A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Susu
adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia
betina. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna
makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai
produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk
dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Dewasa ini, susu memiliki banyak
fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan
mereka.Sementara itu, untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang
agar tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein, maka dari itu setiap
orang dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang dikemas dalam bentuk
yang unik. Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk membeli dan minum susu, ada
juga susu yang berbentuk fermentasi.
Susu
merupakan salah satu bahan pangan yang sangat mudah tercemar. Pencemaran
tersebut dapat berupa pencemaran oleh mikroorganisme maupun pencemaran oleh
lingkungan luar misalnya bau menyengat. Perlu penanganan kusus agar susu dapat
disimpan lebih lama, salah satunya dengan cara pengawetan susu dengan
penambahan ekstrak jahe.
|
2.
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjelaskan
prinsip pengawetan susu dengan bahan alami dan dapat melakukan pengawetan susu
dengan bahan alami.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
Teknologi Pengolahan Hasil Ternak acara pengawetan susu dengan ekstrak jahe
dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 23 Oktober
2014 pukul 09.20 – 11.10 WIB
di
Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak Program Studi Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.
Tinjauan Pustaka
Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang
dihasilkan ternak perah menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau
bahkan kerbau perah. Susu sangat mudah rusak dan tidak tahan lama di simpan
kecuali telah mengalami perlakuan khusus. Susu segar yang dibiarkan di kandang
selama beberapa waktu, maka lemak susu akan menggumpal di permukaan berupa krim
susu, kemudian bakteri perusak susu yang bertebaran di udara kandang, yang
berasal dari sapi masuk ke dalam susu dan berkembang biak dengan cepat. Oleh
bakteri, gula susu di ubah menjadi asam yang mengakibatkan susu berubah rasa
menjadi asam. Lama kelamaan susu yang demikian itu sudah rusak. Kombinasi oleh
bakteri pada susu dapat berasal dari sapi, udara, lingkungan, manusia yang
bertugas, atau peralatan yang digunakan (Sumoprastowo, 2000). Susu yang bermutu
jelek akan mengalami penggumpalan saat dipanaskan, hal itu terjadi karena
adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut
mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan jika
dipanaskan (Lindsay dan
Evan, 2005).
Uji reduktasi yang kualitasnya sangat baik akan
menghasilkan perubahan warna dari methylene blue berubah menjadi putih selama lebih dari 8 jam, baik 6-8 jam, cukup 2-6
jam, rendah kurang dari 2 jam. Organisme yang tumbuh dalam susu
menghasilkan oksigen yang ada dan apabila oksigen habis terjadi reaksi
oksidasi-reduksi untuk kelangsungan hidup mikroba. Sitrat yang merupakan
metabolit berfungsi sebagai donor hidrogen, methylene blue sebagai
aseptor hidrogen, dan enzim reduktase yang diproduksi mikroba merupakan
katalis. Reaksi oksidasi yang terjadi harus dapat menyediakan energi untuk
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, dengan enzim reduktase mikroba menurunkan
potensial oksidasi-reduksi (Partic, 2010).
Susu juga
bisa terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular pada manusia
seperti tuberculosis, difteri, dan tifus. Susu harus
ditangani secara baik dan memenuhi syarat-syarat kualitas dari pemerintah.
Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu adalah kesehatan sapi perah,
petugas yang terlibat pada penanganan susu, dan bahan makanan ternak. Susu
merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium yang
tinggi, laktosa didalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna
(Almatsier, 2002). Susu segar mempunyai pH berkisar 6,5-6,7. Nilai pH susu
lebih rendah dari 6,5 berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri
(Handerson, 2010).
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak
atsiri (Benjelalai, 2001). Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen
oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe (Kesumaningati, 2009),
sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang
mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak
atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga
senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid
banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan
bahan pemberi aroma makanan dan parfum. Senyawa-senyawa metabolit sekunder
golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada
ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat
pertumbuhan bakeri (Nursal, 2006).
Jahe
memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan telah dikelompokkan sebagai
salah satu rempah-rempah dengan aktivitas antioksidan yang baik. Hal ini
membuatnya sebagai peredam radikal bebas. Sethi dan Aggarwal melaporkan bahwa
jahe kering memiliki sifat antioksidan yang lemah. Jahe merangsang nafsu makan,
bertindak sebagai antioksidan, antimikroba dan antiflatulant, dan karenanya
memiliki penggunaan yang luar biasa dalam produk makanan olahan (Ravindran,
2005).
C.
Materi dan Metode
1.
Materi
a.
Alat
1) Panci
2)
Pengaduk
3)
Gelas Beaker
4)
Themometer
b.
Bahan
1) Susu segar 20 ml
2) Ekstrak jahe 2 ml
2.
Metode
a.
Susu segar dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 30 detik.
b.
Susu diberikan ekstrak jahe sebanyak 10% (2 ml) dari jumlah susu yang
digunakan.
c.
Susu dan ekstrak jahe dicampur hingga merata.
d.
Dilakukan pengamatan terhadap susu pada hari pertama dan kedua.
D.
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Praktikum
pengawetan susu dengan ekstrak jahe menggunakan bahan susu segar dan ekstrak
jahe 10%. Hasil praktikum menunjukkan bahwa susu dengan ekstrak jahe 10%
menimbulkan bau jahe. Nilai pH 4,23 dan uji reduktase 32 jam sampai berubah
warna menjadi putih.
Berdasarkan
hasil praktikum uji reduktase diketahui bahwa lama penyimpanan berpengaruh
nyata terhadap angka reduktase susu sapi pasteurisasi. Hasil yang diperoleh
menunjukkan perubahan warna dari methylene blue berubah menjadi warna putih terjadi selama 32 jam, sehingga
penambahan ekstrak jahe mempengaruhi lamanya masa simpan susu karena uji
reduktasi dengan kualitas baik akan menghasilkan lamanya perubahan warna lebih
dari 8 jam (>8 jam) setelah disimpan, hal ini disebabkan karena adanya
keaktifan enzim reduktase yang dihasilkan bakteri di dalam mereduksi methylene
blue. Semakin banyak jumlah bakteri di dalam susu maka semakin banyak enzim
yang dihasilkan dan semakin cepat terjadi perubahan warna biru menjadi putih,
hal ini sesuai dengan pernyataan Partic (2010), organisme yang tumbuh dalam
susu menghasilkan oksigen yang ada dan apabila oksigen habis terjadi reaksi
oksidasi-reduksi untuk kelangsungan hidup mikroba. Sitrat yang merupakan
metabolit berfungsi sebagai donor hidrogen, methylene blue sebagai
aseptor hidrogen, dan enzim reduktase yang diproduksi mikroba merupakan
katalis. Reaksi oksidasi yang terjadi harus dapat menyediakan energi untuk
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, dengan enzim reduktase mikroba menurunkan
potensial oksidasi-reduksi.
Uji
alkohol didapatkan hasil bahwa keadaan susu ada gumpalan dan pecah. Menurut
Lindsay dan Evan (2005) uji alkohol
dilakukan untuk mengetahui adanya susu yang rusak, apabila terdapat butir-butir
susu pada dinding tabung menunjukkan susu tersebut positif telah rusak. Hasil
tersebut menunjukkan nilai pH 4,23 padahal menurut Handerson (2010) nilai pH
susu lebih rendah dari 6,5 berarti terdapat aktivitas bakteri. Kesalahan
tersebut dikarenakan praktikan kurang teliti dalam melihat ada atau tidaknya
gumpalan pada saat uji alkohol. Selain itu kemungkina alat-alat yang digunakan
saat praktikum belum steril secara sempurna.
Berdasarkan data
pengamatan dapat disimpulkan bahwa pengawetan susu dengan ekstrak jahe tidak
dapat mencegah kerusakan susu dikarenakan ekstrak jahe sudah terkontaminasi
oleh mikroba Karena pembuatannya tidak steril. Pengawetan susu dengan ekstrak
jahe akan berhasil apabila diproses dan disimpan dalam tempat dan keadaan yang
steril.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Ekstrak jahe merupakan salah satu
bahan alami yang dapat memperpanjang umur simpan susu. Penambahan ekstrak jahe
berfungsi sebagai pengawet, dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba dan
menambah cita rasa.
b. Berdasarkan data pengamatan dapat
disimpulkan bahwa pengawetan susu dengan ekstrak jahe tidak dapat mencegah
kerusakan susu dikarenakan ekstrak jahe
sudah terkontaminasi oleh mikroba karena pembuatannya tidak steril.
2. Saran
a. Alat yang digunakan akan lebih baik jika disterilkan dan
disimpan di tempat
yang steril agar hasil yang didapatkan
lebih akurat atau berhasil.
b. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan hati-hati dalam
pelaksanaan praktikum
agar hasil yang didapatkan sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar