Pages

Ads 468x60px

Labels

Selasa, 30 Juni 2015

Proposal Penelitian ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

Ini proposal yang dulu pernah saya garap tapi nggak saya terusin karena udah punya judul lain, semoga bermanfaat bagi kalian calon sarjana peternakan.

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

     Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya permintaan bahan pangan terutama sumber protein hewani. Selama ini usaha peternakan sapi dikelola oleh peternak rakyat dengan keuletan dan kemampuan seadanya oleh peternak rakyat. Tak jarang pekerjaan usaha ternak sapi dilakukan karena tidak adanya pekerjaan lain yang dapat dilakukan. Usaha ternak sapi perah dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari.


      Sapi perah merupakan ternak yang dipelihara untuk diambil susunya. Ternak dihitung dengan satuan unit ternak, unit ternak sapi perah berdasarkan umur dan berat badan (Widodo, 1984). Ada 2 jenis sapi perah yang biasa dipelihara oleh peternak yaitu sapi lokal (PFH) yang termasuk sapi perah tropis dan merupakan peranakan dari sapi FH murni dengan sapi lokal dan ada yang berasal dari import yang termasuk dalam sapi perah sub tropis (Sundari, 2010).
      Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah dengan jumlah populasi sapi perah terbesar di Indonesia. Berdasarkan data populasi sapi perah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur jumlah sapi perah berturut-turut adalah 221.744 ekor, 231.407 ekor, 296.350 ekor, dan 308.811 ekor. Data hasil Pendataan sapi potong, sapi perah, dan kerbau (PSPK) 2011 berjumlah 5.056.300 ekor. Dan pada sensus pertanian tahun 2013 jumlahnya berkurang menjadi 3.831.000 ekor.
      Kabupaten Malang merupakan sentra pengembangan ternak sapi dan kerbau berdasarkan pendataan sapi potong, sapi perah, dan kerbau (PSPK) 2011, jumlah populasi sapi dan kerbau mencapai 317.747 ekor. Pada tahun 2013 hasil sensus pertanian jumlah sapi dan kerbau mencapai 240.117 ekor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Dinas Peternakan Jawa Timur jumlah sapi perah dari tahun 2009 sampai 2012 berturut-turut adalah 62.834 ekor, 71.600 ekor, 89.431, dan 93.992 ekor.
      Kecamatan Jabung merupakan wilayah pengembangan sapi perah di Kabupaten Malang. Berdasarkan data sensus pertanian 2013, terbanyak berada di Kecamatan Pujon sebanyak 22.384 ekor, kedua Kecamatan Jabung 14.629 ekor, dan ketiga Kecamatan Wajak 14.192 ekor. Sapi perah memiliki peranan penting bagi pendapatan keluarga karena perputaran modal berlangsung setiap hari melalui produksi susu sapi laktasi.
      Desa kemiri merupakan desa yang penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani maupun peternak. Desa kemiri juga merupakan penghasil susu terbesar diantara desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Jabung. Dengan wilayah yang terdiri dari perbukitan dan daerah ketinggian, desa kemiri sangat cocok bagi pengembangan peternakan sapi perah. Prayitno (2011),  menjelaskan bahwa Desa Kemiri memiliki 88 peternak yang memiliki skala kepemilikan kecil, sedang, dan besar.
      Usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan jabung Kabupaten Malang masih bersifat tradisional dan belum mengetahui pengelolaan biaya produksi. Oleh karena itu, penelitian tentang Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang perlu dilakukan. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya produksi, investasi dan pendapatan yang diperoleh. Hasil analisis akan berguna untuk sebagai pedoman penelitian dan usaha selanjutnya.

1.2  Rumusan Masalah
      Berdasarkan uraian diatas maka dapat diangkat suatu permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.      Berapa besar pendapatan usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ?
2.      Berapa besar efisiensi usaha bila dilihat dari R/C ratio usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ?

1.3  Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian adalah :
1.      Mengetahui besarnya pendapatan usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.
2.      Mengetahui besarnya efisiensi usaha bila dilihat dari R/C ratio usaha peternakan sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.

1.4  Manfaat Penenlitian
1.      Masukan bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah yang dijalankan.
2.      Masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan keputusan atau penentuan kebijakan pengembangan peternakan di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.
1.5  Kerangka Pemikiran
            Suatu usaha peternakan sapi perah dikatakan berhasil dilatarbelakangi oleh banyak faktor, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah pendapatan dari usaha ternak yang dilakukan. Usaha ternak akan semakin efisien bila dilakukan dengan skala yang besar, dengan besarnya skala usaha akan mengurangi biaya produksi dan efisien dalam penggunaan faktor-faktor produksi, sehingga terjadi peningkatan pendapatan peternak. Taslim (2011), menjelaskan bahwa perbedaan jumlah sapi perah oleh setiap peternak akan berhubungan dengan curahan tenaga kerja dan akan mempengaruhi jumlah pendapatan.
            Usaha peternakan sapi perah memiliki faktor-faktor produksi yang mempengaruhi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang diterima oleh peternak. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap yang dikeluarkan meliputi penyusutan ternak, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, sewa tanah, bunga modal, dan tenaga kerja bulanan. Sedangkan biaya variabel meliputi pakan, obat, tenaga kerja harian, IB, air dan listrik. Penerimaan yang diperoleh dari usaha peternakan berasal dari penjualan susu setiap hari, penjualan ternak, dan hasil samping. Dengan perhitungan biaya produksi dan penerimaan peternak akan diketahui besarnya pendapatan yang diperoleh peternak.
             Pendapatan peternak dapat dilihat efisiensinya, yaitu dengan menghitung nilai R/C ratio. Nilai R/C ratio adalah tidak efisien bila nilai R/C ratio kurang dari satu, impas bila nilai R/C ratio sama dengan satu, dan efisien bila nilai R/C ratio bila nilai R/C ratio lebih besar dari satu. Nilai rentabilitas juga dapat mengetahui efisiensi usaha yaitu dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan modal usaha. Adapun kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1. 




1.6  Hipotesis
Skala usaha berpengarug positif terhadap pendapatan peternak sapi perah di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
            Wibowo (2013), dalam penelitiannya yang berjudul analisis efisiensi usaha dan kontribusi pendapatan peternak kelinci di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pendapatan, efisiensi usaha dan kontribusi pendapatan usaha ternak kelinci di Kabupaten Banyumas dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi efisiensi usaha ternak kelinci. Hasil penelitian ini adalah rata-rata pendapatan rumah tangga peternak adalah Rp. 3.314.286. kontribusi pendapatan usaha ternak kelinci yaitu 14,16 persen atau Rp. 469.365. Besar kecilnya persentase dipengaruhi oleh jenis usaha, jumlah ternak, cara penyediaan bibit dan pemasaran hasil produksi. Usaha ternak kelinci merupakan usaha sampingan sehingga belum dijalankan sesuai dengan skala industri.
            Hoddi (2011), dalam penelitiannya yang berjudul analisis pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendapatan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha peternakan yang dilakukan di Kecamatan Tanete Rilau menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per tahun  peternak pada stratum A dengan jumlah kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan jumlah kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan jumlah kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.
            Soekardono (2005), dalam penelitian yang berjudul kontribusi usaha ternak sapi terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan petani di daerah persawahan irigasi studi kasus di Desa Sukowiyono, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan petani, perbedaan antara pendapatan petani yang memelihara sapi dan yang tidak memelihara sapi dan kontribusi usaha ternak sapi terhadap distribusi pendapatan petani. Hasil penelitian ini adalah pendapatan petani di daerah persawahan irigasi 85% berasal dari usaha pangan, sedangkan kontribusi usaha ternak sapi terhadap pendapatan rata-rata petani hanya berkisar 15%. Namun bagi petani dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 Ha, usaha ternak sapi memberi kontribusi pendapatan sebesar 30%, dengan pemeliharaan dua ekor sapi dewasa menghasilkan pendapatan bersih sekitar 1,3 juta per tahun.
            Ningsih (2013), dalam penelitiannya yang berjudul analisis kontribusi pendapatan dan efisiensi ekonomi usaha ayam niaga pedaging di Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan ayam niaga pedaging terhadap pendapatan keluarga peternak di Kabupaten Purbalingga dan efisiensi ekonomi peternakan ayam niaga pedaging serta pengaruh jumlah kepemilikan ternak, jumlah anggota keluarga, pendidikan peternak dan lama beternak terhadap kontribusi pendapatan ayam niaga pedaging dan efisiensi ekonomi peternakan ayam niaga pedaging di Kabupaten Purbalingga. Hasil dai penelitian ini adalah rataan kontribusi pendapatan peternak ayam niaga pedaging yaitu sebesar 89%. Rata-rata efisiensi ekonomi peternak ayam niaga pedaging yaitu sebesar 1,03%. Faktor sosial yang mempengaruhi besarnya kontribusi pendapatan terhadap usaha ayam niaga pedaging yaitu jumlah kepemilikan ternak dan lama beternak serta faktor sosial yang mempengaruhi efisiensi ekonomi terhadap usaha ayam niaga pedaging yaitu jumlah kepemilikan ternak dan tingkat pendidikan peternak.
2.2 Usaha Peternakan Sapi Potong
            Sistem penggemukan sapi potong dilakukan dengan cara sederhana yaitu ternak dikandangkan atau kadang digembalakan disekitar lahan pertanian yang dimiliki, peternak biasa memelihara 1 – 4 ekor sapi bakalan. Lama pemeliharaan bervariasi antara 0,5 – 1 tahun tergantung petani dan bila dirasa telah mendapatkan keuntungan maka ternak akan dijual dan tidak ada batasan waktu pemeliharaan. Usaha penggemukan sapi bersifat komersial. Sapi yang siap dipotong akan dijual kepada pedagang atau penggepul secara bebas tergantung penawaran harga tertinggi (Hartono, 2011).
            Usaha penggemukan sapi rakyat dilakukan berkisar antara 1-2 ekor saja, dipelihar semi intensif yakni sapi dikandangkan pada malam hari dan kadang digembalakan pada siang hari. Sapi diberi makan berupa daun-daunan dan rumput terkadang juga sisa makanan. Meski bertujuan untuk penggemukan sapi tapi jarang sekali dilakukan pemberian konsentrat. Sapi tersebut dipelihara oleh anggota keluara yang telah dapat bekerja baik, bapak, ibu, maupun anak. Kegiatan tenaga keluarga tersebut meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi potong seperti memandikan, mencari pakan, memberi pakan, membersihkan kandang. Kandang biasanya dibangun disekitar rumah dengan konstruksi sederhana dan bahan yang mudah diperoleh. Kondisi seperti ini umum di uasaha peternakan rakyat di Indonesia (Mulyana, 2009).
            Usaha ternak sapi potong merupakan usaha yang didirikan dengan tujuan utama menghasilkan suatu produk peternakan guna memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat akan protein hewani dan mendapatkan laba. Setiap peternak memiliki kemampuan usaha yang berbeda dari segi kepemilikan lahan, modal, kepemilikan ternak, serta sistem pengelolaan yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan usaha setiap peternak. Usaha ternak yang dilakukan lebih bermanfaat apabila tingkat usahanya lebih besar dari upah buruh tani (Handayani, 2005).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontribusi Usaha Ternak Sapi Potong
2.3.1 Jumlah Kepemilikan Ternak
             Jumlah kepemilikan ternak merupakan suatu indikator dalam usaha peternakan sapi. Dengan semakin meningkatnya jumlah sapi yang dipelihara oleh peternak, maka jumlah sapi yang dapat dijual per tahun akan semakin banyak, dengan demikian maka akan meningkatkan jumlah pendapatan peternak (Murwanto, 2008). Lebih lanjut, Sonbait (2011) menjelaskan bahwa rataan kepemilikan ternak merupakan sisa ternak yang belum dijual hingga saat ini, setelah melunasi pengembalian ternak gaduhan dan ternak yang telah terjual atau peternak dengan skala kecil.
2.3.2 Tingkat Pendidikan
            Peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi seharusnya dapat meningkatkan pendapatannya, namun kenyataan di lapang berbeda. Peternak biasanya enggan menerapkan inovasi ataupun teknologi baru dan masih menggunakan secara tradisional sehingga tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong (Saleh, 2006). Lestari (2008) menjelaskan pendidikan berpengaruh terhadap cara berfikir peternak yang kana melaksanakan kegiatan usahanya. Peternak yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi kemungkinan akan lebih mudah menerima inovasi serta perubahan dalam hal beternak (Lestari, 2009).
            Tingkat pendidikan peternak dapat dilihat meliputi pendidikan formal dan informal. Tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap perbedaan cara pikir peternak dalam mengadopsi berbagai inovasi teknologi yang diketahuinya, yang selanjutnya akan berdampak meningkatnya produktivitas usaha peternakan. Peternak dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih cepat menerima inovasi baru dibandingkan dengan peternak dengan pendidikan yang lebih rendah (Sonbait, 2011).
2.3.3 Umur Peternak
            Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Sektor pertanian merupakan sektor yang mengandalkan kekuatan fisik, sehingga faktor tenaga manusia lebih banyak digunakan. Seperti mengolah lahan pertanian, mengelola usaha ternak dan aktivitas lainnya (Fatimah, 1998). Murwanto (2008) menjelaskan umur peternak sangat erat kaitannya dengan proses adopsi inovasi dan teknologi yang penting dalam upaya peningkatan produktivitas peternakan. Peternak yang memiliki usia produktif akan memiliki pola pikir yang dinamis dan memiliki kemampuan fisik yang prima dalam mengelola usaha ternaknya.
            Kriteria umur peternak tidaklah mendorong kinerja peternak dalam usaha ternak sapi potong. Mayoritas penduduk yang bekerja sebagai karyawan dan penduduk yang berusia produktif tidak terlalu tekun dalam menggeluti usaha ternak ini karena masih dalam usaha sampingan atau sekedar hobi saja. Sedangkan yang berusai non produktif sudah tidak memiliki kinerja penuh lagi (Saleh, 2006).
2.3.4 Pengalaman Beternak
            Peternak dengan pengalaman beternak lebih menguasai tata laksana beternak dengan baik seperti pemberian pakan, perawatan kebersihan kandang dan ternak, perawatan kesehatan, serta penanganan penyakit. Namun di lapang kenyataannya berbeda dikarenakan peternak sapi potong tidak melakukan perubahan-perubahan positif dalam usaha meningkatkan pendapatan menurut pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman masing-masing peternak. Banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengelola usaha tersebut dengan kebiasaan lama yang sama dengan waktu mereka mengawali usahanya sekarang (Saleh, 2006).
            Pengalaman peternak dalam menjalankan usahanya akan memudahkan dalam mengatasi masalah dan pengambilan keputusan, tindakan yang dilakukan bila menghadapi suatu masalah serta memiliki kesabaran lebih dalan menjalani usaha. Pengalaman juga menentukan berhasil tidaknya seorang peternak mengusahakan suatu jenis usaha tani ditentukan oleh lamanya beternak (Lestari, 2009). Murwanto (2013) menjelaskan pengalaman beternak merupakan faktor yang menentukkan keberhasilan peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong dan sekaligus upaya peningkatan pendapatan peternak. Dengan pengalaman yang cukup peternak akan lebih cermat dalam usahanya dan dapat belajar dari masa lalu.
2.3.5 Jumlah Tanggungan Keluarga
            Jumlah anggota keluarga berkaitan erat dengan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga seperti untuk konsumsi makan, membeli pakaian, uang sekolah, dan lainnya. Apabila jumlah anggota keluarga semakin banyak maka pengeluaran juga akan semakin banyak (Hartono, 2011). Sonbait (2013) menjelaskan jumlah anggota keluarga peternak akan mempengaruhi aktivitas usaha ternak karena tenaga kerja akan membantu akan ketersediaan tenaga kerja yang dapat membantu kegiatannya. Dari segi jumlah anggotanya, semakin besar anggota keluarga maka akan semakin besar kebutuhan yang harus dipenuhi. Dengan begitu akan mendorong peternak untuk berusaha memperoleh penghasilan tambahan melalui usahanya.
2.3.6 Tenaga kerja
            Jumlah anggota keluarga peternak dapat mempengaruhi aktivitas usaha ternak itu sendiri karena jumlah anggota keluarga akan mensuplai tenaga kerja yang membantu kegiatan peternak. Dari segi jumlah keluarga, semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Dengan demikian akan mendorong petani berusaha memperoleh pendapatan melalui usaha lainnya. Pengembangan sapi potong gaduhan adalah untuk menambah pendapatan keluarga. Apabila ditinjau dari segi tenaga kerja, maka jumlah anggota keluarga akan menentukan ketersediaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha ternaknya (Sonbait, 2011).
            Usaha ternak sapi potong bagi petani merupakan bagian untuk mendukung kebutuhan keluarga peternak. Peternak memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk merumput atau mengumpulkan sisas hasil pertanian untuk pakan ternak dan selanjutnya ternak menghasilkan pendapatan berupa anak sapi, nilai ternak dan kotoran ternak seperti pupuk (Hartono, 2011). Umumnya tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong adalah tenaga kerja keluarga. Peternak cenderung menggunakan tenaga kerja keluarga seperti anak dan isteri dalam pemeliharaan sapi potong. Peternak jarang menggunakan tenaga non keluarga karena mengakibatkan pengeluaran yang semakin besar (Handayani, 2005).
2.4 Analisis Pendapatan Usahaternak
            Peternak yang mengelola usaha ternak sapi potong sebagai tabungan dan tidak memperhatikan faktor efisiensi usaha, jika dilakukan analisis finansial tidak menunjukkan kelayakan secara ekonomi karena penggunaan tenaga kerja dan input produksi lainnya tidak dibeli secara tunai sehingga tidak diperhitungkan secara analisis (Nugroho, 2010). Analisis ekonomi usaha peternakan merupakan faktor penting karena analisis ini dapat digunakan untuk menunjang program pemerintah dalam pembangunan sektor peternakan. Dalam analisis ini peternak yang kesulitan dalam melakukannya akan mengetahui neraca pendapatan dan neraca usaha dari usahanya. Dengan begitu peternak dapat mengambil keputusan mengenai kelenjutan usaha ternaknya (Sianofa, 2009).
2.5 Penerimaan
            Penerimaan dari usaha ternak sapi potong adalah selisih antara nilai jual dengan nilai beli awal. Penerimaan tersebut merupakan tujuan dari pemeliharaan sapi potong. Namun, selama ini belum diamati kenaikan berat badannya dibandingkan dengan harga. Pendapatan rata-rata peternak baik per tahun maupun per unit ternak ada kecenderungan bila semakin tinggi strata kepemilikan maka semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan (Fatimah, 1998). Hoddi (2013) menjelaskan harga jual seekor sapi potong ditentukan oleh peternak dengan memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama mengelola usaha tersebut. Penerimaan usaha peternakan sapi dengan cara menjumlahkan antara jumlah sapi yang telah dijual, jumlah ternak sapi yang telah dikonsumsi dan jumlah ternak sapi yang masih ada dijumlahkan dengan nilai harga jual yang berlaku sekarang.
2.6 Biaya
            Biaya tetap / fixed cost merupakan biaya yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit, seperti pajak, biaya untuk pajak akan tetap dibayarkan walaupun suatu usaha tani mengalami kegagalan. Selain itu, biaya tetap dapat dikatakan biaya yang tidak terpengaruh oleh besarnya produksi komoditas pertanian, misalnya penyusutan alat dan gaji pegawai. Contoh lain dari biaya tetap adalah sewa tanah, peralatan, dan sebagainya. Biaya tidak tetap atau variabel cost merupakan bisar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Jika menginginkan produksi komoditas tinggi, maka faktor-faktor produksinya seperti tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya itu sifatnya berubah-ubah karena tergantung dari besar-kecilnya produksi komoditas pertanian yang diinginkan (Rohim, 2007).
2.7 Pendapatan
            Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak sapi potong (dalam kurun waktu tertentu misalnya satu tahun). Pendapatan peternak sapi potong dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor sosial maupun ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain : jumlah ternak sapi, umur peternak, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja (Saleh, 2006). Putro (2013) menjelaskan besarnya pendapatan atau keuntungan peternak dapat dihitung dengan menggunakan suatu alat analisis yaitu Ï€ = TR – TC dimana Ï€ adalah pendapatan, TR adalah Total Revenue atau total penerimaan adalah keuntungan, dan TC adalah total cost atau total biaya yang dikeluarkan.
2.8 Pendapatan Rumah Tangga
            Pendapatan rumah tangga bersumber pada berbagai aktivitas usaha pertanian (on farm), usaha diluar pertanian (off farm) dan usaha diluar sektor pertanian (non farm). Pendapatan on farm merupakan pendapatan yang bersumber dari usaha pertanian seperti tanaman pangan, sayuran, ataupun peternakan. Penguasaan lahan relatif kecil, sehingga menyebabkan banyak petani yang bekerja baik di sektor off farm maupun non farm untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sektor off farm yang biasa dilakukan adalah : buruh tani, menyewakan lahan maupun ternak  untuk membajak sawah. Sedang sektor non farm yang biasa dilakukan adalah buruh bangunan, usaha jual beli, dan home industry (Kusmantoro, 2009).
2.9 Pendapatan Sapi Potong           
            Perkembangan usaha peternakan sapi potong merupakan hal yang positif dan harapan baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak akan meningkatkan pendapatan. Hal tersebut tentunya harus disertai dengan manajemen pemeliharaan yang baik, baik dari sisi teknis maupun dalam manajemen pemasaran. Usaha sapi potong dianggap berhasil apabila dapat memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Hoddi, 2011).
            Pendapatan rumah tangga peternak sapi potong dapat berasal dari usaha tani maupun non usaha tani. Pendapatan usaha tani berasal dari sapi potong dan lahan sawah serta lahan kebun. Pendapatan non usaha tani meliputi buruh bangunan, buruh tani, dagang, dan jasa. Fungsi ternak sapi potong selama ini hanya sebagai tabungan yang setiap saat dapat diuangkan bila diperlukan (Hartono, 2011).


           BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian  akan  dilaksanakan  pada  bulan  Juni  tahun  2014  di  Desa Kemiri Kecamatan Jabung  Kabupaten Malang. Lokasi dipilih karena merupakan penghasil susu sapi terbesar di Kecamatan Jabung dibandingkan dengan Desa lainnya.
3.2 Populasi dan Sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Populasi dalam penelitian adalah peternak yang tersebar di Desa Kemiri Kecamatan Jabung dan merupakan peternak sapi perah tradisional. Metode pengambilan sampel peternak dengan purposive sampling yakni memilih sampel dengan kriteria tertentu seperti memiliki sapi laktasi minimal 1 ekor.
3.3 Jenis Data yang Digunakan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari peternak sapi perah sebagai responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang biaya produksi dan penerimaan usaha peternakan sapi perah. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui melalui pustaka yang berhubungan dengan penelitian ataupun instansi terkait seperti Dinas Peternakan setempat, BPS, serta hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan.
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang selama satu  bulan. Dilakukan pembagian strata kepemilikan yang terdiri menjadi 3 strata kepemilikan. Sudjana (1992), menjelaskan menggunakan distribusi frekuensi sehingga diperoleh kelas interval (P) yaitu :
  

Dimana : P        = interval kelas
                I       = jumlah strata
               R       = rentang interval (jumlah kepemilikan sapi perah dikurangi                                   kepemilikan ternak sapi perah terkecil)
                              
3.5 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian meliputi jumlah kepemilikan ternak, tingkat pendidikan peternak, umur peternak, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, penerimaan peternak usaha ternak sapi potong, penerimaan peternak usaha ternak selain sapi potong, pendapatan peternak usaha tani, dan skala usaha ternak sapi potong.
3.6 Analisis Data
Secara keseluruhan penelitian menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan objek penelitian secara lengkap. Analisis ini meliputi gambaran kondisi usaha peternakan sapi potong di Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, berupa deskripsi karakteristik peternak, tatalaksana usaha peternakan sapi perah, biaya produksi usaha peternakan sapi perah, skala usaha peternakan sapi perah, dan pendapatan peternak sapi potong.
3.6.1 Penerimaan
TR = Q . P
Rahim (2007) menyatakan penerimaan adalah hasil yang diterima peternak dari hasil penjualan output produksi dikalikan dengan harga, dapat dihitung sebagai berikut :

Keterangan :

TR (Total Revenue)   = Total Penerimaan melalui penjualan susu + penjualan                                         ternak + Penjualan hasil samping (Rp/tahun)
Q (Quantity)               = Kuantitas Produksi (Rp/tahun)
P (Price)                      = Harga Per Satuan (Liter)       

3.6.2 Biaya Total
TC = TFC + TVC

Rahim (2007) menyatakan total biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Dapat dihitung sebagai berikut :



Keterangan :
TC (Total Cost)                      = Nilai populasi awal sapi + biaya yang dikeluarkan                                              selama 1 tahun + pembelian ternak (Rp/tahun)

TFC (Total Fixed Cost)            = Total Biaya Tetap (Rp/tahun)

TVC (Total Variable Cost)    = Total Biaya Variabel (Rp/tahun)

3.6.3 Pendapatan
Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan rumah tangga peternak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pd = TR + TC

 


Keterangan :
Pd                                   = Pendapatan peternak sapi perah (Rp/tahun)

TR (Total Revenue)      = Total pendapatan melalui penjualan susu +                                                        penjualan ternak + penjualan hasil samping                                                              (Rp/tahun)

TC (Total Cost)                        = Nilai populasi awal sapi + biaya yang dikeluarkan                                              selama 1 tahun + pembelian ternak (Rp/tahun)

3.6.4 R/C Ratio
R/C = R : C

                          Rahim (2007), menyatakan analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost), dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Keterangan :

            R/C      = Return cost ratio
            R          = Pendapatan
            C         = Biaya       

3.6.5 Rentabilitas

            Rahim (2007), menyatakan rentabilitas merupakan indikator efisiensi bagi penggunaan modal dalam suatu usaha, dapat dihitung dengan :



Keterangan :
           
3.7 Batasan Istilah
1.      Peternak sampel adalah peternak yang mengusahakan ternak sapi potong skala rumah tangga yang mengikuti kelompok peternak di Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten  Jombang.
2.      Usaha ternak adalah kegiatan atau usaha dimana peternak dan keluarganya memelihara ternak yang bertujuan memperoleh hasil dan pendapatan.
3.      Sistem usaha ternak sapi potong adalah suatu sistem usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan terhadap usaha pemeliharaan sapi potong dimulai dari pengadaan bibit sampai dengan ternak dapat dipasarkan.
4.      Usaha non ternak sapi potong adalah usaha utama yang dilakukan peternak diluar usahaternak sapi potong.
5.      Peternak sapi potong adalah individu yang mengusahakan sapi potong skala rumah tangga dari mulai anakan hingga dapat berproduksi.
6.      Skala usaha adalah pengelompokan jumlah ternak yang diusahakan oleh peternak sapi potong.
7.      Total pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang berasal dari usaha ternak sapi potong dan total pendapatan usaha yang dilakukan diluar usaha ternak sapi potong.
8.      Pendapatan bersih adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi dalam waktu tertentu.
9.      Kontribusi adalah seberapa besar sumbangan atau masukan yang diberikan dari hasil pendapatan usaha ternak sapi potong tersebut.
10.  Kontribusi pendapatan keluarga adalah seberapa besar sumbangan atau masukan pendapatan usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga. 

Tidak ada komentar:

 
 
Blogger Templates