faktor-faktor produksi, sehingga terjadi peningkatan pendapatan peternak.
Taslim (2011), menjelaskan bahwa perbedaan jumlah sapi perah oleh setiap
peternak akan berhubungan dengan curahan tenaga kerja dan akan mempengaruhi
jumlah pendapatan.
Usaha peternakan sapi perah memiliki
faktor-faktor produksi yang mempengaruhi besarnya biaya produksi yang
dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang diterima oleh peternak. Biaya yang
dikeluarkan oleh peternak terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable
cost). Biaya tetap yang dikeluarkan meliputi penyusutan ternak, penyusutan
kandang, penyusutan peralatan, sewa tanah, bunga modal, dan tenaga kerja
bulanan. Sedangkan biaya variabel meliputi pakan, obat, tenaga kerja harian,
IB, air dan listrik. Penerimaan yang diperoleh dari usaha peternakan berasal
dari penjualan susu setiap hari, penjualan ternak, dan hasil samping. Dengan
perhitungan biaya produksi dan penerimaan peternak akan diketahui besarnya
pendapatan yang diperoleh peternak.
Pendapatan peternak dapat dilihat
efisiensinya, yaitu dengan menghitung nilai R/C ratio. Nilai R/C ratio adalah
tidak efisien bila nilai R/C ratio kurang dari satu, impas bila nilai R/C ratio
sama dengan satu, dan efisien bila nilai R/C ratio bila nilai R/C ratio lebih
besar dari satu. Nilai rentabilitas juga dapat mengetahui efisiensi usaha yaitu
dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan modal usaha. Adapun kerangka
pikir dapat dilihat pada Gambar 1.
1.6
Hipotesis
Skala usaha berpengarug positif terhadap pendapatan
peternak sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Wibowo (2013), dalam penelitiannya
yang berjudul analisis efisiensi usaha dan kontribusi pendapatan peternak
kelinci di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pendapatan,
efisiensi usaha dan kontribusi pendapatan usaha ternak kelinci di Kabupaten
Banyumas dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi efisiensi usaha
ternak kelinci. Hasil penelitian ini adalah rata-rata pendapatan rumah tangga
peternak adalah Rp. 3.314.286. kontribusi pendapatan usaha ternak kelinci yaitu
14,16 persen atau Rp. 469.365. Besar kecilnya persentase dipengaruhi oleh jenis
usaha, jumlah ternak, cara penyediaan bibit dan pemasaran hasil produksi. Usaha
ternak kelinci merupakan usaha sampingan sehingga belum dijalankan sesuai
dengan skala industri.
Hoddi (2011), dalam penelitiannya
yang berjudul analisis pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Tanete
Rilau, Kabupaten Barru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pendapatan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten
Barru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha peternakan yang dilakukan
di Kecamatan Tanete Rilau menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per
tahun peternak pada stratum A dengan
jumlah kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan
jumlah kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C
dengan jumlah kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.
Soekardono (2005), dalam penelitian
yang berjudul kontribusi usaha ternak sapi terhadap pendapatan dan distribusi
pendapatan petani di daerah persawahan irigasi studi kasus di Desa Sukowiyono,
Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan petani, perbedaan
antara pendapatan petani yang memelihara sapi dan yang tidak memelihara sapi
dan kontribusi usaha ternak sapi terhadap distribusi pendapatan petani. Hasil
penelitian ini adalah pendapatan petani di daerah persawahan irigasi 85%
berasal dari usaha pangan, sedangkan kontribusi usaha ternak sapi terhadap
pendapatan rata-rata petani hanya berkisar 15%. Namun bagi petani dengan
kepemilikan tanah kurang dari 0,5 Ha, usaha ternak sapi memberi kontribusi
pendapatan sebesar 30%, dengan pemeliharaan dua ekor sapi dewasa menghasilkan
pendapatan bersih sekitar 1,3 juta per tahun.
Ningsih
(2013), dalam penelitiannya yang berjudul analisis kontribusi pendapatan dan
efisiensi ekonomi usaha ayam niaga pedaging di Kabupaten Purbalingga.
Penelitian ini bertujan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan ayam
niaga pedaging terhadap pendapatan keluarga peternak di Kabupaten Purbalingga
dan efisiensi ekonomi peternakan ayam niaga pedaging serta pengaruh jumlah
kepemilikan ternak, jumlah anggota keluarga, pendidikan peternak dan lama
beternak terhadap kontribusi pendapatan ayam niaga pedaging dan efisiensi
ekonomi peternakan ayam niaga pedaging di Kabupaten Purbalingga. Hasil dai
penelitian ini adalah rataan kontribusi pendapatan peternak ayam niaga pedaging
yaitu sebesar 89%. Rata-rata efisiensi ekonomi peternak ayam niaga pedaging
yaitu sebesar 1,03%. Faktor sosial yang mempengaruhi besarnya kontribusi
pendapatan terhadap usaha ayam niaga pedaging yaitu jumlah kepemilikan ternak
dan lama beternak serta faktor sosial yang mempengaruhi efisiensi ekonomi
terhadap usaha ayam niaga pedaging yaitu jumlah kepemilikan ternak dan tingkat
pendidikan peternak.
2.2 Usaha Peternakan Sapi
Potong
Sistem
penggemukan sapi potong dilakukan dengan cara sederhana yaitu ternak
dikandangkan atau kadang digembalakan disekitar lahan pertanian yang dimiliki,
peternak biasa memelihara 1 – 4 ekor sapi bakalan. Lama pemeliharaan bervariasi
antara 0,5 – 1 tahun tergantung petani dan bila dirasa telah mendapatkan
keuntungan maka ternak akan dijual dan tidak ada batasan waktu pemeliharaan.
Usaha penggemukan sapi bersifat komersial. Sapi yang siap dipotong akan dijual
kepada pedagang atau penggepul secara bebas tergantung penawaran harga
tertinggi (Hartono, 2011).
Usaha
penggemukan sapi rakyat dilakukan berkisar antara 1-2 ekor saja, dipelihar semi
intensif yakni sapi dikandangkan pada malam hari dan kadang digembalakan pada
siang hari. Sapi diberi makan berupa daun-daunan dan rumput terkadang juga sisa
makanan. Meski bertujuan untuk penggemukan sapi tapi jarang sekali dilakukan
pemberian konsentrat. Sapi tersebut dipelihara oleh anggota keluara yang telah
dapat bekerja baik, bapak, ibu, maupun anak. Kegiatan tenaga keluarga tersebut
meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi potong seperti
memandikan, mencari pakan, memberi pakan, membersihkan kandang. Kandang biasanya
dibangun disekitar rumah dengan konstruksi sederhana dan bahan yang mudah
diperoleh. Kondisi seperti ini umum di uasaha peternakan rakyat di Indonesia
(Mulyana, 2009).
Usaha
ternak sapi potong merupakan usaha yang didirikan dengan tujuan utama menghasilkan
suatu produk peternakan guna memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat akan
protein hewani dan mendapatkan laba. Setiap peternak memiliki kemampuan usaha
yang berbeda dari segi kepemilikan lahan, modal, kepemilikan ternak, serta
sistem pengelolaan yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan usaha setiap
peternak. Usaha ternak yang dilakukan lebih bermanfaat apabila tingkat usahanya
lebih besar dari upah buruh tani (Handayani, 2005).
2.3 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kontribusi Usaha Ternak Sapi Potong
2.3.1 Jumlah Kepemilikan
Ternak
Jumlah kepemilikan
ternak merupakan suatu indikator dalam usaha peternakan sapi. Dengan semakin
meningkatnya jumlah sapi yang dipelihara oleh peternak, maka jumlah sapi yang
dapat dijual per tahun akan semakin banyak, dengan demikian maka akan
meningkatkan jumlah pendapatan peternak (Murwanto, 2008). Lebih lanjut, Sonbait
(2011) menjelaskan bahwa rataan kepemilikan ternak merupakan sisa ternak yang
belum dijual hingga saat ini, setelah melunasi pengembalian ternak gaduhan dan
ternak yang telah terjual atau peternak dengan skala kecil.
2.3.2 Tingkat Pendidikan
Peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi seharusnya dapat
meningkatkan pendapatannya, namun kenyataan di lapang berbeda. Peternak
biasanya enggan menerapkan inovasi ataupun teknologi baru dan masih menggunakan
secara tradisional sehingga tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong (Saleh, 2006). Lestari (2008) menjelaskan pendidikan
berpengaruh terhadap cara berfikir peternak yang kana melaksanakan kegiatan
usahanya. Peternak yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi kemungkinan
akan lebih mudah menerima inovasi serta perubahan dalam hal beternak (Lestari,
2009).
Tingkat
pendidikan peternak dapat dilihat meliputi pendidikan formal dan informal.
Tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap perbedaan cara pikir peternak
dalam mengadopsi berbagai inovasi teknologi yang diketahuinya, yang selanjutnya
akan berdampak meningkatnya produktivitas usaha peternakan. Peternak dengan
tingkat pendidikan tinggi akan lebih cepat menerima inovasi baru dibandingkan
dengan peternak dengan pendidikan yang lebih rendah (Sonbait, 2011).
2.3.3 Umur Peternak
Umur merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan
aktivitasnya. Sektor pertanian merupakan sektor yang mengandalkan kekuatan
fisik, sehingga faktor tenaga manusia lebih banyak digunakan. Seperti mengolah
lahan pertanian, mengelola usaha ternak dan aktivitas lainnya (Fatimah, 1998).
Murwanto (2008) menjelaskan umur
peternak sangat erat kaitannya dengan proses adopsi inovasi dan teknologi yang
penting dalam upaya peningkatan produktivitas peternakan. Peternak yang
memiliki usia produktif akan memiliki pola pikir yang dinamis dan memiliki
kemampuan fisik yang prima dalam mengelola usaha ternaknya.
Kriteria umur peternak tidaklah mendorong kinerja peternak dalam usaha
ternak sapi potong. Mayoritas penduduk yang bekerja sebagai karyawan dan
penduduk yang berusia produktif tidak terlalu tekun dalam menggeluti usaha
ternak ini karena masih dalam usaha sampingan atau sekedar hobi saja. Sedangkan
yang berusai non produktif sudah tidak memiliki kinerja penuh lagi (Saleh,
2006).
2.3.4 Pengalaman
Beternak
Peternak dengan pengalaman beternak
lebih menguasai tata laksana beternak dengan baik seperti pemberian pakan,
perawatan kebersihan kandang dan ternak, perawatan kesehatan, serta penanganan
penyakit. Namun di lapang kenyataannya berbeda dikarenakan peternak sapi potong
tidak melakukan perubahan-perubahan positif dalam usaha meningkatkan pendapatan
menurut pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman masing-masing
peternak. Banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih
mengelola usaha tersebut dengan kebiasaan lama yang sama dengan waktu mereka
mengawali usahanya sekarang (Saleh, 2006).
Pengalaman peternak dalam
menjalankan usahanya akan memudahkan dalam mengatasi masalah dan pengambilan
keputusan, tindakan yang dilakukan bila menghadapi suatu masalah serta memiliki
kesabaran lebih dalan menjalani usaha. Pengalaman juga menentukan berhasil
tidaknya seorang peternak mengusahakan suatu jenis usaha tani ditentukan oleh
lamanya beternak (Lestari, 2009). Murwanto (2013) menjelaskan pengalaman
beternak merupakan faktor yang menentukkan keberhasilan peternak dalam
mengembangkan usaha ternak sapi potong dan sekaligus upaya peningkatan
pendapatan peternak. Dengan pengalaman yang cukup peternak akan lebih cermat
dalam usahanya dan dapat belajar dari masa lalu.
2.3.5 Jumlah Tanggungan
Keluarga
Jumlah anggota keluarga berkaitan
erat dengan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga seperti untuk konsumsi makan,
membeli pakaian, uang sekolah, dan lainnya. Apabila jumlah anggota keluarga
semakin banyak maka pengeluaran juga akan semakin banyak (Hartono, 2011).
Sonbait (2013) menjelaskan jumlah anggota keluarga peternak akan mempengaruhi
aktivitas usaha ternak karena tenaga kerja akan membantu akan ketersediaan
tenaga kerja yang dapat membantu kegiatannya. Dari segi jumlah anggotanya,
semakin besar anggota keluarga maka akan semakin besar kebutuhan yang harus
dipenuhi. Dengan begitu akan mendorong peternak untuk berusaha memperoleh
penghasilan tambahan melalui usahanya.
2.3.6 Tenaga kerja
Jumlah anggota keluarga peternak dapat mempengaruhi aktivitas usaha
ternak itu sendiri karena jumlah anggota keluarga akan mensuplai tenaga kerja
yang membantu kegiatan peternak. Dari segi jumlah keluarga, semakin besar
jumlah anggota keluarga maka semakin besar kebutuhan keluarga yang harus
dipenuhi. Dengan demikian akan mendorong petani berusaha memperoleh pendapatan
melalui usaha lainnya. Pengembangan sapi potong gaduhan adalah untuk menambah
pendapatan keluarga. Apabila ditinjau dari segi tenaga kerja, maka jumlah
anggota keluarga akan menentukan ketersediaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha
ternaknya (Sonbait, 2011).
Usaha
ternak sapi potong bagi petani merupakan bagian untuk mendukung kebutuhan
keluarga peternak. Peternak memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk merumput
atau mengumpulkan sisas hasil pertanian untuk pakan ternak dan selanjutnya
ternak menghasilkan pendapatan berupa anak sapi, nilai ternak dan kotoran
ternak seperti pupuk (Hartono, 2011). Umumnya tenaga kerja yang digunakan dalam
usaha ternak sapi potong adalah tenaga kerja keluarga. Peternak cenderung
menggunakan tenaga kerja keluarga seperti anak dan isteri dalam pemeliharaan
sapi potong. Peternak jarang menggunakan tenaga non keluarga karena
mengakibatkan pengeluaran yang semakin besar (Handayani, 2005).
2.4 Analisis
Pendapatan Usahaternak
Peternak yang mengelola usaha ternak sapi potong sebagai tabungan dan
tidak memperhatikan faktor efisiensi usaha, jika dilakukan analisis finansial
tidak menunjukkan kelayakan secara ekonomi karena penggunaan tenaga kerja dan
input produksi lainnya tidak dibeli secara tunai sehingga tidak diperhitungkan
secara analisis (Nugroho, 2010). Analisis ekonomi usaha peternakan merupakan
faktor penting karena analisis ini dapat digunakan untuk menunjang program
pemerintah dalam pembangunan sektor peternakan. Dalam analisis ini peternak
yang kesulitan dalam melakukannya akan mengetahui neraca pendapatan dan neraca
usaha dari usahanya. Dengan begitu peternak dapat mengambil keputusan mengenai
kelenjutan usaha ternaknya (Sianofa, 2009).
2.5 Penerimaan
Penerimaan
dari usaha ternak sapi potong adalah selisih antara nilai jual dengan nilai
beli awal. Penerimaan tersebut merupakan tujuan dari pemeliharaan sapi potong.
Namun, selama ini belum diamati kenaikan berat badannya dibandingkan dengan
harga. Pendapatan rata-rata peternak baik per tahun maupun per unit ternak ada
kecenderungan bila semakin tinggi strata kepemilikan maka semakin tinggi
pendapatan yang dihasilkan (Fatimah, 1998). Hoddi (2013) menjelaskan harga jual
seekor sapi potong ditentukan oleh peternak dengan memperhitungkan biaya-biaya
yang telah dikeluarkan selama mengelola usaha tersebut. Penerimaan usaha
peternakan sapi dengan cara menjumlahkan antara jumlah sapi yang telah dijual,
jumlah ternak sapi yang telah dikonsumsi dan jumlah ternak sapi yang masih ada
dijumlahkan dengan nilai harga jual yang berlaku sekarang.
2.6 Biaya
Biaya
tetap / fixed cost merupakan biaya
yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun output yang
diperoleh banyak atau sedikit, seperti pajak, biaya untuk pajak akan tetap
dibayarkan walaupun suatu usaha tani mengalami kegagalan. Selain itu, biaya
tetap dapat dikatakan biaya yang tidak terpengaruh oleh besarnya produksi
komoditas pertanian, misalnya penyusutan alat dan gaji pegawai. Contoh lain
dari biaya tetap adalah sewa tanah, peralatan, dan sebagainya. Biaya tidak
tetap atau variabel cost merupakan
bisar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh.
Jika menginginkan produksi komoditas tinggi, maka faktor-faktor produksinya
seperti tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya itu sifatnya berubah-ubah
karena tergantung dari besar-kecilnya produksi komoditas pertanian yang
diinginkan (Rohim, 2007).
2.7 Pendapatan
Pendapatan
adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak
sapi potong (dalam kurun waktu tertentu misalnya satu tahun). Pendapatan peternak
sapi potong dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor sosial maupun
ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain : jumlah ternak sapi, umur
peternak, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak,
dan jumlah tenaga kerja (Saleh, 2006). Putro (2013) menjelaskan besarnya
pendapatan atau keuntungan peternak dapat dihitung dengan menggunakan suatu
alat analisis yaitu Ï€ = TR – TC dimana Ï€ adalah pendapatan, TR adalah Total
Revenue atau total penerimaan adalah keuntungan, dan TC adalah total cost atau
total biaya yang dikeluarkan.
2.8
Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga bersumber pada berbagai aktivitas usaha pertanian
(on farm), usaha diluar pertanian (off farm) dan usaha diluar sektor
pertanian (non farm). Pendapatan on farm merupakan pendapatan yang
bersumber dari usaha pertanian seperti tanaman pangan, sayuran, ataupun
peternakan. Penguasaan lahan relatif kecil, sehingga menyebabkan banyak petani
yang bekerja baik di sektor off farm maupun
non farm untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangganya. Sektor off farm yang
biasa dilakukan adalah : buruh tani, menyewakan lahan maupun ternak untuk membajak sawah. Sedang sektor non farm yang biasa dilakukan adalah
buruh bangunan, usaha jual beli, dan home
industry (Kusmantoro, 2009).
2.9
Pendapatan Sapi Potong
Perkembangan usaha peternakan sapi potong merupakan hal yang positif dan
harapan baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak akan
meningkatkan pendapatan. Hal tersebut tentunya harus disertai dengan manajemen
pemeliharaan yang baik, baik dari sisi teknis maupun dalam manajemen pemasaran.
Usaha sapi potong dianggap berhasil apabila dapat memberikan kontribusi
pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Hoddi, 2011).
Pendapatan
rumah tangga peternak sapi potong dapat berasal dari usaha tani maupun non
usaha tani. Pendapatan usaha tani berasal dari sapi potong dan lahan sawah
serta lahan kebun. Pendapatan non usaha tani meliputi buruh bangunan, buruh
tani, dagang, dan jasa. Fungsi ternak sapi potong selama ini hanya sebagai
tabungan yang setiap saat dapat diuangkan bila diperlukan (Hartono, 2011).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan
Waktu Penelitian
Penelitian
akan dilaksanakan pada
bulan Juni tahun
2014 di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Lokasi dipilih karena
merupakan penghasil susu sapi terbesar di Kecamatan Jabung dibandingkan dengan
Desa lainnya.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2 Populasi dan Sampel
Metode
yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Populasi dalam penelitian
adalah peternak yang tersebar di Desa Kemiri Kecamatan Jabung dan merupakan peternak sapi perah tradisional. Metode pengambilan
sampel peternak dengan purposive sampling
yakni memilih sampel dengan kriteria tertentu seperti memiliki sapi laktasi
minimal 1 ekor.
3.3
Jenis Data yang Digunakan
Data
yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder meliputi data
kualitatif dan data kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari peternak sapi perah sebagai responden melalui wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang biaya produksi dan penerimaan usaha
peternakan sapi perah. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui melalui
pustaka yang berhubungan dengan penelitian ataupun instansi terkait seperti
Dinas Peternakan setempat, BPS, serta hasil penelitian yang sebelumnya telah
dilakukan.
3.4 Pengumpulan
Data
Pengumpulan
data primer dilakukan di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang selama
satu bulan. Dilakukan pembagian strata
kepemilikan yang terdiri menjadi 3 strata kepemilikan. Sudjana (1992),
menjelaskan menggunakan distribusi frekuensi sehingga diperoleh kelas interval
(P) yaitu :
Dimana
: P = interval kelas
I = jumlah strata
R = rentang interval (jumlah
kepemilikan sapi perah dikurangi kepemilikan ternak sapi perah terkecil)
3.5 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian meliputi
jumlah kepemilikan ternak, tingkat pendidikan peternak, umur peternak,
pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, penerimaan peternak usaha
ternak sapi potong, penerimaan peternak usaha ternak selain sapi potong,
pendapatan peternak usaha tani, dan skala usaha ternak sapi potong.
3.6 Analisis
Data
Secara
keseluruhan penelitian menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan
objek penelitian secara lengkap. Analisis ini meliputi gambaran kondisi usaha
peternakan sapi potong
di Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, berupa deskripsi karakteristik
peternak, tatalaksana usaha peternakan sapi perah, biaya produksi usaha
peternakan sapi perah, skala usaha peternakan sapi perah, dan pendapatan
peternak sapi potong.
3.6.1 Penerimaan
TR
= Q . P
|
Keterangan
:
TR
(Total Revenue) = Total Penerimaan
melalui penjualan susu + penjualan ternak + Penjualan hasil samping (Rp/tahun)
Q (Quantity) = Kuantitas Produksi (Rp/tahun)
P (Price)
= Harga Per Satuan (Liter)
3.6.2 Biaya
Total
TC
= TFC + TVC
|
Keterangan :
TC (Total Cost) = Nilai populasi
awal sapi + biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun + pembelian ternak (Rp/tahun)
TFC (Total Fixed Cost) = Total
Biaya Tetap (Rp/tahun)
TVC (Total Variable Cost) = Total Biaya
Variabel (Rp/tahun)
3.6.3 Pendapatan
Kontribusi
pendapatan usaha ternak sapi potong
terhadap pendapatan rumah tangga peternak dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
Pd
= TR + TC
|
Keterangan :
Pd = Pendapatan
peternak sapi perah (Rp/tahun)
TR
(Total Revenue) = Total pendapatan melalui penjualan
susu + penjualan ternak + penjualan hasil samping (Rp/tahun)
TC
(Total Cost) = Nilai populasi awal sapi + biaya yang
dikeluarkan selama 1 tahun + pembelian ternak (Rp/tahun)
3.6.4 R/C Ratio
R/C
= R : C
|
Keterangan
:
R/C =
Return cost ratio
R =
Pendapatan
C = Biaya
3.6.5
Rentabilitas
Rahim (2007), menyatakan
rentabilitas merupakan indikator efisiensi bagi penggunaan modal dalam suatu
usaha, dapat dihitung dengan :
Keterangan
:
3.7 Batasan Istilah
1.
Peternak sampel adalah peternak yang
mengusahakan ternak sapi potong skala rumah tangga yang mengikuti kelompok
peternak di Desa Mojojejer,
Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
2.
Usaha ternak adalah kegiatan atau usaha dimana
peternak dan keluarganya memelihara ternak yang bertujuan memperoleh hasil dan
pendapatan.
3. Sistem usaha ternak sapi potong adalah suatu sistem
usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang
saling berkaitan terhadap usaha pemeliharaan sapi potong dimulai dari pengadaan
bibit sampai dengan ternak dapat dipasarkan.
4. Usaha non ternak sapi potong adalah usaha utama yang
dilakukan peternak diluar usahaternak sapi potong.
5. Peternak sapi potong adalah individu yang mengusahakan
sapi potong skala rumah tangga dari mulai anakan hingga dapat berproduksi.
6. Skala usaha adalah pengelompokan jumlah ternak yang
diusahakan oleh peternak sapi potong.
7. Total pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang
berasal dari usaha ternak sapi potong dan total pendapatan usaha yang dilakukan
diluar usaha ternak sapi potong.
8. Pendapatan bersih adalah selisih antara total
penerimaan dengan total biaya produksi dalam waktu tertentu.
9. Kontribusi adalah seberapa besar sumbangan atau
masukan yang diberikan dari hasil pendapatan usaha ternak sapi potong tersebut.
10. Kontribusi pendapatan keluarga adalah seberapa besar
sumbangan atau masukan pendapatan usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan
keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar